Ghina Hai, saya Ghina. Perempuan pecinta pagi, pendengar setia radio dan podcast, menulis tentang kehidupan perempuan dan hal terkait dengannya.

Ngabuburit?

1 min read

Hampir setiap sore jalanan di desaku dan desa tetangga selalu padat. Istilah yang tetiba nge-trend di bulan puasa ini memang paling nge-trend dan dikenal oleh semua kalangan, dari anak-anak sampai tua renta. Ngabuburit ini merupakan bahasa sunda dari asal kata burit  yang artinya sore. Entah bagaimana cerita ngabuburit menjadi bahasa yang di gunakan oleh sentero Indonesia untuk mengungkapkan bahwa dirinya sedang menunggu adzan magrib sambil melakukan sesuatu hal.
Ada banyak hal yang banyak dilakukan oleh orang yang sedang ngabuburit. Lalu kenapa ngabuburit membuat jalanan menjadi padat dan ramai dengan kendaraan bermotor? Hal yang demikian itu karena ngabuburitnya dilakukan dengan jalan-jalan. Namun, entah bagaimana asal muasalnya, akhirnya ngabuburit memang identik dengan jalan-jalan, lalu nongkrong di jembatan, atau jalanan, banyak juga yang melakukan ngabuburit dengan pergi ke pasar sore, tentu saja banyak jajanan yang menarik untuk berbuka nanti, dan ada pula yang ngebuburit dengan dirumah saja sambil menonton tv, serta ada pula yang ikut Ngaji ke masjid/majelis taklim.
Sayangnya, untuk hal yang terakhir ini sedikit orang yang melakukannya. Sudah bisa diprediksi sendirilah oleh kita. Fenomena ini aku temukan dan baru sadari kali ini. Ketika ngaji sore, masjid dipenuhi oleh banyak orang-orang tua renta dan para ibu-bapak, serta secuil anak-anak kecil. Teringat masa-masa masih di bangku MI dahulu, ketika kita merasa ter-wajibkan untuk ke masjid karena harus mengisi catatan Buku Ramadhan. Cerita sama pula dengan alasan secuil anak-anak yang ngaji setiap sore ini ternyata. Karena latar belakangnya demikian, mereka hanya cukup menguping inti katanya yang disampaikan oleh penceramah, lalu setelah itu mereka bercengkerama dengan sesamanya hingga sering membuat gaduh suasana pengajian. Sepertinya hal itu terjadi pula padaku 7 tahun yang lalu. Hoho
Memang, siapa sih yang suka diceramahin, telinga kita memang terbiasa dan lebih suka untuk melakukan hal yang tidak membebani, karena jelas-jelas diceramahi itu dibebani, Kan? Kita tahu tentang aturan terhadal suatu hal yang padahal itu adalah hal yang kita sukai, atau kita lebih ingin menikmati sesuatu yang menyenangkan, padahal jika diceramahi maka kita akan tahu adanya larangan-larangan didalam hal kita sukai tersebut. Dan mendengarkan ceramah itu memang membosankan, bukan?
Terkadang memang harus selalu ada alasan untuk melakukan suatu hal, mendapatkan nilai yang bagusnya misalnya. Tetapi alasan untuk mencuri perhatianNya malah terabaikan. Kita memang hanya peminta sih, hanya peminta yang bisa minta-minta dan ingin diberi yang bagus-bagus saja. Kita lebih suka diberi, dan dibaikkan oleh siapapun, jelas saja ini membuat kita jauh dan diabaikan olehNya. Jelaskan?

Ghina Hai, saya Ghina. Perempuan pecinta pagi, pendengar setia radio dan podcast, menulis tentang kehidupan perempuan dan hal terkait dengannya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Captcha loading...

error: Content is protected !!