Proses belajar mengenal hidup yang lebih minim sampah itu penuh liku-liku. Kesan pertama saat melihat hasilnya, sesiapapun pasti terkagum dan ingin sekali mempraktikkannya. Tidak memproduksi sampah banyak, keberhasilan kompos, tidak lagi membuang sampah ke TPA dan lainnya itu bisa jadi adalah impian kita semua, bukan?
Setidaknya, dengan melakukan hal-hal tersebut, kita sudah membantu bumi lebih lestari. Meski belum bisa benar-benar zero sebagaimana cara hidup yang lagi ngetrend, gaya hidup zero waste. Sebagai orang yang memiliki kuasa dalam mengelola rumah, sampah pun bisa saya kendalikan. Yup, karena ibu menjadi bagian penting juga dalam menjaga lingkungan.
Mungkin bagi sebagian dari kita menganggap bahwa hal itu sebenarnya biasa-biasa saja. Namun percaya deh, saat saya mencoba cara memulai hidup zero waste dengan kegiatan seperti membuat kompos, memilah sampah, dan kegiatan terkait lainnya, ada lho kebahagiaan yang muncul. Tentu saja selain ada tantangannya juga. Tantangan ini kalau tidak dibekali dengan misi menjaga lingkungan rasanya ingin angkat tangan lho saking sangat menantang, ribet dan butuh keuletan.
Hal Penting Yang Harus Disiapkan untuk Menjalani Hidup Minim Sampah
Siap repot
Kok repot?
Sebelum melakukan beberapa hal agar less wess, kita bahkan diminta untuk mempertimbangkannya terlebih dahulu. Kerepotan ini bahkan dimulai dari saat akan memilih barang, merawat barang hingga sesudahnya.
Kerepotan ini tentu bukan tanpa alasan. Adanya barang yang bertambah berarti juga akan ada kemungkinan untuk menjadi sampah. Makanya sebisa mungkin kita perlu meminimalisirnya.
Kerepotan yang biasanya akan kita temui dimulai dari saat berbelanja, perlu membawa tas belanja dan wadah-wadah untuk lauk-lauk, mau repot food preparation, dan kegiatan lainnya yang terkait. Kita butuh ketekunan, siap kotor, waktu yang tidak sedikit, dan tentunya hal itu harus akrab dengan keseharian. Repot sih, tapi menyenangkan juga, kok.
Siap dengan sedikit barang
Menjalani gaya hidup minim sampah sedikit banyak memang agak nyerempet pada gaya hidup minimalis juga. Hal ini tidak lain karena dengan berbagai pertimbangan mengurangi sampah. Tidak sekadar pakaian, furniture, dan lainnya, namun juga urusan sampah pun inginnya sih sedikit yang bisa dihasilkan. Biar nggak repot ngurusnya, hihi
Belajar berteman dengan sampah
Saya sendiri masih tidak menyangka akhirnya bisa berteman dengan sampah. Jujur saja, sebelumnya saya malas dan benci untuk berurusan dengan sampah.
Agar bisa akrab dengan sampah itu tidak mudah, lho. Kita perlu mengubah perspektif kita terhadap sampah itu sendiri.
Pertama yang perlu diingat, sampah adalah sisa dari hal-hal yang kita pakai, maka kita memiliki kuasa untuk mengurangi sampah. Kedua, sampah bukan hal yang menjijikan dan hina, karena ternyata bisa menghasilkan uang juga dan bisa diolah dengan berbagai macam hal yg bermanfaat. Ketiga, sampah bukan untuk dibuang. So, menurut saya sudah tidak relate lagi istilah buang sampah pada tempatnya. Tapi sampah harusnya dipilah sesuai dengan kategorinya.
Menyempat waktu untuk sampah
Waktu yang dibutuhkan untuk mengolah sampah itu tidak banyak sebenarnya. Sehari paling hanya sekitar sepuluh menit saja cukup.
Yang cukup berat itu adalah membiasakan waktu dan tenaga kita diberdayakan untuk mengurusi sampah. Setelah berbelanja dan melakukan kegiatan food prep, kita masih memerlukan waktu untuk memilah sampah. Sampah organik dimasukkan ke dalam kompos. Sampah anorganik seperti plastik gitu dicuci terlebih dahulu baru kemudian ditaruh di wadah khusus untuk kategori tersebut.
Belajar dan cari info tentang pengolahan sampah
Mendapati media sosial sekarang ini semakin banyak orang-orang yang peduli pada sampah menjadi kesyukuran tersendiri. Saya sendiri adalah orang yang terpengaruh karena media sosial.
Dari media sosial juga saya akhirnya jadi tahu cara mengolah sampah organik dan anorganik. Saya juga jadi tahu neberapa tempat yang menerima sampah anorganik. Selain bank sampah, kini ternyata ada banyak sekali layanan yang menerima sampah anorganik untuk diolah ulang. Dari media sosial juga saya banyak membaca pengalaman orang-orang yang menerapkan gaya hidup minim sampah.
Baca juga : SampahTerpilah untuk Sekolah ke Daur Resik Jogja
Konsisten
Hal yang paling susah dalam melakukan hal baru, apalagi berpengaruh terhadap banyak kegiatan sehari-hari itu adalah konsisten.
Terasa sekali memang ini benar-benar membutuhkan energi yang besar. Niat yang kuat serta dukungan dari orang-orang terdekat. Ya namanya juga berpengaruh terhadap banyak kegiatan berarti juga berpengaruh pada orang banyak, ya setidaknya anggota keluarga kita.
Rupa-Rupa Kebahagiaan Menjalani Gaya Hidup Minim Sampah
Dibalik tantangannya yang begitu bejibun, saya jadi merasakan bahwa kebahagiaan itu memang bukan melulu tentang uang, tentang waktu dan tentang hal-hal besar. Hal kecil yang diupayakan dengan jerih payah kita dan hasilnya bagus itu sudah membuat saya bahagia sekali. Seperti dalam belajar menjalani gaya hidup zero waste ini.
Punya ide untuk mengolah sesuatu
Hal aneh yang saya rasakan saat belajar gaya hidup ini adalah otak jadi berpikir keras ketika melihat suatu barang. Barang-barang yang tidak berguna menjadi bernilai buat saya.
Botol, kardus, wadah-wadah dan barang yang sudah tidak terpakai itu naik kelas. Bukan sekadar saya buang. Otak saya langsung terpikir untuk membuat kerajinan, dipakai anak main dan lainnya.
Belanja dengan sedikit plastik
Kalau habis belanja dan menghitung jumlah plastik yang saya hasilkan sedikit itu bahagia sekali rasanya. Kalau sedikit kan berarti waktu yang saya butuhkan untuk nyuci plastik plastik kotor juga sebentar doank. wkwk
Sampah tidak cepat banyak
Setelah rutin food prep, terasa sekali sampah banyak itu hanya seminggu sekali doank. Tapi saat belanja, harus dikira-kira juga untuk pilihan sayurannya. Kayak kangkung, bayam gitu sekali masak mengumpulkan sampah yang lumayan banyak juga. Kalau banyak beli cemilan juga ya bikin sampah anorganik cepat banyak.
Kenapa sampah tidak cepat banyak bikin bahagia? Karena saya jadi nggak sering buka wadah kompos. Secara saya itu masih parno untuk ngaduk-ngaduk komposnya. hehe. Selain itu, untuk sampah anorganik, ya kalau sedikit terus sampahnya saya jadi nggak segera berurusan sama tukang angkut sampah/bank sampah/bawa sampah ke layanan sampah.
Tidak ada ulat di kompos
Ini adalah hal terreceh tapi terbahagia selama menjalani gaya hidup ini. Dari dulu belum berani membuat kompos ya salah satunya karena saya takut ulat. Tapi lebih tidak kuat lagi dengan bau sampah kan. Jadilah saya beranikan untuk membuat kompos.
Akhir bulan kemarin setelah perjalanan 40 hari kompos, akhirnya panen juga. Yup, senangnya berhasil tanpa ada ulat satupun, cyin. Yeay, jadi semangat terus buat mengkompos nih.
Seluruh anggota keluarga bisa diajak kerja sama
Nah, ini pekerjaan selanjutnya agar proses hidup minim sampah ini berjalan, kerja sama antar anggota.
Selain mengajak anggota keluarga ikut cara kita, mereka juga perlu kita edukasi tentang tata caranya. Kerasa nggak kalau nggak tahu terus nggak nanya pula, itu 40 hari kemarin rumah kami mengalami dua kali ledakan karena suami mengocok-ngocok mol nasi basi yang saya buat. wkwk
Kocak sih. Tapi dasarnya sotoy kan jadi kesal juga. Coba nanya. Kan nggak bakal meledak gitu.
Well, gimana gais, setelah baca-baca cerita saya di atas, tertarik untuk menjalani gaya hidup minim sampah ini? bahagianya bahagia banget kok. Kan kita berkontribusi untuk menjaga bumi. Yaaaa. mesti banyak tantangannya memang.
mengolah sMpah menjadi hal-hal yang bermanfaat, mengisi waktu dengan membuat kompos dan beragam aktiftas lain
mengolah sMpah menjadi hal-hal yang bermanfaat, mengisi waktu dengan membuat kompos dan beragam aktiftas lain
halo mba. senangnya jika bisa berbelanja tanpa plastik ya.
btw, mengompos pakai metode apa mba? kok bisa nggak ada ulat? tapi serangga lain ada kan? hehe
aku sendiri kalau pas keluar dan ada niatan mau belanja, diusahakan bawa tas kain sendiri
sampah kecil kecil kalau pas lagi ga nemu tempat sampah dimasukin ke tas dulu sampai nanti ketemu tempat sampah
Masih kesulitan nih kak, tapi untungnya di depan rumah ada halaman yang cukup luas. Jadi meski agak kurang maksimal, saya masih lebih milih dibakar, belum bisa kontribusi jaga lingkungan. Kapan-kapan mau niru cara kakak, dipilah” sampahnya.
Mbak… inspiratif sekali. Aku belum bisa konsisten, nih. Skarang semangat lagi melempem. Niat bikin komposter aja sampai sekarang belum bisa eksekusi. Masih tahap ngurangin pemakaian plastik dan yang standar2, belum sampai ngolah sampah