Mengompos menjadi hal paling menyenangkan dari perjalananku belajar hidup minim sampah. Setelah belajar mengurangi sampah plastik, belajar memilah sampah non organik. setor sampah ke bank sampah, perjalanan membuat kompos ini yang punya tantangan sendiri.
Oke, untuk urusan sampah non organik ini sudah lumayan beres lah ya. Saya sudah menemukan tempat setor sampah seperti Daur Resik dan Rapel, penerima sampah anorganik di Jogja. Maka, langkah selanjutnya adalah mengelola sampah organik.
Baca juga : Kebahagiaan Menjalani Gaya Hidup Minim Sampah
Nyatanya sampah organik ini adalah sampah yang cukup banyak saya hasilkan. Iyalah secara saya ini lebih sering masak. Dan ternyata memang salah satu sumber sampah terbanyak itu ya sampah organik.
Tentunya kalau sampah organik dicampur dengan sampah anorganik ini yang nggak bener. Bakalan menghasilkan zat amonia yang nggak bagus kesehatan tubuh kita dan lingkungan juga. Buang ke selokan juga nggak boleh donk. Kasih ke ayam sih enaknya, tapi nggak punya.
So, membuat kompos adalah hal terbaik untuk mengolah sampah organik ini. Khawatir rumah bakalan bau? no, kamu nggak bakalan mencium bau sampah organik itu jika mengolah komposnya benar. Saya membuktikannya. Nggak ada bau sampah busuk, yang ada bau harum sisa kulit buah, dan bau harum kompos yang berhasil dipanen. Amboy, baunya enak banget.
Yang paling amazing moment, saat panen sih. Masya Allah, mengumpulkan berbagai sampah organik macam sisa sayuran, kulit berbagai buah yang segitu banyaknya, eh semua berubah menjadi tanah. Definisi dari alam kembali ke alam itu bakalan kita temukan dalam proses tersebut deh.
Mengenal Kompos Metode Takakura
Setelah mengikuti lomba zero waste city yang diadakan oleh YPBB Bandung, beberapa pemenang mendapatkan kesempatan untuk mengikuti workshop bertemakan Zero Waste Lifestyle. Dalam workshop tersebut, pemateri memaparkan beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk melakukan pengomposan dengan metode Takakura.
Teknik pengomposan dengan metode Takakura ini pertama kali dikembangkan oleh salah satu organisasi di kota Surabaya yang bernama PUSDAKOTA (Pusat Pemberdayaan Kota). Dalam mengembangkan pengomposan tersebut, PUSDAKOTA dibantu oleh Profesor Koji Takakura, ahli kimia dari Himeji institute of Technology, Jepang. Sebagai sebuah penghargaan, maka nama profesor tersebut kemudian dipatenkan menjadi nama metode pengomposannya, metode Takakura.
Pertimbangan Memilih Metode Takakura dalam Pengomposan
Di dalam workshop itu memang dijelaskan bahwa metode kompos itu ada beragam, bukan hanya Takakura saja. Ada biopori, ada yang menggunakan drum, dan bahkan setelah saya cari-cari informasi seputar komposter ada juga yang menggunakan cacing, karung, dan lainnya.
Saat pertama kali mendengar metode Takakura, saya langsung tertarik untuk mempraktikkannya. Setelah saya bandingkan dengan yang lain dan melihat kondisi rumah, saya merasa pilihan komposter Takakura lah yang paling tepat.
Beberapa pertimbangan memilih komposter Takakura, antara lain :
1. Praktis dan murah;
Saya hanya menghabiskan uang sekitar 100rb untuk membuat komposter Takakura ini. Yang dibeli hanya keranjang, sekam, dan pupuk jadi.
Setelah itu cara pembuatannya pun sangat praktis. Cukup dengan membuat bantalan sekam dari kain yang tidak terpakai, lalu cari kardus, dan tempatkan di tempat yang tidak kedap udara. Keranjang Takakura sudah bisa kita masukkan sampah organik deh.
Baca juga : Mendorong Pemerintah untuk Mewujudkan Zero Waste Cities
2. Ukuran keranjang tidak memakan tempat
Keranjang ini saya dapatkan di sebuah toko. Saya tempatkan di dapur saya yang mungil ternyata tidak begitu memakan tempat. Kekhawatiran akan bau pun tidak pernah terjadi. Keranjang pun tidak akan cepat penuh. Wadah paling akan terisi penuh dalam kurun 2-3 bulan untuk sampah per hari 1-2 kg dengan jumlah anggota 5-7 orang. Hal ini karena proses pengomposannya terjadi dengan cepat.
3. Mudah mendapatkan alat dan bahannya
Saya rasa di mana pun kita berada, menemukan keranjang dan sekam bukanlah hal yang sulit, kan. Dengan kemudahan ini akan membuat kita. Bahkan jika tidak ada keranjang, ember bekas cat pun bisa lho kita gunakan.
Cara Membuat Komposter dengan Metode Takakura
Untuk membuat kompos Takakura, beberapa bahan yang perlu kita persiapkan antara lain :
- Wadah : Bisa dari ember bekas, keranjang berbahan polipropilen, kotak kayu bekas, dan lain-lain.
- Lapisan kardus : Gunakan kardus bekas untuk ditaruh di pinggir-pinggir keranjang atau pelapis dinding. Hal ini berfungsi untuk menahan panas dan mencegah kompos keluar dari wadah. Sifat kardus sendiri dapat menyerap air sehingga memudahkan sirkulasi panas dan udara melalui pori-porinya.
- Bantalan sekam : Kita membutuhkan dua buah bantalan sekam. Yang satu taruh di alas keranjang, satunya lagi jadi penutup sampah. Hal ini untuk menjaga sirkulasi udara, menahan panas, dan mengatur kelembaban.
- Kain penutup : Buat sesuai ukuran keranjang, lalu kita tempelkan pada bagian atas keranjang dan ikat dengan karet. Supaya tidak ada serangga masuk dan bertelur di dalam wadah.
Setelah bahan-bahan sudah tersedia, selanjutnya kita bisa menatanya dengan baik. Lapisi dinding keranjang dengan kardus, taruh bantalan sekam di alas keranjang, lalu beri kompos atau tanah dari kebun di atas bantalan sekam tersebut. Kegiatan ini berfungsi untuk menjadi pengurai bakteri dan jamur lokal ke dalam keranjang.
Selanjutnya kita bisa langsung memasukkan sampah organik deh. Eh, sampah organik apa saja yang bisa kita masukkan ke dalam kompos takakura? Apa semua bisa kita masukkan?
Bahan yang dapat diolah Keranjang Takakura
Sisa makanan dan sampah dapur yang organik bisa kita masukkan ke dalam kompos Takakura. Tapi, tentu nggak semuanya bisa kita taruh dalam keranjang tersebut.
Berikut beberapa sampah yang dapat diolah dalam keranjang Takakura :
- Sisa sayur baru maupun sisa sayur basi (cacah terlebih dahulu biar cepat terurai);
- Nasi basi dan nasi sisa makanan yang tidak habis;
- sampah buah (kulit buah yang tidak keras saja)
- Sampah ikan laut, ikan tawar dan daging (namun porsinya tidak boleh banyak)
- Kulit telur yang sudah dilembutkan;
Lalu bagaimana dengan tulang dan biji-bijian? tulang tidak dapat hancur karena merupakan sampah organik yang keras.
Keseruan Mengompos dengan Metode Takakura
Pengalaman yang sangat menyenangkan, penuh kejutan, dan beberapa kali mengalami kendala yang mengesankan.
Saya sendiri sebenarnya termasuk orang yang malas berhubungan dengan sampah. Karena ya itu bau, menjijikan, dan nggak enak lah untuk dilihat. Namun semenjak mulai bersahabat dengan sampah, baik saat belajar memilah sampah anorganik maupun organik, perlahan saya mulai mengakrabi sampah.
Mengumpulkan sampah organik pastinya setiap hari saya lakukan, karena saya hampir setiap hari masak. Saya menyediakan tempat khusus untuk sampah saat mengupas sayuran/buah/dan sampah seharian itu. Nanti sorenya, jika sudah terkumpul cukup banyak, akan saya atau suami akan memasukkan ke dalam keranjang.Aduk-aduk, dan kasih sekam agar tidak basah dan lembek.
Terus saja begitu setiap hari. Serasa buang sampah kayak biasanya aja. Cuma bedanya nggak bau dan nggak perlu buang sampah ke TPA. Senangnya lagi kalau lagi buka kompos, hangat rasanya. Itu tandanya berhasil dan sedang terjadi proses penguraian.
Nah, saat ini kami sudah melakukan panen ketiga kalinya. Oh iya, untuk keranjang sebesar punya saya, bisa digunakan untuk sebulan setengah, dengan proporsi sampah sekitar 1 wadah bekas dengan komposisi 2-3 orang.
Apa pernah mengalami kendala selama proses pengomposan?
Hmm, tentu saja ada ya. Beberapa kali kami mendapati hewan muncul. Saya kaget dan parno donk, soalnya dia suka tiba-tiba ada di ruang tamu saat kami berkumpul. Untung bukan ulat. Setelah saya cari info, ternyata itu adalah ulat lalat. Senangnya ulat lalat ini justru bisa membantu mempercepat penguraian sampah.
Beberapa cara untuk merawat keranjang Takakura ini seperti selalu mengaduknya hingga dalam, memberi sampah coklat (sekam, ranting, daun kering, dll) lebih banyak daripada sampah hijau.
Oh iya, untuk mempercepat penguraian, kami juga membuat MOL (mikroorganisme lokal) dari nasi basi yang sudah dikeringkan dan didiamkan selama dua mingguan.
Ternyata MOL ini tidak boleh dikocok-kocok ya, pemirsa. Kalau dikocok apa yang terjadi? wkwk, ini beberapa kali kami khilaf melakukannya. Ketika mengocok, maka akan meletuplah si MOL tersebut. Sehingga tentu saja isinya akan keluar dan suaranya seperti letusan mercon. wkwk
Kalau sudah penuh, itulah saatnya untuk panen. Tidak mungkin semua akan terpanen sih. Yang sampah terbaru pastinya belum terurai, kan. So, cukup ambil yang sudah terurai saja ya. Paling sekitar 1/3 saja. Yeaaay, panen. Habis panen, isi lagi ya dengan sampah selanjutnya. Terus saja begitu.
Gimana, kamu tertarik mencobanya?
Kompos seperti takakura hemat tempat dan murah biaya pembuatan. Emak-emak bisa lakukan ink
murahnya kerasa banget sih mpo. Apalagi kalau punya tong tong bekas, jadi ga usah beli-beli deh.
Perlu belajar nich cara memproses sampah dengan metode Takakura . Hiks perlu praktek supaya bisa mengerti dan bisa jalankan caranya. Thanks atas penjelasan yang komprehensif
iya bu. perlu trial and error juga. soalnya saya ini malah yang terakhir ada yg kurang berhasil, tapi seru bisa jadi kek riset mini gitu
Saya jadi pengen nyoba juga…asyik banget lihat cuplikannya pas panen. Ini sesuai pribahasa, sambil menyelam minum air. Sambil mendapat manfaatnya juga memberikan manfaat untuk lingkungan
yuk bisa mulai dicoba mba mira. Beneran sih ini pas panen ini rasanya mendebarkan skaligus menyenangkan.
hihihi karena MOL tuh mikroorganisme lokalyang mengeluarkan gas ya?
saya sering bikin dari sampah buah2an agar baunya tidak terlalu menyengat
sayang hasilnya kurang bagus
iya mba maria. emang mengeluarkan gas ya, jadi kudu hati-hati. Aku biasanya diamkan dua mingguan untuk dipakai. Lumayan membantu mempercepat penguraian kompos.
Dear Ghina, sebenarnya cerita tentang mengompos ala Takakura ini menarik. Hanya saja ilustrasi gambar objek keranjang pada infografis yang Ghina berikan ini terlalu kecil, sehingga kurang fit dengan halaman blognya. Kalau Ghina mau memperbesar obyek gambar keranjangnya sekitar 2,5x lipat, mungkin ilustrasinya akan lebih gampang dipahami.
Terima kasih Mba Vicky.. Nanti coba ku besarkan lg. Moga nggak pecah.
Kalau dikota besar beli sekam nya dimana ya mbak ..pengen banget bikin kompos sendiri secara dedaunan pohon kering di rumah banyak banget..biasanya dibuang gitu aja dibak sampah
Di toko bunga atu toko yg jual alat berkebun biasanya ada mbak.. Iya dedaunan jg bisa jadi komponen sampah coklat utk pengurai mbak bayu.
Ternyata mengompos metode takakura ini gak bau ya, dulu aku kira bakal bau loh jadinya malah urung nyoba. Dan kalo diliat-liat cara dan alat yang diperlukan mudah ya, sekarang otw nyoba bikin ah. Makasih udah share mbak..
Bener banget, huhuu kadang ku suka nimbun sampah organik, apalagi semasa pandemi ini di rumah sukanya masak2 aja. Sampah dapur ini kadang suka bingung.
Belom pernah nyobain model takura ini, tapi kalo ngeliat step2nya aku ppernah nyoba juga ikut pelatihan bikin kompos. Makasih loh udah reminder lagiii soal mengompos ini.
Kalau untuk mencoba, bisa saja dan mungkin banyak yang tertarik.
Hanya saja bisakah dengan penerapan rutin? Ini menjadi tantangan yang memang harus dimulai gebrakan ini, agar dapat meminimalisir sampah rumah tangga ya kak Ghina. Semangat
Ternyata byk metode komposting ya Mba, aku tuh pengen tapi suami slalu khawatir akan bau, ternyata ga yaa…kyaknya perlu aku krim nih artikelnya..
Lebih seneng lgi klo ada ilustrasi gambar masing2 dri setiap prosesnya nih mba, jdi lebih yakin buat mulai..hehehe
Iya mbak. Pas itu aku proses awalnya bikin kompos malam2 cma ditemenin Nahla. Ga inget sama pepotoan deh. Tapi ada bnyk kok reviewnya di youtube
iya mbak, aku juga punya keranjang takakura untuk mengompos sampah dapur
dan ini pun memang lebih ngefek untuk mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke tps
hanya saja aku masih belum panen, dan bingung juga klo panen mau diapakan hasilnya
karena aq g punya banyak tanaman yang butuh kompos
Aku galau mau Takakura atau pakai karung wkwk ya Allah dari kapan hari mau ngompos belum jadi jadi, pankapan aku japri japri tanya yah mbak Ghin.
Segera eksekusi mbaaaak. Haha…
Ternyata gampang ya bikin kompos ini. Aku mau kasih tau ke ibuku deh soalnya beliau suka bgt menanam & merawat tanaman ga kyk aku hehe.. makasi infonya
Wahh pas bangett nih aku pengen cari tahu pembuatan kompos itu. Ehh nemu artikelnya mba Ghina. Jadi penasaran mencoba pembuatan kompos ini di rumah… Terima kasih sharingnya mba Ghina..
Aku tertarik pengen nyoba nih teh ghina, karena sampah organik sampah paling banyak dihasilkan dirumah. Bahannya mudah di dapet juga. Btw aku pernah nonton film dokumenter FUNGI, disana ada satu jenis jamur yang biasa digunakan mengurai sampah organik lebih efektif. Tapi lupa jenisnya apa. Harus ditonton ulang filmnya.
Apa teh? Aku jg baru denger. Nanti coba dicari deh filmnya. Itu larva lalat jg teteh pernh respon ya kiranya ulet. Heran jg dia bisa kemana mana
Wah metode takakura dalam mengompos ini sangat mudah ya dipraktikkan, namun memang harus konsisten dalam memilah sampah organik , anorganik dan B3 ya Mbak. aku masih PR banget ini
wah jadi pengen nyobain juga deh :)( di komplek rumah Alhamdulillah sudah ada bank sampah untuk sampah an organik, tinggal sampah organiknya aja nih yang masih PR hehe
Teknik pengomposan ini awalnya dari salah satu organisasi di Surabaya? Ya Alloh,saya yang orang Surabaya saja nggak tahu loh mbak.
Btw lihat tulisan Mbak Ghina,saya koq jadi tertarik untuk mengompos, kalo ada tutorial pembuatannya asyik nih mbak.
Apa yang di IG Mbak Ghina itu, ya?
sebenarnya di gambar itu sudah ada gambar tutorialnya mbak. cuma mungkin kurang jelas yaa. Nanti coba saya edit ya. Yang di ig itu hasil panen komposnya
Pernah diajarin kompos sama temen. Tapi malah lupa.lagi, apalagi dulu sering masak. Sekarang karena gamau banyak sampah, masak kalau lagi laper. Metode takakura ini bisa dicobain ya.
wah aku kenal takakura ini saat amsih ngajar dulu kebetulan sekolahku tempat aku bekerja termasuk ecoshool dan benar anak2 suka sekali memisahkan sampah makanan yang luamayan banyak tentuny lalu dimasukkan kekeranjang
senangnya kalo panen bisa di jual, tampak mudah tapi orang gelian kayak aku liat ulat yg keluar auto terngiang2 mbak. tapi perlu dikenalkan buat anak2ku nanti