Ghina Hai, saya Ghina. Perempuan pecinta pagi, pendengar setia radio dan podcast, menulis tentang kehidupan perempuan dan hal terkait dengannya.

Review Buku Anak, Friska dan Sekolah Barunya

4 min read

review buku cerita anak, friska dan sekolah barunya

Buku Friska dan Sekolah Barunya yang tampil di layar instagram membuat saya penasaran. Kabarnya yang menulis buku ini adalah anak yang baru lulus SMA dan dia berasal dari sekolah SALAM (Sanggar Anak Alam) Jogja. Buku ini pun menceritakan tentang kegiatan sekolah di sana.

 Ah, ketika mendengar kata SALAM, saya jadi teringat masa saya jadi guru.  Dulu sempat ada acara diskusi di sekolah saya dengan mengundang salah satu peneliti yang menceritakan tentang sekolah tersebut.

Baca juga : Review Film Chef

Sekolahnya di ruang terbuka, lebih banyak mengeksplorasi alam, kegiatannya tidak melulu belajar melainkan justru banyak bermain. Hm, ketika kalian mendengar pernyataan tersebut, apa yang ada di benak kalian? 

Ini beneran sekolah, kok malah banyak mainnya? atau mungkin benak kita berpikir sebaliknya, sekolahnya pasti seru banget? coba aku dulu sekolahnya seperti itu.

Oke, tak perlu berlama-lama, gambaran tentang sekolah alam ini terceritakan dengan menyenangkan, jelas, dan membuat kita ingin hanyut dalam suasana sekolah tersebut saat membaca buku Friska dan Sekolah Barunya karya Kurnia P. Kusumaningrum. Cekidot.

Sinopsis Buku Friska dan Sekolah Barunya

Buku ini bercerita dalam tentang Friska, siswa kelas 4 SD,  yang harus pindah sekolah. Tugas mamanya memaksa mereka semua untuk pindah rumah dari Jakarta ke Jogja. Friska masih tak bisa lepas dari semua bayangan tentang Jakarta termasuk sekolahnya. Butuh waktu dua minggu hingga akhirnya dia mau mencari sekolah yang sesuai dengan keinginannya.

SALAM menjadi pilihan sekolahnya. Lewat pertemuan tanpa sengaja melalui perantara tantenya yang akan mengunjungi sekolah anaknya, Andra. Friska langsung jatuh cinta pada perjumpaan pertama.

Baca juga : Mengajarkan Makna Toleransi pada Anak

Bangunannya yang unik, sekolah yang dikelilingi sawah-sawah, serta hal-hal diluar kebiasaan sebagaimana sekolah diidentikkan membuat ia terpesona. Meski ragu, akhirnya ia pun menyatakan bahwa ia ingin sekolah lagi dan pilihannya sekolahnya adalah sama dengan sekolah sepupunya, SALAM.

Ada banyak pengalaman seru yang hadir dalam kehidupan Friska paska sekolah di sana. Dia tidak hanya berkutat dengan pelajaran-pelajaran semata. Seperti apa pengalaman serunya? Kamu perlu banget baca bukunya nih biar tahu. hihi

buku cerita anak karya anak sekolah alam jogja

Edukasi SALAM, Pendidikan Anak yang Membahagiakan

Meski telah lewat 6 tahun yang lalu, masih terbayang jelas cerita yang dipaparkan oleh peneliti tersebut dalam benak saya. Setelah saya mengobrol dengan salah satu teman dan menamatkan buku tersebut, semakin terkagum-kagum lah saya dengan berbagai narasi yang terlontar secara detail mengisahkan tentang pendidikan di SALAM ini.

Gambaran program dalam model pendidikan di SALAM ini sekilas mengingatkan saya pada sebuah buku berjudul Totto-Chan. Sekolah yang memberikan keleluasan kepada para muridnya  untuk bebas bergerak tanpa terkungkung tembok, dekat dengan alam,  mengulik minat bakat personal, serta belajar dari lingkungan sekitarnya.

Dalam buku ini, Sang penulis, Kurnia P. Kusumaningrum yang biasa dipanggil Imung, membeberkan beberapa keunggulan sekolah alam ini dengan cerita yang detail lewat 12 bab judul dalam buku ini. 

Berikut beberapa cuplikan cerita tentang kekhasan sekolahnya Friska, SALAM,  yang menginspirasi kita dan tentunya bisa kita tiru. Meski tidak bisa dalam bentuknya sekolahnya, tentunya dalam keseharian pengasuhan, model belajarnya layak banget untuk dipraktikkan. 

1. Mengutamakan Kesepakatan

Setiap siswa boleh mengajukan ide dan ketentuan tertentu untuk dijadikan kesepakatan bersama dalam suatu kelas, terdengar aneh nggak sih?

Yup, memang kita lebih akrab menerapkan peraturan. Papan peraturan pun hampir selalu ada di setiap pojok kelas. Tujuannya tentu saja untuk mengatur kegiatan belajar mengajar agar berjalan dengan baik. Tapi, saya yakin sih, nggak semua anak paham dengan peraturan tersebut dan peraturan tersebut seperti hanya beronggok saja di tembok.

Lain cerita dengan adanya kesepakatan seperti yang ada di sekolah Friska ini. Kesepakatan yang telah dibuat bersama dipatuhi karena mereka sendiri yang membuatnya. Ini juga merupakan wujud bahwa setiap individu adalah berarti dan memiliki hak untuk berpendapat.

Jadi ketika ada yang melanggar maka sanksinya bukan berupa hukum seperti berdiri di depan kelas dan lainnya melainkan konsekuensi  yang ditanggung secara personal maupun kolektif. Terdengar menarik, kan? Bisa nih kita praktikkan di rumah ya.

2. Dari alam, untuk alam, kembali ke alam

Setelah saya pastikan bolak-balik, beberapa cerita dari kisah sekolah Friska ini selalu menggaung-gaungkan tentang alam. Jajan yang dihadirkan di kantin pun merupakan olahan dari alam dan kebanyakan merupakan jajanan tradisional.

Tak hanya berhenti di pengolahan jajanannya. Di buku ini juga diceritakan tentang penggunaan biopori untuk mengelola sampah organik yang dihasilkan. Anak-anak pun adi akrab dengan proses tersebut. Kerasa sekali, bahwa sekolah ini ingin menunjukkan bahwa kita tidak bisa lepas dari alam. oleh karena itu, kita bagaimana caranya agar dekat, kedekatan alam dihadirkan dalam suasana kantin, makanan dan cemilan para siswa, serta berbagai tumbuhan yang acapkali menjadi kerumunan anak-anak untuk bermain, memanjat, dan bahkan memanen berbagai buah yang tumbuh. Oh iya, sekolah ini tidak menggunakan desain gedung pada umumnya, melainkan ruang terbuka.

Baca juga : Kurangi Sampah Rumah Tangga dengan Kompos Takakura

Hal yang serunya lagi, anak-anak diberikan kebebasan untuk dekat dengan alam dalam kegiatan belajar mengajar mereka. Ada satu kegiatan yang namanya riset. Riset ini memberikan keleluasan pada anak untuk menemukan jawaban dari keingintahuan mereka terhadap sesuatu dengan memanfaatkan apa yang ada di sekitar.

sekolah anak sanggar jogja
Friska sedang mempresentasikan hasil risetnya di depan para murid, fasilitator, dan orang tua

Friska yang penasaran dengan tanaman dan kebun mencari narasumber, menyiapkan pertanyaan, dan membuat presentasi dari hasil risetnya tersebut. Unik bukan, bahkan ternyata hal yang ada di sekitar kita saja bisa kita ulik lebih dalam. Malah seringnya yang kita konsumsi saja kita asal hap hap saja tanpa tahu manfaat dari makanan yang kita makan tersebut kan?

3. Mengenal budaya masyarakat lebih dekat

Sekolah memang membuat kita belajar tentang sosialisasi antar teman, namun lebih luas untuk membuat kita terbiasa hidup di masyarakat, pasar bisa menjadi salah satu tempat untuk kita belajar banyak hal, dari mulai tawar menawar, belajar mempertimbangkan, bijak berbelanja, paham proses jual-beli, hingga cara menjalin relasi dengan para penjual dan pembeli bisa kita pelajari di pasar.

Makanya, menarik perhatian saya ketika konsep pasar ini ditonjolkan menjadi media anak-anak untuk berkreasi. 

Mereka membuat konsep miniatur pasar dalam suatu acara sekolah. Ada yang menjadi pedagang, pembeli, petugas keamanan, hingga petugas hadir dalam kegiatan tersebut. Tentu semua petugasnya adalah para siswa.

Ah iya, selain belajar pasar-pasaran, mereka pun berkunjung ke pasar sungguhan. 

Terbayang kan betapa hebohnya anak-anak yang belajar berbelanja ke pasar besar. Dengan latar cerita salah satu pasar tradisional di Yogyakarta, anak-anak dilatih untuk berinteraksi dengan para penjual. Tidak hanya sekadar tentang urusan jual beli. Mereka pun diajarkan untuk mengobrol dengan penjualnya. Relasi sosial yang nyata memang seharusnya tidak sekadar membincang hal yang terbatas bukan?

Selanjutnya, setiap setelah kegiatan, pastinya anak-anak akan diminta untuk mencatat dan menceritakan ulang dalam laporan yang akan dipresentasikannya atau dilaporkan pada fasilitatornya esok hari. 

4. Akrab secara personal

Secara relasi, hubungan antara siswa memang biasanya lebih melekat dibandingkan dengan guru, apalagi dengan para wali murid. Sepertinya masih jarang terdengar ya.

Orang tua dalam konsep sekolah baru Friska ini memiliki wadah untuk menjalin relasi dengan para fasilitator, anak-anak, bahkan sesama wali murid sendiri. 

Setiap acara besar, para orang tua dilibatkan untuk hadir. Antar anak pun karena jumlah siswanya lebih sedikit jadi keakraban pun lebih terjalin. Meski begitu, dengan berbagai murid dari berbagai kelas pun tetap terjalin keakraban karena adanya event bersama.

Yang unik, di SALAM ini tidak hadir sosok yang namanya guru. Yup, bukan guru tapi namanya fasilitator. Karenanya panggilan pun dibuat lebih akrab. Bukan lagi bu guru atau pak guru tapi Mba dan Mas. Hihi, unik ya.

Konsep ini bisa jadi untuk menjadikan sekolah seperti rumah sendiri. Bukan hanya dari bangunannya. Namun juga kehangatan dari para penghuni, keakraban dari para fasilitator dan kehadiran para orang tua membuat semua merasa memiliki SALAM sepenuhnya. 

Kesimpulan

Jadi cerita dalam Friska dan Sekolah Barunya ini fiktif atau non fiktif? Well, cerita ini diambil dari pengalaman sang penulis dengan pengalamannya selama sekolah di SALAM. Tentu saja konsep yang saya sebutkan di atas itu memang benar-benar ada dan dilakukan di sekolah tersebut.

Dari cuplikan cerita Friska di atas, bagian mana nih kira-kira yang mengulik pemikiran teman-teman? Sila berbagi di kolom komentar ya.

Buku : Friska dan Sekolah Barunya

Penulis : Kurnia P. Kusumaningrum

Ilustrator dan isi : Rachel Cahya Gunita

Penata Letak : Gin Teguh

Jumlah halaman : 156 halaman

Penerbit : Lingkarantarnusa

Ghina Hai, saya Ghina. Perempuan pecinta pagi, pendengar setia radio dan podcast, menulis tentang kehidupan perempuan dan hal terkait dengannya.

20 Replies to “Review Buku Anak, Friska dan Sekolah Barunya”

  1. Keren banget ya, menulis melalui pengalaman sendiri.
    Waktu saya kecil dulu, buku kayak gini jadi buku favorit saya buat dibaca, entah mengapa anak saya malah lebih suka baca komik, tapi untungnya dia tetep suka baca buku ilmu pengetahuan, meski nggak berbentuk komik.
    Padahal, buku-buku anak gini, banyak juga hal menariknya, apalagi kalau ditulis berdasarkan kisah nyata atau pengalaman pribadi 🙂

  2. Suka banget dengan sekolah alam model gini ya kak. Jadi keinget waktu kecil, sekolah tuh seru banget. Bukunya sangat mengedukasi, jujur, pingin banget si kecilku sekolah di sekolah alam. Cuma jauh dari rumah…

  3. Sekolah alam memang unik dan menarik. Menginspirasi pokoknya. Terbayang itu serunya ketika siswa buat miniatur pasar dan masing-masing siswa berperan sesuai dengan perannya. Anak jadi praktis langsung. Belajar berinteraksi dan bersosialisasi ya

  4. Enak kalo baca buku yang diambil dari kisah nyata dan pengalaman sendiri. Saya ngerasain sulitnya anak-anak untuk adaptasi ketika pindah sekolah. Namun suasana di sekolah jugalah yang bisa bikin betah untuk sekolah.

  5. Wah menarik banget baca sinopsisnya. Memang sekarang ini di sana sekolah alam sedang mengalami tren ya, kak? Ada salah satu yang aku tau juga dari seorang teman.

  6. Adakalanya penulis terinspirasi dari pengalaman terdekatnya termasuk kehidupannya, maka biasanya akan lebih mengalir deskripsi ceritanya.
    Jadinya yang mau tahu lebih lanjut tentang sekolah alam, bisa baca dulu nih ya kisah Friska

  7. Menarik memang konsep Salam ini. Metode yang digunakan membuat sekolah bisa menjadi sesuatu yang menyenangkan tidak membebani.

  8. wah penasaran sama isi bukunya mba Ghina, kebetulan banget soalnya saya lagi di rumah dan senang baca-baca buku bacaan seperti ini. Apalagi saya suka aktif di dunia mengajar dan setuju banget sih, menyebutnya dengan istilah fasilitator bukan sebagai guru. Dan ini bisa jadi bentuk atau salah satu cara mendekatkan hubungan antara siswa dan pengajar

  9. keren nih konsep promosi sekolahnya. Nggak perlu buat seperti buku profil sekolah yang kadang malah bosenin. Mending begini ya jadi lebih menarik orang buat baca

  10. Belajar di SALAM pastinya menyenangkan, ya. Konsep belajarnya berbeda dengan pendidikan pada umumnya. Kalau saja ada sekolah semacam itu sejak dulu, sepertinya saya akan senang sekali belajar di sana, dan anak-anak saya pun akan saya sekolahkan ke sana. Cara belajar yang menyenangkan, ya…

  11. Banyak sekali model sekolah alam seperti SALAM namun sepertinya Jogja menjadikan SALAM tentu banyak kelebihan dan perbedaan dari sekolah lainnya ya. Pengalaman Friska yang awalnya sulit melupakan Jakarta jadi berubah dan betah di Jogja pasti yaa, apalagi sekolah SALAM memiliki keunikan program-programnya.

  12. Asikkk dapat rekomendasi buku! Udah cukup lama nih nggak beli buku untuk anak-anak🤭 banyak pelajaran bagus ya, bisa dibaca anak remaja bahkan orang tua juga.

  13. Aku jadi inget sama sekolah alam lupa namanya di jogja, mirip seperti sekolahnya friska ini. Kepengen sebnernya anak sekolah di tempat seperti itu, tapi di sini ngga adaaa huhu

  14. Bacaan yang bagus ini buku Friska dan sekolah barunya ini. Jadi penasaran isi bukunya. Kebetulan aku juga pembaca addict, yang wajib baca sebelum tidur. Bisa jadi selingan nih buku ini

  15. Dari alam, untuk Alam , kembali ke alam, seru banget yah sekolah alam SALAM ini, dulu pengen banget bisa sekolahin anak disekolah alam..sayang pada jauh dari rumah. Jadi yah cm jadi angan2 aja. Baca review buku ini jadi serasa ikut membayangkan masa sekolah Friska ini.

  16. Sekolah yang seru, tidak terkungkung, tidak ada peraturan, adanya kesepakatan bersama yang harus dijalankan. Selain itu, mereka bisa bebas bergerak karena di ruang terbuka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Captcha loading...

error: Content is protected !!