Ini adalah tentang niat dan kesungguhan. Demikian penuturan Bapak dalam penyampaian ngajinya pada kali ini. Malam selasa, 7 oktober 2013. Tentang menghafal ini dari sekian ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an tidak ada satupun ayat yang memerintahkan kita untuk menghafal Al-Qur’an. Namun sangat banyak ayat yang memberikan keterangan betapa buruknya orang-orang yang meninggalkan Al-Qur’an, bahkan akan diberikan adzab yang sangat pedih olehNya, demikian firman Al-Qur’an. Ini adalah mafhum mukhalafah untuk memahami apa yang pengertian sebuah ungkapan yang terdapat dalam sebuah Ayat-Nya.
Oleh karenanya, Bapak menuturkan bahwa seorang penghafal itu jangan hanya sekedar menghafal. Ketika seorang penghafal dengan hafidzul Qur’an-nya hanya sekedar menghafal kata-kata yang terdapat dalam Al-Qur’an, lalu apa bedanya dengan kita yang hanya memegang Al-Qur’an saja. Toh sama-sama memegang kata-kata Al-Qur’an juga kan? hanya saja bedanya yang memegang bisa melihat langsung kata-kata yang terdapat didalamnya, sedangkan yang menghafal bisa melafalkannya dengan tanpa melihat Al-Qur’an.
Bahkan bila dibandingkan, akan lebih baik seseorang yang membaca sambil melihat Al-Qur’an namun bacaannya fashih, tartil dan bagus dibandingkan dengan yang menghafal namun bacaannya masih berantakan, apalagi jika tajwidnya saja masih belum baik.
“Akan tetapi yang diharapkan dari seorang penghafal Al-Qur’an bukan hanya sekedar seorang hafidzul Qur’an Nak,” Bapak sangat mewanti-wanti untuk hal ini hingga mengucapkan kata-kata tersebut beberapa kali. Beliau sangat mengharapkan seorang hafidzul Qur’an juga mampu menjadi seorang “Hamilul Qur’an”. Haamilu yang berasal dari kata Hamala dengan arti “mengandung” memiliki makna lebih dari sebagai seorang yang sedang mengembang niat untuk menghafal Al-Qur’an saja. Karena dalam setiap penjagaannya dalam Al-Qur’an mengandung berbagai macam ajaran dan pelajaran terutama tentang Akhlaq dan aqidah.
“Dan seharusnya sebagai seorang penghafal juga harus mengandung hal-hal tersebut. susah bukan? ya, kita masih berada di tataran rendah dan tingkatan bawah sebagai pengahafal Al-Qur’an, bahkan akhlaq dan keimanan kita pun masih rendah jauh dengan apa yang telah disampaikan Al-Qur’an dalam kandungan ayatnya.”
Bapak menitikberatkan pada pernyataan demikian, sepertinya karena sangat khawatir dengan keadaan dan niatan kami yang masih saja bergelut dengan “dunia”. dan penjagaan kita untuk menjaga ayat-ayatNya saja masih keteteran, apalagi untuk menjaga banyak terutama menjaga hati, di usia seperti ini memang sangat susah. Karenanya, setidaknya, saat ini, kamu, aku, kita dan mereka yang sedang menghafal Al-Qur’an hendaknya hidup lebih prihatin dan secara perlahan mampu melepas “noda-noda” dunia untuk menyegerkan niat kembali dalam berproses untuk menjadi seorang ‘Hamilul Qur’an”.
Lantai dua Pondok Hamidea, Senin, 7 Oktober 2013.