Author : Ghina Rahmatika, completed by Daniel Adiputra Kurniawan
Pemberangkatan
Senin, 1 Juli 2013
Teriknya matahari siang itu tidak menyurutkan niat kami. Ya, kami ber-duapuluhdua orang, mahasiswa UGM hendak mengemban tugas pengabdian kami ke masyarakat sebagai bakti kami kepada nusa bangsa, Republik Indonesia tercinta. Berangkat dari Graha Sabha Permana, deru motor kami membelah jalanan di Yogyakarta.
Keluar dari gerbang kampus, melewati padatnya kota Yogyakarta, perlahan tapi pasti kami telah meninggalkan riuh keramaian kota tergantikan dengan pemandangan yang sudah jarang terlihat di perkotaan. Sawah hijau terbentang seluas mata memandang dan pepohonan rindang tinggi menjulang.
Margoagung, Seyegan, Sleman, di sanalah kami akan tinggal selama dua bulan membangun dan memberdayakan masyarakat. Di sana Tim KKN kami terbagi dalam 3 subunit yang masing-masing bertempat di padukuhan Dukuh, padukuhan Watukarung, dan padukuhan Tegalgentan. Selama itu pula kami akan menghadapi berbagai tantangan bersama-sama, kerjasama akan diuji, kemandirian akan dilatih, dan kepribadian dewasa sudah pasti akan ditempa. Unit SLM 21, satu keluarga untuk selamanya.
Inilah secuil dunia nyata bagi kami para mahasiswa. Pastinya terdapat suka dan duka. Tak jarang juga pengalaman dan pengetahuan baru kami peroleh. Melalui sedikit kisah yang akan kami sampaikan, semoga dapat menggugah inspirasi dan menambah wawasan para pembaca sekalian.
Di desa tersebut kami tidak sendiri, karena di sana terdapat juga Tim KKN Unit SLM 11 yang berlokasi di padukuhan lain namun masih dalam satu desa yang sama.
KKN di Desa Margoagung
Karena bermasyarakat adalah sebuah keharusan, dan kita sebagai seseorang yang sedang mencari ilmu untuk bekal di masa depan, ketika hendak menyebarkan sedikit ilmu yang telah didapatkan, tiadalah sebuah balasan yang tepat saat menyebarkan sedikit ilmu yang telah kita dapatkan sejak dari bangku sekolah dasar hingga kini di bangku kuliah, hingga sudah sewajarnya kita yang kini mendapati status sebagai seorang mahasiswa untuk belajar hidup bermasyarakat. Kuliah Kerja Nyata atau biasa disebut KKN merupakan salah satu sarana yang disediakan oleh lembaga universitas yang mendidik mahasiswa untuk belajar bermasyarakat menempatakan mahasiswa pada lingkungan-lingkungan yang membutuhkan sentuhan calon ahli-ahli dari berbagai disiplin ilmu untuk dikembangkan dan disiarkan kepada masyarakat.
Sebagian besar dari tempat KKN merupakan desa yang masih sangat membutuhkan sentuhan dari mereka yang lebih “berpendidikan” untuk mengembangkan kualitas dan pemikiran mereka agar dapat lebih maju. Bukan dengan maksud untuk menggurui ataupun untuk menjadi sok pintar dengan hanya secuil pengetahuan yang didapatkan semasa kuliah 3 tahun ini. Namun yang didapatkan dari kegiatan KKN ini adalah sebuah proses belajar dan berbagi.
Kita sebagai mahasiswa belajar untuk membagikan sedikit pengetahuan yang telah didapatkan di bangku kuliah untuk kemudian dikembangkan ataupun diaplikasikan dalam kehidupan nyata di masyarakat, dan kita pun belajar untuk hidup bermasyarakat, belajar bagaimana caranya berbicara dengan masyarakat, belajar bagaimana caranya berinteraksi dengan yang lebih tua daripada kita, belajar bagaimana caranya mengajar yang baik, belajar bagaimana caranya mempelajari kehidupan masyarakat dengan berbagai mata pencaharian mereka. Karena belajar tak selamanya tentang ilmu pengetahuan semata, namun belajar tentang hidup dapat kita dapatkan dari kehidupan yang kita jalani bersama masyarakat.
Selain belajar untuk saling belajar, kita sebagai mahasiswa mengajarkan ilmu pengetahuan yang kita dapatkan di kampus, dan masyarakat pun mengajarkan ilmu sosial untuk lebih mengenal sesama dan berbagi ilmu yang berkaitan dengan bermasyarakat secara tidak langsung kita juga belajar untuk saling berbagi dengan sesama. Berbagi pengetahuan salah satunya. Dengan “berbagi” menjadikan kita sebagai mahasiswa yang biasanya kadang sering egois dan hanya mementingkan dirinya sendiri belajar untuk berbagi dengan masyarakat, berbagi pengetahuan lah salah satunya.
Di desa Margoagung tempat kami, tim Unit SLM-21 bertempat tinggal merupakan tempat yang sangat religius dan desanya masih sangat ramah lingkungan begitupun juga orang-orangnya, masih sangat ramah terhadap sesama. Bertempat tinggal disini serasa benar-benar berada di lingkungan yang sangat ndeso. Dengan segala budaya dan kegiatan yang ada, kultur agama menjadi salah satu hal yang sangat dipegang erat di desa ini. hampir dari setiap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat kebanyakan menggunakan hari-hari wetonan untuk mengingatkan mereka pada kegiatan mereka, baik itu pahing, pon, wage kliwon, maupun manis, semuanya pasti ada kegiatan yang mengiringinyam dari mulai rapat, kumpul warga, kumpul karang taruna, rapat ibu-ibu PKK, hingga rapat peternakpun menggunakan wetonan harian itu. Sehingga kegiatan di desa Margoagung terutama di pedukuhan Dukuh tempat kami tinggal biasanya kegiatan yang ada itu dilaksanakan setiap 35 hari setiap kalinya.
Belajar beternak Sapi
Dengan program tema tentang peternakan menjadikan kami sebagai mahasiswa KKN harus belajar juga tentang bagaimana caranya beternak yang baik, bagaimana caranya untuk memberi makan yang baik, dan berbagai macam cara yang harus kami pelajari untuk bisa menjadi seorang “peternak instan”. Dengan waktu yang hanya 2 (dua) bulan tentu tidaklah cukup bagi kami untuk bisa belajar atau bahkan mengajarkan hal-hal yang terkait dengan peternakan kepada peternak yang jelas-jelas lebih ahli untuk masalah-masalah ternak. Jelas saja, karena memang mereka setiap harinya saja bergelut dengan sapi tentu saja mereka lebih tahu banyak cara-cara mengurusi sapinya daripada kita yang apalagi bukan berasal dari jurusan peternakan. Karena nyatanya, dari 22 mahasiswa yang diterjunkan oleh LPPM untuk tinggal di Desa Margoagung tidak ada satupun yang berasal dari jurusan Peternakan.
Namun meskipun demikian, melalui kerjasama dengan KP4 sebagai mitra UGM yang fokus dalam penelitian dan pengembangan pertanian termasuk juga dalam pengembangan peternakan mencoba memberikan arahan yang cukup keras kepada kita untuk belajar tentang cara beternak yang baik, baik dalam hal pembuatan pakannya, hingga pemanfaatan limbah kotoran sapi tersebut. dengan berbagai keterbatasan namun pula didukung dengan keinginan yang kuat, kami mencoba untuk belajar hal-hal tentang ternak hingga kamipun akhirnya terbiasa pula untuk bersinggungan dengan sapi-sapi peternak tersebut, bahkan hingga bersentuhan dengan kotorannya. Hal yang cukup menjijikan, mungkin hal tersebut yang awal muncul di fikiran kita saat disebut-sebut nama kotoran sapi tersebut. namun lama-kelamaan, kita menjadi terbiasa dengan hal-hal tersebut bahkan hingga menjadikan kita tahu berbagai macam keluhan dan obat-obat yang berhubungan dengan sapi.
Ternyata sapi memiliki banyak kelebihan yang kita sendiri sering tidak menyadarinya. Dari sapi kita belajar tentang bagaimana menjadi seorang anak yang sangat setia kepada Ibunya. Dari sapi kita belajar bagaimana cara memilih makan yang baik, karena ternyata sapi tidak memakan makanan yang sudah diberikan kemarin harinya. Ya belajar untuk selektif. Sedikit pelajaran itu setidaknya bisa menjadikan kita tersadar dengan segala ciptaanNya yang sedemikian rupa-pun mampu mengerti arti sebuah pilihan “mana yang baik dan mana yang buruk” , yang dalam hal tersebut pun seharusnya kita sebagai manusia lebih menguasai hal tersebut.
Religiusitas yang menggema di setiap sudut pedukuhan
Seperti telah disebutkan diatas, Desa Margoagung masih memegang adat leluhurnya terutama kebudayaannya sehingga religiusitas yang ada pun masih terikat dengan beberapa kebiasaan yang ada di masyarakatnya. Namun tanpa mengurangi syariah yang telah ditentukan tentunya.
Dengan berbagai kegiatan yang ada di desa ini, penggunaan hari wetonan menjadi patokan tersendiri. Hal tersebut dilakukan tidak lain supaya antara kegiatan yang satu dan kegiatan yang lainnya tidak saling bertabrakan. Dan menariknya, dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, baik untuk kegiatan kendurian, malam jum’atan, rapat peternak sapi, rapat karang taruna, rapat ibu-ibu PKK dan rapat-rapat lainnya, rangkaian acaranya selalu diawali dengan kegiatan tahlilan dan ditutup dengan makan-makan. Kegiatan tahlilan seperti sudah menjadi acara wajib yang harus ada untuk keberkahan kelanjutan dari kegiatan tersebut.
Sisi lain dari religiusitasnya juga bisa dilihat dari kegiatan di masjid-masjidnya. Kegiatan TPA sudah menjadi acara rutin yang dilakukan di masing-masing masjid, dan rumah rumah warga juga ada yang menyelenggarakan. Anak-anak dari usia 2 tahun bahkan sudah ikut-ikutan kegiatan TPA ini. dengan nyanyian-nyanyian khas anak TPA dari mulai mars TPA yang diiringi dengan tepuk tangan hingga lagu-lagu baru lainnya menjadi salah satu kegiatan yang meramaikan kegiatan di TPA.
Dan saat Ramdhan menjelang, kegiatan di pedukuhan ini semakin terasa hangat disambut oleh masyarakat. Kegiatan-kegiatan rutin seperti ke sawah, beternak, dan kegiatan rutin lainnya mereka selesaikan pada waktu sebelu jam ashar menjelang. Karena setelah itu masyarakat segera berbondong-bondong untuk mengikuti kegiatan ceramah sore yang dilaksanakan di masjid maupun mempersiapkan masakan untuk berbuka puasa.
Kebersamaan masyarakat dari berbagai kalangan juga sangat terasa, dari kegiatan relji yang dilakukan masjid, seluruh kalangan baik dari yang anak kecil, remaja, hingga yang sepuh meramaikan masjid untuk memeriahkan bulan ramdhan. Setiap shubuh menjelang, suasana masjid tetap penuh dan justeru yang paling banyak datang itu adalah mereka yang sudah tua renta. Dengan diiringi oleh kuliah shubuh dari Imam, diskusi ringan sering muncul setelahnya untuk membahas materi kuliah shubuh yang telah disampaikan.
Sedangkan kegiatan ceramah sore merupakan kegiatan yang cukup ramai. Dengan diiringi oleh pengajian terlebih dahulu oleh Pak Kyai-nya, para remaja masjid mempersiapkan suguhan untuk berbuka puasa. Suguhannya itu merupakan suguhuan yang dikumpulkan oleh ibu-ibu dari tiap RT dengan jadwal yang telah dibuat untuk memberikan makan berbuka puasa. Malamnya lebih ramai lagi dengan diiringi kegiatan tarawih bersama dan dilanjut dengan sedikit ceramah serta tadarusan.
Dan malam takbiran-pun tak kalah ramainya. Kegiatan rutin yang dilakukan biasanya adalah bertakbir keliling dengan menggunakan mobil pick-up untuk mengiringi takbiran mengelilingi sepanjang desa margoagung. Gemuruh takbir menggema di setiap penjuru pedukuhan dengan semangat dari masyarakat yang sangat luar biasa untuk menyambut Idul Fitri ini.
Upacara Adat
Lestarinya adat dan budaya merupakan hal yang patut kita banggakan dan harus dijaga, karena banyak nilai dan filosofi luhur yang terkandung di dalamnya.
Seperti umumnya masyarakat di Jawa, tradisi seperti kenduri dan silaturahmi masih sangat kental.
Salah satu ciri khas dari masyarakat di sini adalah adanya situs bersejarah berupa makam dan petilasan dari Mbah Bergas. Mbah Bergas merupakan tokoh yang sangat dihormati oleh masyarakat desa ini, khususnya warga Dusun Ngino. Menurut cerita dari warga, beliau adalah pengikut Sunan Kalijaga yang menyebarkan agama Islam di Desa Margoagung dan diepercaya sebagai salah satu pendiri Dusun Ngino, salah satu dusun di desa ini.
Di dekat situs ini juga terdapat situs Sendang Planangan, salah satu sendang yang juga dikeramatkan. Berupa dua buah sendang yang bersebelahan, di mana air salah satu sendang jauh lebih jernih dari sendang satunya yang hanya berada di sebelahnya.
Jika pada umumnya upacara hari kemerdekaan dilaksanakan memakai baju resmi nasional, maka tidak jauh berbeda juga dengan masyarakat di desa ini, upacara hari kemerdekaan dilaksanakan menggunakan “tata cara baku” di lapangan dekat kantor Kecamatan Seyegan. Namun, di samping itu masyarakat di desa kami juga mengadakan upacara yang terbilang unik. Mirip dengan upacara hari kemerdekaan pada umumnya, hanya saja para peserta yang mengikuti upacara ini mengunakan pakaian adat Jawa ala pejuang pada jaman dulu dan bahasa yang digunakan adalah Bahasa Jawa, kecuali pada pembacaan Teks Proklamasi dan Pancasila.
Inti dari upacara ini adalah pengibaran bendera, pembina upacara tidak memberikan pidato seperti biasanya, sehingga upacara ini terbilang cukup singkat.
Iringan gamelan pun ikut menyemarakkan upacara ini. Setiap gerak petugas upacara diiringi oleh musik tradisional, di mana langkah mereka selaras dengan irama bunyi gamelan, misalnya saat pembina upacara memasuki lapangan upacara, saat inspeksi barisan, saat persiapan pengibaran bendera, dan saat pembina upacara meninggalkan lapangan upacara.
Upacara dilanjutkan dengan ramah tamah dan Kirab Bregodo.
Dari Kami untuk Mereka
Selama dua bulan menjalankan kegiatan KKN di Desa Margoagung, terasa banyak pelajaran yang didapatkan selama disana. Kebersamaan, kekeluargaan, rasa gotong royong, dan partisipasi yang besar telah menjadikan dua bulan KKN ini menjadi dua bulan yang sangat luar biasa.
Dari semua kegiatan yang telah dilaksanakan, kami merasakan partisipasi yang sangat luar biasa diberikan oleh masyarakat desa ini. Dengan pengumuman yang bermodalkan TOA dari kelompok ternak telah menjadikan hampir semua kegiatan didatangi oleh masyarakat banyak. Namun partisipasi mereka telah memberikan semangat pula bagi kami untuk dapat terus bersilaturahmi dengan masyarakat Desa Margoagung ini.
Dari Program tema “Peternakan” yang kami laksanakan, program-program besar seperti pembuatan demplot burger pakan sapi, pupuk kompos, pupuk cair, pembuatan komposter limbah rumah tangga, praktek pamanfaatan barang-barang dari limbah rumah tangga, dan beberapa kegiatan lainnya diharapkan menjadi bermanfaat untuk mereka.
Di sini, kami pernah mengadakan penyuluhan di malam hari, karena pada siang hari masyarakat di sini bekerja masing-masing namun tetap dihadiri oleh banyak orang karena antusiasme warga yang tinggi. Membuat pakan sapi bersama warga di kandang pada malam hari. Menanam bibit tanaman buah, perindang, penghijauan desa, dan toga. Bersepeda bersama warga berkeliling desa. Pengobatan gratis untuk warga. Bermain dan belajar bersama anak usia sekolah maupun karang taruna. Mengadakan survei. Memetakan desa. Membantu petugas kecamatan melayani ribuan orang yang hadir ke kantor pos pada akhir pekan untuk mengambil BLSM. Membantu petugas piket kelurahan, dan masih banyak lagi.
Demikianlah suka, duka, berbaur dalam semangat. Tak mungkin cukup untuk diungkapkan dalam tulisan yang terbatas. Seluas mata memandang, seluas itu pula kita dapat mengabdikan diri untuk sesama. Membagi ilmu, mengikat tali persaudaraan. Memaknai hidup sebagai manusia. Karena pada hakikatnya, hidup haruslah berbagi.
Terima kasih, adalah dua kata yang mungkin dapat mewakili perasaan kami. Terima kasih atas sambutan, terima kasih atas antusiasme, atas dukungan, atas bimbingan, dan untuk semua pengalaman berharga sebelum, selama, dan sesudah kami menjalani KKN.
Sekian sekilas cerita tentang kami dan mereka. 2 (dua) bulan yang sangat luar biasa bersama masyarakat Desa Margoagung. Terima kasih.