Setiap apa yang kita lakukan itu pasti ada balasannya, karenanya istilah ganjaran merupakan akibat/hasil dari apa-apa yang kita lakukan. Dalam ibadah pun demikian, hanya saja justeru banyak orang yang mudah teriming-iming dan hanya akan teriming-iming jika tahu ganjaran apa yang akan didapatkan jika melakukan suatu amalan tertentu.
Nah, Ramadhan ini, dengan istimewanya memberikan ruang yang sangat luas bagi setiap muslim untuk mencari dan mengumpulkan pahala sebanyak-banyaknya. Berbagai ceramah di setiap kultum menjelang magrib dan kuliah pun memerintahkan demikian kurang lebih isinya. Bahkan kita ingat ketika kita masih berada di bangku sekolah dasar, setiap bulan ramadhan kita diberi buku catatan kegiatan ramadhan supaya kegiatan kita selama bulan ramadhan tidak sia-sia, begitu kurang lebih yang dimaksudkan oleh sang Guru kepada siswanya. Sehingga yang menjadi pemandangan di masjid saat kultum menjelang magrib ataupun kuliah shubuh itu kebanyakan diramaikan oleh keberadaan anak-anak kecil yang masih berumuran sekitar 6-12 tahun. Pada pemudanya malah biasanya nongkrong-nongkrong ngabuburit di tempat-tempat tongkrongan.
Anak-anak sangat rajin mengikuti ceramah kurang lebih karena untuk mengisi buku kegiatan bulan ramadhannya, sedangkan para pemuda yang memang sudah tidak mendapatkan buku kegiatan bulan ramadhan lebih merasa leluasa untuk tidak mengikuti kegiatan tersebut. Ini hanyalah contoh kecil dari peran “ganjaran” yang menjadi pemandangan rutin selama ramadhan. Jelas anak-anak kecil itu ikut meramaikan supaya dapat nilai yang baik dari gurunya, sedangkan anak muda lebih merasa gengsi untuk datang ke masjid atau malah mereka merasa nongkrong dengan ngabuburit akan terlihat lebih keren.
Ganjaran itu berupa balasan, jadi bisa baik bisa juga buruk. Jika dalam sebuah ibadah, apabila ganjaran itu baik diamalkannya akan mendapatkan pahala, jika amalannya tidak baik maka ada yang menjadikannya dosa, namun ada juga yang tidak berpengaruh apa-apa pula. Tapi kebanyakan, ganjaran yang baik berupa pahala itu menjadi satu hal yang cukup menggiurkan. Secara awam, kebanyakan dari kita beramal itu untuk mendapatkan pahala. Yaaa memang tidak dapat disalahkan pula karena memang setiap amalan pasti ada pahalanya. Tapi apakah kita hanya memandang pahala sebagai patokan ibadah kita?
Rasanya di titik inilah kita harus belajar memaknai makna ikhlas dari setiapa apapun yang kita lakukan. Bukankah dengan tanpa pamrih akan semakin ringan ibadah yang kita lakukan? Karena memperhitungkan pahala bisa jadi kamu mencoba tawar menawar dengan Tuhanmu, seberani itukah kamu?
Ganjaran itu memiliki dua sisi, sisi satu adalah pahala dan sisi lainnya adalah dosa. Jika kita mematok ibadah karena adanya pahala, ingat pula bahwa bersamanya ada “dosa”. Dan di ramadhan ini, selain karena pahalanya yang berlimpah, dosa juga berlimpah lho! Sisi ini yang justeru seharusnya menjadi pengingat dan pelecut semangat ibadah kita. Dilipatkannya pahala, berarti pula dilipatkannya dosa. Sekecil apapun perbuatannya, jika yang baik maka akan berlipat ganda pahalanya, begitupun juga dengan keburukan yang kita lakukan, sekecil apapun perbuatannya, jika yang buruk maka akan berlipat ganda dosanya. Itu sebabnya, Bapak disini lebih suka menekankan pada apapun yang jika kita tidak melakukannya, maka dosanya pun lebih besar, bukan lebih mengiming-imingkan pada pahalanya.
Kita tidak tahu apakah Ramadhan tahun depan akan kita jumpai atau belum, tapi kita sudah tahu tentang apa-apa yang seharusnya dilakukan dari senyatanya yang sering lakukan, kenapa tidak kita belajar untuk melakukan yang seharusnya. Mulai dari diri sendiri, mulai dari hal yang kecil, dan mulailah sejak hari ini. 🙂
Krapyak, 30 Juni 2014. 12.08 WIB