Menikmati perjalanan dengan menggunakan kendaraan umum seperti kereta, tandanya kita harus berkejaran dengan waktu. Mengecek kepastian tempat dan kedatangan kereta. Kita berlari, seakan waktu begitu sempit dan sedikit yang tersisa.
Menghargai setiap detik, setiap menit. Mereka hayati dan kagumi dengan raut bahagia. Saya pun merasakannya. Terasa saat Nahla dipuji-puji karena lucunya tingkah dia saat menggunakan jaket winter.
Bagi saya itu adalah hal biasa. Bagi mereka adalah sebuah apresiasi. Mereka menghargainya secara tulus. Menunjukkannya dengan senyuman.
Sementara itu, disiplin sudah jadi tradisi mereka. Menghargai waktu. Menepatinya, tidak melebihi, sekalipun sekadar untuk ngobrol.
Saya jarang menikmati kendaraan umum. Padahal bis dan kereta di sini sangat tepat waktu. Sekalinya saya mencoba, masih saja ketinggalan. Waktu begitu cepat berlalu, dan saya begitu lambat melangkah. Tidak terbiasa.
Kendaraan, baik kereta maupun bus memang sudah terkoneksi dengan baik. Maka tidak ada lagi waktu untuk menunggu. Kita perlu berkejaran.
Sejak naik kereta, kita sudah diarahkan. Waktu untuk turun, naik kereta selanjutnya, naik bus berikutnya. Semua sudah ada keterangan baik nama kendaraan dan waktunya. Tugas kita adalah menepati. Bergegas. Telat semenit saja, seluruh rangkaian perjalanan akan berganti total.
Menghargai waktu adalah nilai pertama yang saya dapatkan. Saat di Indonesia, ketepatan waktu adalah barang mewah. Jadwal kereta api sudah cukup tepat waktu. Terkadang telat, tapi tidak terlalu lama. Masih lebih baik daripada bis kota yang tak terprediksi. Datang dan pergi tak tentu waktunya.