Ghina Hai, saya Ghina. Perempuan pecinta pagi, pendengar setia radio dan podcast, menulis tentang kehidupan perempuan dan hal terkait dengannya.

Jalan pintas

1 min read

Kemarin, perjalanan menuju Venuslaan saya mencoba untuk melewati jalan lain. Jalan depan Paddepoel. Jalan pintas seharusnya memang lebih cepat. Mengurangi keterbuangan waktu untuk kemanfaatan waktu.

Nyatanya mencari jalan pintas tak selamanya mengurangi keterbuangan waktu. Saya sih masih sering nyasar. Termasuk saat iseng jalan lewat Paddepoel. Terkadang otak berfikir sejenak, mencoba mengira-ngira jalan yang akan ditempuh.  Tapi sudah berusaha keras untuk mengira-ngira jalan pun, tetap saja tidak lihai. Hanya terus berputar, tersesat, bahkan bisa sampai menyerah.

Untungnya, kemarin perjalanan cukup berjalan dengan lancar. Hanya melewati satu putaran yang tersesat.


Selama di Groningen, saya sering main ke Planetenlaan. Berhubung tempat tinggal saya cukup jauh dari komunitas orang-orang Indonesia, saya jadi sering bermain kesana untuk mencari teman ngobrol, teman berbagi cerita, dan curhat. Perjalanan yang ditempuh lumayan jauh, dengan bersepeda bisa ditempuh sekitar 20 hingga 30 menit. 

Jalan yang saya ketahui untuk melewati Planetenlaan hanya 2, bisa melewati vismarkt, bisa juga melewati primark. Padahal Groningen itu sangat kecil dan bisa ditempuh lewat jalan manapun tetap akan sampai, asal teliti jalannya.

Awal-awal disini, berhubung sepeda masih satu, kemana-mana saya dan Nahla dibonceng oleh suami. Kita bertiga kemana-mana. Saya yakin sih, suami pasti sangat berat membawa kami yang jelas tidak lebih ringan dari membawa belanjaan. 

Martini Torren

Selama dibonceng, perjalanan ke satu tujuan saja suami selalu melewati berbagai jalan. Terkadang lewat Vismarkt, Primark, Oude Botteringstraat, dan jalan-jalan lainnya. Konon katanya, otak laki-laki memang memiliki kemampuan lebih tajam dalam hal navigasi.  

Beberapa bulan setelahnya, akhirnya saya mendapati sebuah sepeda yang memiliki tempat dudukan untuk anak kecil. Saya tidak yakin bisa membawa sepeda seperti fixie yang tanpa rem atau sepeda yang rem belakangnya menggunakan pedal. Untungnya sepeda yang saya dapati adalah sepeda dengan rem belakang dan depan menggunakan tangan.

Hal selanjutnya yang perlu dipelajari adalah jalan. Selama dibonceng tentu seringkali kita tidak begitu mengingat-ingat jalan. Sekalipun mencoba mengingatnya, selama pengalaman saya berkendaraan, ingatan itu tidak begitu kuat melebihi mengingat jalan dengan membawa sepeda sendiri.

Saat saya sudah tahu jalan yang saya akan tempuh, maka hanya jalan itu saja yang akan sering saya lewati. Antara ogah-ogahan dan takut tersesat jika harus melewati jalan lain. 

11 Simple Keyboard Shortcuts That Will Save You Time
pinterest

Tidak heran, perempuan biasanya lebih cenderung menempuh jalan yang sama menuju satu tujuan. Adakah yang begitu?

Perempuan memang tidak mudah mengingat jalan, dan tidak cermat untuk mengingat-ingat maupun mencerna sebuah titik jalan. Eh entah juga sih, mungkin hanya kelemahan saya dan beberapa perempuan lainnya.Tapi melewati jalan pintas jika memang sudah hafal tak ada salahnya dicoba. Sesekali kita perlu suasana baru tentunya. 

Memilih jalan pintas atau biasa dikenal dengan jalan tikus tentu tidak ada salahnya. Selain memudahkan, jalan pintas membuat pekerjaan terasa lebih ringan. Belajar alat-alat elektronik, misalnya. Akan tetapi, menerapkan jalan pintas untuk segala hal tentu tidak selalu benar. Belajar agama misalnya. Ehm.

Ghina Hai, saya Ghina. Perempuan pecinta pagi, pendengar setia radio dan podcast, menulis tentang kehidupan perempuan dan hal terkait dengannya.

6 Replies to “Jalan pintas”

  1. “perempuan lebih lemah dalam navigasi” –> istri saya sering bilang belok kanan, padahal di kanan gak ada persimpangan — bahkan masih jalur hijau. yg ada beloknya itu malah di kiri..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Captcha loading...

error: Content is protected !!