Menjaga Waktu
Terbangun di pagi hari, lalu mencari-cari gawai sudah menjadi rutinitas saya, begitupun juga anda barangkali. Dengan alasan mengecek jam, lalu merambah ke beberapa aplikasi dan berbagai sosial media. Tak terrasa waktu pun berlalu sepersekian menit.
Tak dipungkiri, melihat perputaran waktu kini berada dalam genggaman. Bukan lagi dalam lingkar tangan, ataupun tertempel di dinding. Namun, justeru karena waktu dalam genggaman, bukannya semakin terikat untuk menghargai setiap detaknya, malah semakin sering terabaikan, atau acapkali hanya selingan.
Melihat waktu adalah hal penting. Dengannya kita diharapkan menghargai setiap perjalanan bahkan dalam hitungan detiknya. Katanya, sungguh sangat merugi orang yang mengabaikan waktu.
Orang bilang waktu adalah uang. Orang juga bilang bahwa waktu adalah emas.
Itu tandanya perputaran waktu perlu mendatangkan sesuatu. Entah itu ilmu, uang, gerak, maupun hal baru.
Baca juga : Menjahit tangan, berkreasi dalam keterbatasan
Suatu ketika saat diskusi di kelas, tutor bertanya kepadaku tentang waktu. Dia bertanya “Apa yang membuatmu bahagia melihat jam yang ada dalam lingkaran pergelangan tanganmu?
Apa ya? aku terdiam sejenak. Ah, bahkan setelah sekian menit berlalu pun aku sering mengabaikan adanya rasanya bahagia yang bisa muncul.
Lalu apa yang bisa membuat kita bahagia dari memperhatikan waktu?
Tiba-tiba fikiran teringat kala diri sedang berada dalam kesibukan. Saya ternyata menikmati, ada kebahagiaan yang muncul kala semua terlaksana sesuai rencana, atau tersisa sekian menit dari rencana.
Aha, saya fikir rencana itu adalah permulaan dari bab bahagia. Karena bahagia itu diri kita sendiri yang menciptakan. Tak perlu muluk-muluk. Bahkan, karena dari waktu pun bisa membuat kita bahagia.
Baca juga : Tips Menikmati Membaca Al-Qur’an dengan Khusyuk
Saya bahagia ketika masuk kelas tidak terlambat. Saya senang ketika pekerjaan sudah selesai lebih awal dari waktu yang diperkirakan. Saya tertantang ketika apa yang sudah direncanakan terlaksana dengan lancar.
Dari buku Mitch Albom yang berjudul Time Keeper, Miss Rena mengajak kami membuka kembali fikiran yang entah sudah tertutup hingga berdebu tak terjamah. Mengajak kita menyelami waktu. Aku hanya terpongah sepanjang kelas.
Manusia menciptakan kata ‘tepat waktu, terlambat, kesiangan, masa lalu, masa depan dan lain sebagainya yang berhubungan dengan waktu ‘ karena manusia menganggap waktu itu penting. Maka dibuatlah ukuran waktu berupa jam.
Jam : Berubah Bentuk, Berubah Rasa
Jam dinding dan jam tangan sudah menemani kita sedari dini. Ia yang berdenting kala waktu sudah menunjukkan setengah hari telah terlewati. ia yang berdetak dan terabaikan dalam keramaian. Ia yang memberi penanda bahwa petang sudah menjelang.
Saya senang sekali mendengar detaknya detik yang berputar kala suasana hening datang. Saya suka sekali menengok sesekali pada jam tangan, apalagi kala kelas rasanya ingin segera usai, ataupun menunggu roti matang.
Kini, sedikit orang memperhatikan waktu di dinding ataupun jam di tangan. Bahkan sedikit juga yang mementingkan keduanya, sudah digantikan oleh gawai.
Maka, tak ada lagi detak detik yang berputar, atau denting yang berbunyi menandakan siang atau sunyi tengah malam datang. Jam hanya sebatas rangkaian angka yang terpampang di layar.
Seberapa besar pengaruh perubahan wujud jam ke dalam kehidupan kita? Eh, apa iya gegara berubah wujud saja sampai berpengaruh ke dalam kehidupan kita?
Bisa jadi, iya. Detak detik yang memiliki bunyi yang khas seakan memberitahu bahwa waktu terus berputar. Masa kamu tidak menghasilkan apapun dari perubahan yang terjadi? Begitu kira-kira.
Menjaga Waktu : Setting A Timer
Sebagaimana telah disebutkan dan diketahui banyak orang, waktu adalah emas. Kesempatan juga emas. Maka kita perlu menghasilkan sesuatu dalam hitungan yang berjalan tersebut.
Dari kursus yang telah saya ikuti, saya mengenal satu hal yang menarik yang diterapkan di kursusan tersebut : Setting a timer.
Memasang timer berarti mengharuskan kami untuk menyelesaikan sesuatu tepat waktu, dapat mengaplikasikan pengetahuan dalam keterbatasan waktu, dan tentu saja jangan menyia-nyiakan waktu.
Uniknya, rujukan waktu yang digunakan bukan berasal dari gawai kami, ataupun jam dinding di asrama kami. Kami harus menyamakan waktu dengan waktu yang terpampang pada jam dinding di tempat kursusan tersebut.
Alasan utama penyetelah waktu ialah agar ketika kami suatu saaat ikut test TOEFL ataupun IELTS kami sudah terbiasa. Sehingga, bukan hanya sekadar materi yang kami kuasai, namun waktu pun kami dapati.
Awal-awal menerapkan timer itu rasanya sangat membatasi. Sering bahkan fikiran tiba-tiba blank dalam keterbatasan waktu tersebut. Apakah seperti yang dinamakan ‘bekerja dalam tekanan?’ 😀
Mulanya memang tidak terbiasa, tapi ternyata manfaatnya sangat luar biasa. Menerapkan hal tersebut dalam kehidupan sehari-hari pun ternyata berpengaruh cukup besar.
Memasang timer akan membuat kita memperhatikan rangkaian angka di gawai setidaknya. Memasang timer juga akan membuat kita memaksimalkan pengerjaan suatu hal dalam batasan waktu. Memasang timer juga menjadikan kita lebih menjaga waktu.
Menjaga waktu agar perjalanan detik yang terus melaju tidak sia-sia, menghasilkan sesuatu, dan kita tidak menjadi orang merugi.
Menarik sekali tulisannya, mba. Akhir-akhir ini emang sering kepikiran, waktu gak kerasa banget ya berlalu. Perasaan baru tadi pagi leha-leha, rebahan main medsos, gataunya udh ketemu maghrib lagi😂. Gawai emg jadi salah satu yg punya pengaruh besar buat pemanfaatan waktu produktif kita and it shows:(
Hallo Mba Awlya.. iya nih, kita harus menjadi pengendali gawai, tapi seringnya kita dikendalikan yaa, hihi