Usai menggambar, tiba-tiba dia berucap : Mamah, sekarang adek amu bacain dongeng buat Mamah dan Ayah. Dengarkan baik-baik ya!
Dua hari setelah usianya menginak 4 tahun, Nahla menunjukkan hasil dari kebiasaan yang saya bangun sedari usianya 6 bulan. Membaca Buku. Tentu saja kami sangat senang. Dia sudah mulai mandiri ternyata.
Perjalanan pengasuhan hingga 4 tahun ini tentu bukan tanpa lelah. Kemarin, di usianya yang ketiga, saya mengajak dia untuk menemani saya belajar bahasa Inggris di Pare. Meski banyak yang dikhawatirkan, ternyata Alhamdulillah semua terlewati dengan sangat baik.
Tentu ada banyak pengaruh yang muncul dalam perjalanan menemani saya belajar di Pare. Karena kita tinggal di asrama yang mengharuskan anggotanya berbahasa inggris, jadilah dia mengenal bahasa baru dan akhirnya lupa sama bahasa Belanda yang sedikit sudah dia kuasai.
Selama di asrama 8 bulan, di akhir-akhir kami tinggal, kritis Nahla akan bahasa mulai muncul. Dia mulai menanyakan beberapa kata dan apa artinya. Hingga, setelah kami tidak di Pare lagi, barulah Nahla mulai berani cas-cis cus tanpa diminta.
Ya, mengenalkan bahasa pada anak memang perlu pembiasaan. Jika nggak dipraktekin lagi, tentu saja akan lupa. Jangankan anak kecil, kita pun begitu, toh.
Baca juga : Nahla 3 Tahun
Tapi, pembelajaran yang paling penting selama di Pare, bagi saya adalah Tinggal di asrama dengan keadaan alakadarnya. Kehidupan seperti itu tanpa sadar mengajarkan kesederhanaan. Tidur dengan kasur yang nggak empuk, nggak banyak mainan, waktu main yang seperti selingan karena ibu harus sambil belajar, hingga memahamkan bahwa belajar itu asyik karena seperti bermain. Terlepas karena kebutuhannya saat ini adalah bermain, syukurnya lingkungan di kursusan sangat mendukung hal tersebut.
Hingga kini kami pun berpindah ke luar jawa, pun dengan keadaan alakadarnya. Dengan pola hidup yang masih berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya, tentu kita diharuskan untuk mudah beradaptasi dan nerimo. Semoga pelajaran ini juga dapat melekat dalam dirimu ya, Nak.
Perkembangan Nahla di Usia 4 Tahun
Perkembangan setiap anak tentu berbeda-beda. Terlepas dari itu, tulisan ini hanya untuk menyimpan kenangan untuk dia baca suatu saat nanti. Karena perkembangannya dari setiap detik, menit, jam, hari, bulan hingga dari tahun ke tahun begitu berarti bagi kami, orangtuanya.
Dengan keadaan Nahla ikut dengan saya ke Pare, dan hanya hari minggu bertemu dengan ayahnya, Miss Rena, tutor asrama dan kelas saya, sempat bertanya ‘ Bagaimana kamu menghadirkan sosok Ayah pada Nahla saat dia di sini bersama kami?’
Ah, iya sosok/figur itu perlu. Saya hampir lupa, dan ternyata menghadirkan sosok nyata Ayah dan Ibu memang berpengaruh dalam kehidupan anak.
Selama di asrama, saya sempatkan setiap hari telponan dengan Ayahnya. Setiap akhir pekan, jadwal kita bertemu, maka saya serahkan segala kebutuhan Nahla pada ayahnya. Saya pertimbangkan ini sebagai momen penting untuk menghadirkan sosok ayah bagi Nahla.
Baca juga : Cara Bahasa Bekerja Pada Anak
Untuk mengenalkan sosok tertentu, entah itu Ayahnya, kakak-kakaknya yang ada di asrama, ataupun tutor-tutor yang menemaninya bermain saat saya sedang di kelas saya hadirkan lewat cerita ulang. Semisal, saya akan bertanya “Siapa yang menggambar ini? Kemarin Adek main ini sama siapa ya? Siapa ya yang bisa bikin ini? dan lain sebagainya.
Melakukan sesuatu bersama orang tertentu itu adalah momen. Jadi, saya mencoba melekatkan momen bersama orang lain sebagai momen kebaikan. Ada kebaikan yang orang lain lakukan ketika membersamaimu, Nak. Kamu ingatlah kebaikannya, dan lakukan itu kepada teman dan orang-orang di lingkunganmu nanti. Kira-kira begitu yang saya coba tanamkan pada Nahla.
Nah, setelah kami meninggalkan Pare, merecall ingatan merupakan kegiatan tersendiri. Tentu hal ini sangat penting. Selain menguatkan ingatan akan masa tumbuh kembangnya di Pare, juga untuk mengenalkan pentingnya mengenal nama dan mengingat peristiwa. Hal itu yang sempat diajarkan Ayah saya dulu.
Kini, kami menempati tempat tinggal baru. Di sini pula akhirnya dengan yakin saya memantapkan diri untuk melakukan toilet training. Meski cukup telat di usianya yang sudah 3 tahun. Alhamdulillah berjalan dengan lancar. Selain karena keadaan mendukung, juga saya dan suami sudah lebih siap siaga menghadapi berbagai akibat yang akan muncul.
Selain itu, kebetulan di dekat rumah ada mushola yang mengadakan TPQ setiap sore. Jadi, saya coba antarkan Nahla untuk ikut mengaji di sana. Sebenarnya mengenalkan huruf hijaiyyah sudah mulai dikenalkan saat di Groningen, hanya saja terhenti karena kesibukan saya saat di Pare.
Maka, di sini menjadi momen juga untuk lebih fokus mengenalkan kegiatan mengaji pada anak. Terlebih karena pandemi corona, akhirnya kembali memang menuntut Ibu benar-benar menjadi guru utama bagi anak-anaknya.
Baca juga : Gegara Covid-19: Tantangan Ibu Mengajar Mengaji
Ah iya, di usia 4 tahun ini pada umumnya anak-anak sudah masuk PAUD ya. Rencananya, memang dia akan PAUD ketika kita kembali ke Belanda. Namun, takdir berkata lain, dengan keadaan yang mengharuskan kita di rumah aja, saya lebih memilih metode ala-ala homeschooling.
Segala perkembangan Nahla beberapa saya catat. Tak lupa, saya coba pelajari dengan penilaian kemampuan yang sepatutnya bisa Nahla capai di usianya kini.
Biasanya penilaian terdiri dari kognitif, afektif dan psikomotorik. Namun, selama ini saya sebenarnya tidak memiliki acuan kurikulum parenting yang pasti. Meski saya mengikuti beberapa pakar parenting seringkali memang kenyamanan Ibu nomer satu, dan sebagai Ibu, saya rasa saya cukup tahu dengan kebutuhan anak sendiri.
Untuk kemampuan kognitif, biasanya anak sudah diminta untuk menghafal huruf dan membaca per suku kata. Dulu, saat usia Nahla 2 tahun dia sudah hafal alfabet dan mengeja bacaan, namun tidak saya tekankan juga. Tentu, akhirnya lupa sendiri.
Penekanan dalam membaca ataupun menulis memang tidak bisa dipaksakan. Perintah terbaik adalah dengan memberi contoh. Terrasa sekali, jika saya sering memegang pulpen, dia akan mengikuti. Karena jika saya sering baca, dia pun akan mengikuti.
Dengan menjadi sosok percontohan bagi anak, memandu anak untuk belajar membaca maupun menulis alhamdulillah akhirnya tidak terlalu sulit.
Sementara untuk kemampuan afektif, kepekaan dia ternyata lumayan terasah juga. Meski seringnya bermain di rumah, kemarin sebelum corona dia bertemu dengan 3 teman akrab di sini. Meski yang paling kecil sendiri, syukurnya dia menyesuaikan, bahkan seringkali dia yang memimpin permainan. Mungkin karena anaknya cepat bosan kali ya.
Ranah psikomotorik pun saya rasa sudah cukup berkembang. Kemampuan dia dalam menulis, menggambar maupun mewarnai yang memang setiap hari dia sentuh menjadikan dia cukup terlatih menekuninya. Sudah 4 buku penuh dengan gambar karya dia, dan 3 buku mewarnai yang sudah diwarnai sendiri.
Efek dari bercerita pun ternyata luar biasa. Jika dari umur setahun, setiap akan tidur saya bacakan dongeng, tetiba jelang 4 tahun kemarin dia menawarkan untuk bercerita. Terharu sekali rasanya. Dia menggambarkan tokohnya sendiri, lalu dia pun bercerita, dengan cerita yang hampir sama setiap harinya.
Sepertinya cara belajar Nahla ini lebih ke gaya audio. Karena dia akan lebih mudah menghafal dan mencerna sesuatu dengan nada. Entah, mungkin memang setiap anak memang masih mudah menangkap sesuatu.
Dengan ini, setidaknya menjadi acuan buat saya ketika ingin memfahamkan, maka menyanyi adalah kunci. Ah iya, dia juga sudah mencoba membuat lirik dan lagu sendiri, gegara pernah saya lupa lirik lagu, akhirnya saya ganti aja pakai lirik yang karangan saya sendiri. haha
Selain perkembangan tersebut, anak usia 4 tahun ini sudah mulai bisa diajak debat menggunakan based statement, based on ayah or mamah gitu maksudnya. Nggak jarang, bahkan keukeuh meyakini statementnya sendiri.
Kalau memberontak ataupun menangis bahkan sekarang lebih kerasa dan beralasan. Bahkan dia udah tahu ngambek. Kalau ngambek dia bakalan memonyongkan bibir, lalu pergi ke kasur dan menutup mukanya dengan bantal. Udah kek anak remaja aja, Nak.
Sebagai orangtua, tentu sangat terharu dan bersyukur atas tumbuh kembang yang luar biasa ini. Tidak mudah juga untuk menemani hingga sejauh ini. Ke depan bahkan tantangannya akan semakin menantang. Semoga dikuatkan, diberi kesehatan, dijaga, dan dijauhkan dari segala hal-hal yang buruk ya. AMIIN.
Dibalik tumbuh kembangnya yang membuat saya dan suami bersyukur. Namun, semakin dewasa usianya, saya justeru semakin mewanti-wanti diri saya sendiri. Semoga saya dijauhkan dari toxic parent.
Tidak dipungkiri, seringkali orangtua terlalu ambisius demi yang katanya memberikan yang terbaik untuk anaknya, namun efeknya justeru sebaliknya. Nau’udzubillah.