Ghina Hai, saya Ghina. Perempuan pecinta pagi, pendengar setia radio dan podcast, menulis tentang kehidupan perempuan dan hal terkait dengannya.

Hujan yang mendekatkan kita

3 min read

adventure boy dawn 1373009

Siang itu, entah kenapa aku sangat mengidam-idamkan menu masakan Indonesia yang sangat khas, Tempe. Ini semua gara-gara feed Instagramku kebanyakan menampilkan foto masakan, sih. Tak terbendung lagi, aku mengajak Nahla yang kebetulan sedang libur sekolah dan belum tertidur untuk ikut ke Toko Melati. Salah satu toko yang dimiliki orang Indonesia di Groningan.

Bisa dipastikan, sepanjang jalan dia akan tertidur. Dari mulai berangkat, saat di Toko Melati, hingga kembali lagi ke rumah, dia tertidur dengan pulas. Obrolan ramai orang-orang sepanjang jalan tidak ampuh mengganggu nyenyak tidurnya. 

Sesampainya di depan Toko Melati, aku gendong si bocil ikut masuk ke toko. Sadel sepeda tidak begitu kuat untuk menanggung beban Nahla yang sudah semakin berbobot isinya semenjak tinggal disini. Tentu juga aku tidak mau meninggalkan Nahla di sepeda, meski hanya berbelanja tempe semata. Nyatanya sudah pasti akan ada belanjaan lain yang ikut menemani si tempe tersebut. Apalagi pajangan sambal pecel dan labu siam, sungguh menggoyahkan imanku untuk hanya berbelanja tempe.

Saat hendak memasuki toko, sembari menggendong Nahla yang sudah mulai ngiler, aku bertemu dengan seorang Mbah kakung. Nampaknya beliau sudah yakin bahwa aku adalah orang Indonesia, dia pun tersenyum sembari bilang ” Ah, anaknya tidur nyenyak.”dalam bahasa Indonesia. Tentu saja aku agak kaget, sembari keberatan menggendong Nahla, lalu saya menjawab “Iya, dia tertidur, mau belanja apa pak?”, “Saya mau bikin gado-gado, apa itu belanja?”. Hemmm, sembari berfikir saya jawab sebisanya ” itu bapak beli bumbu gado-gado, itu belanja”. 

Lalu beliau masuk ke toko, disusul dengan aku. Ah, nuansa keramahan Indonesia jelas sangat terasa disini. Ditengah beratnya menggendong Nahla, ada seorang bapak yang membantu membukakan pintu, membukakan plastik belanjaan yang aku bawa, dan ibu-ibu yang senyum bahagia melihat Nahla yang sedang tertidur dalam gendonganku.

Usai berbelanja dan menaruh kembali Nahla di boncengannya, ternyata si Ibu yang tadi mengikutiku di belakang. Sempat saling sapa, dan ternyata beliau mengerti bahasa Indonesia juga. 

Di tengah jalan menuju jembatan, hujan pun mulai turun. Tak ada tempat untuk meneduhkan diri. Aku mencoba menikmatinya. Nahla pun masih tertidur dengan nyenyaknya.  Kebetulan lampu merah nyala, saya dan si Ibu pun ngobrol.

Obrolan menarik terjadi disini, membuat saya tiba-tiba merasakan nuansa Indonesia. Groningen rasa Indonesia. 

Aku dan si Ibu ngobrol tentang asal daerah dan sudah berapa tinggal disini. Si Ibu bercerita bahwa ia berasal dari Maluku, dan banyak orang Maluku tinggal di daerah yang ternyata dekat dengan apartemenku. Sekitar 20 keluarga tinggal di Groningen, dan orang-orang maluku tersebar cukup banyak di Negara Kincir angin ini.

Saat kita sedang ngobrol, tiba-tiba ada si Mbah yang ikutan ngobrol.  Tidak terdengar jelas beliau bilang apa, tapi beliau berbahasa Indonesia, dan sesekali bilang ” indonesia, tempe, saya orang belanda.” sambil mengangkat bahu jaketnya. 

Aku kagum, beliau bisa berbahasa Indonesia dengan jelas di usia yang sudah cukup tua. Memang banyak orang luar yang memiliki kemampuan menguasai banyak bahasa. Bisa jadi beliau memang menguasai bahasa Indonesia, atau juga masih keturunan orang Indonesia. Entah. 

Kenapa ada banyak orang Maluku disini?

Nampaknya kemampuan sejarahku tak begitu bagus, aku masih bertanya-tanya kenapa banyak orang Maluku tinggal di Belanda. Yang aku ingat adanya sejarah Republik Maluku Selatan, tapi nggak sampai kefikiran tentang orang-orang Maluku disini. Ada pernyataan yang cukup membuatku kaget, saat aku bertanya ” Apakah Ibu akan kembali ke Indonesia?, beliau jawab “Sepertinya tidak. Apalagi Indonesia semakin banyak korupsinya, dan Maluku belum terbebas. Kita sudah sangat bahagia disini.”.

Saat itu fikirku ingin segera bercerita aja kejadian hari itu bersama suami. Sama sekali nggak kefikiran untuk mencari informasi lewat internet.

Setelah bercerita dengan excited-nya kejadian tadi siang, ternyata si suami sudah mengetahui keberadaan mereka yang bertempat tinggal tidak jauh dari rumah kami. Tentu saja dia juga bercerita tentang sejarah orang-orang Maluku tinggal di Indonesia.

Sejarah penjajahan meninggalkan bekas yang mendalam bagi mereka, orang-orang Maluku. Mereka berada diantara pilihan menjadi bagian dari Indonesia, Belanda dan Maluku itu sendiri. Jelas mereka ingin berada di tanah air Maluku dibawah Republik Maluku Selatan, meski kenyataannya Maluku adalah bagian dari Indonesia.

Menurut Kumparan, Terjadi eksodur besar-besaran pasca kemerdekaan. Saat itu semua warga Belanda dan simpatisan belanda termasuk juga penduduk sipil dan prajurit Belanda (KNIL) hengkang dari Indonesia. Pada tahun 1951 sebanyak 11 Kapal Belanda diberangkatkan dari jawa membawa lebih dari 12.000 orang ambon, yang disebut Mollucan.

Maluku semula termasuk dalam Negara Indonesia Timur, negara bagian Republik Indonesia Serikat. Namun pada 1950, pasca-penyerahan kedaulatan oleh Belanda pada 27 Desember 1949, negara-negara bagian itu hendak dilebur menjadi satu Indonesia.

Mereka masih mengharapkan Kemerdekaan bagi Maluku Selatan, namun nyatanya Maluku kini menjadi bagian dari Indonesia. Tanah air Maluku adalah bagian dari tanah air Indonesia.

Bertemu mereka senang sekaligus canggung

Beberapa kali setelah saat itu, aku semakin membuka mata saat bertemu dengan mereka. Mereka yang berkulit coklat, mereka yang berbahasa Indonesia logat Maluku, mereka yang merasa senang juga saat bertemu dengan kita.

Di jalan menuju toko swalayan, kita disapa orang yang ternyata orang Maluku. seperti biasa, mereka menanyakan asal kami, dan alasan kami tinggal disini. Tapi, jarang sekali kami mencoba untuk menanyakan kembali keberadaan mereka disini dengan leluasa.

Di perpustakaan, saat aku mendengar orang yang kuyakini adalah orang Indonesia, atau setidaknya bisa berbahasa Indonesia, namun tetap saja tak bisa sok kenal sok deket layaknya bertemu teman sejawat. Ya, kita sedang berada di negeri orang, mereka mungkin masih berbahasa Indonesia, tapi tinggal disini tentu membawa perubahan yang cukup berbeda dengan sikap orang Indonesia pada umumnya.

Di beberapa kesempatan bertemu, atau hanya mendengar mereka ngobrol dengan menggunakan bahasa Indonesia, atau menggunakan panggilan “Ibu” untuk anak-anak mereka, aku sudah cukup senang melihatnya.

Sebagai orang Indonesia, meski tidak cukup dekat namun menanyakan hal-hal yang cukup pribadi adalah hal lumrah. Tapi hal tersebut tidak berlaku disini. Ketika kita bertanya tentang umur sekalipun hanya akan direspon jika yang bertanya adalah orang yang jelas-jas dekat dengannya.

Kita merasa dekat, tapi kita tidak bisa menjadi dekat. Kita masih satu darah tanah air, tapi tanah lahir kita mungkin sudah berbeda. Akan tetapi,  keramahan dan senyum sapa mereka bahkan sudah terrasa lebih Indonesia daripada Indonesia kita saat ini.

Ghina Hai, saya Ghina. Perempuan pecinta pagi, pendengar setia radio dan podcast, menulis tentang kehidupan perempuan dan hal terkait dengannya.

13 Replies to “Hujan yang mendekatkan kita”

  1. Kirain tadinya guyonan soal rumah org Maluku di caption foto πŸ˜… Ga taunya beneran πŸ˜‚.

    Baru tau trnyata di belanda banyak orang maluku .. kaya di Philly bnyk org jawa kali ya .. tp imigran sih ini bukan krn sejarah penjajahan macam di belanda hehehe..

  2. Hiks sedih mba, masa Indonesia cuman terkenal korupsinya aja πŸ˜₯
    Indonesia masih indah kok, semoga nantinya kita bisa lepas dari yang namanya korupsi, aamiin.
    Agar nama Indonesia bisa lebih baik di mata dunia, dan Indonesia selalu menjadi negara yang selalu dirindukan seperti lagunya πŸ™‚

    1. Amiin amiin. Generasi yg skrg mgkn udah generasi kedua dan ketiga dr org2 Maluku yg diungsikan ksni jd mereka udah tau nyaman disini dan ga begitu minat jg balik ke Indo.

  3. Nahla anteng banget di Sepeda. Berasa naika ayunan kali ya.. Itu naik sepeda kan mbaak.. ? Saya di Jakarta gak berani naik sepeda. 😭😭😭 .. Banyak klakson yang ngagetin.

    1. Iya mbak. Kita kemana mana naiknya sepeda, jarang bgt naik bus. Sejam jg kujabanin deh, sepi bgt soalnya disini. Kalo di Jakarta mh saya jg paling ga berani mbak, jalanan macet terus e

      1. Sekalian olah raga ya.. duuh jadi pingin ke sana * halaah * semoga ada yang berbaik hati ngajak saya ke sana. Hahaha..

  4. Pulas amat tidurnya dede, hihi. Seneng gitu yah kak kalau di negeri orang kita ketemu sesama tanah air, saya abru tau ini kalau di Belanda banyak orang Maluku. Ajak dunk kak ke sana #siapasih hhhh

  5. Memang hawanya kalau ketemu orang yg sedaerah gitu seneng jg ya teh rasanya? Apalagi kl di LN..excited bgt kl bs ketemu org setanah air… sehat2 di negeri org y teh… gemes ih sama dedeknya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Captcha loading...

error: Content is protected !!