Ghina Hai, saya Ghina. Perempuan pecinta pagi, pendengar setia radio dan podcast, menulis tentang kehidupan perempuan dan hal terkait dengannya.

Kita yang Sibuk Berbuka

2 min read

beverage breakfast brunch 2130134

Jalanan penuh lalu lalang menjelang magrib adalah hal yang lumrah ditemukan saat Ramadhan. Sesekali saya pun coba untuk menikmati sesaknya jalanan dengan sajian berbagai menu berbuka puasa yang sebenarnya hanya itu-itu saja. Sepertinya lalu lalang itu sendirilah yang menjadikan kegiatan ngabuburit terasa puasa banget.

Sewaktu kecil, di kampung saya juga ada dan masih ada sampai sekarang yang namanya pasar sore tersebut. Pasar dadakan yang hanya ada di bulan puasa. Membantu bagi para ibu-ibu yang sedang malas ke dapur, atau sekedar tempat nongkrong menyambut datangnya waktu berbuka.

Tentu saja ini bisa menjadi lahan bisnis bagi mereka yang memanfaatkannya. Selalu ada rejeki memang bagi kita yang mengetahui peluangnya bukan?!

Menjelang pukul lima sore hari, pasar semakin membludak. Jalanan semakin macet, jajanan takjil maupun makanan berat pun berserakan. Saat magrib datang, suasana tersebut masih terasa ternyata.

Saya seringkali bertanya, namun seringkali pula saya mengelak pertanyaan tersebut. Semisal : Kenapa sih mereka sibuk sekali mencari hidangan berbuka puasa, seharusnya nggak ada bedanya donk sama makan biasanya?

Eh, ternyata saya juga ikut dalam euforia tersebut. Berburu takjil, menikmati sesaknya jalanan jelang magrib, serta masih sibuk di jalan sementara masjid sudah ramai oleh para jama’ah. Ngedumel saya ya cuma sekelibat itu saja. Lah wong saya ngedumel, tapi saya juga ngelakoni, kan jarkoni banget ya!

Kegiatan sore hari tersebut mengingatkan saya pada masa kecil dulu. Yang saya sangat ingat kala itu, saya minta uang sepuluh ribu sama Mimih. Ada 10 daftar jajanan yang sudah sangat saya damba-dambakan untuk dimakan kala bedug magrib berbunyi. Bayangan saya tentang makanan tersebut jelas membuat saya terbayang-bayang terus sama makanan itu.

Snack Chitos, cita, roti malkist, mie lidi, es jus kacang ijo dan makanan lainnya sudah terkumpul di meja kamar saya. “Ya Allah, kok ya cuma ngeliat doank rasanya udah senang sekali, apalagi kalo nanti saya menyantapnya.” fikir saya.

Sajian di rumah ternyata lebih istimewa lagi. Mimih membuat es timun sirup rasa frambozen kesukaan saya dan adik, ada juga sajian bubur manis makanan kesukaan Abah dan beberapa cemilan serta buah-buahan. Mimih menyajikannya dengan sangat rapih di meja makan.

Godaan macam apa ini? Makanan tersebut telalu menggoda. Fiuh!

Dipastikan perut sudah kembung duluan oleh dessert yang disajikan. Sementara makan berat belum disentuh sama sekali. Giliran sholat terawih, kita sudah ngantuk-ngantuk. Padahal jelas-jelas kita diminta untuk menghidupkan malam kan ya.

 Saat ramadhan, sayangnya seringkali tanpa sadar kita terlalu sibuk dengan urusan perut. Kita hanya puasa untuk menahan makan dan minum semata, serta memperbanyak tidur. hiks

Kenapa Kita Sibuk Berbuka?

Ya karena kita puasa seharian, Na. wkwk

Ya iya sih, kita seharian menahan lapar dan dahaga, boleh donk kita mengapresiasi diri sendiri dengan memenuhi segala hasrat makanan yang diharapkan ada di sajian meja makan kita. Boleh kok, kenapa juga nggak?

Tentu saja boleh, asal tidak berlebihan. Makan ya makan aja. Seperlunya perut aja, bukan seperlu hasrat makan kita. Puasa kan nggak sekadar tentang menahan nafsu makan. Ya toh!

Kalau ngomong tentang fadhilah, dipastikan kita tahu kan fadhilah atau keutamaan tentang Bulan Suci Ramadhan ini. Nggak, saya nggak bakalan ceramah. Para pembaca yang budiman pasti sudah sangat faham. Saya hanya akan menekankan tentang pengalaman saya saja nih.

Jadi, saya mengubah kebiasaan mengisi meja makan dengan berbagai macam jenis makanan dan minuman khusus dengan menu makan seperti makan pada umumnya. Pasca menikah ya. Karena kendali dapur dan rumah sudah ada di tangan kita, jadi lebih mudah lah untuk mengubah gaya hidup tersebut.

Pasca menikah dan menjadi penguasa dapur menjadikan saya memiliki wewenang kuat untuk memberikan segala sajian untuk keluarga. Tapi, kemalasan yang muncul dan kebiasaan nggak nyemil setelah maghrib membuat kemalasan saya semakin meningkat. Ya, sebenarnya karena males aja sih. apalagi bebikinan macam kolak dan lain sebagainya itu sangat menguras waktu. Penggantinya, buah saja cukup deh rasanya.

Awalnya, aneh banget. Ini nggak suasana yang ‘puasa banget‘. Nggak ada dessert menu, special beverage dan berbagai cemilan khas ramadhan sajian serta takjil ada di meja makan. Tapi, justeru setelahnya, waktu kita di meja makan menjadi tidak terlalu banyak. Kita bisa langsug bergegas untuk melakukan hal lain. eat less do more. 😀

Menjelang sholat isya yang biasanya perut begah kekenyangan, terrasa ringan untuk bergegas ke tempat tidur mushola. Saat terawih pun, godaan untuk makan rujak, lutis dan sebagainya nggak terlintas, karena memang sajian tersebut hanya ada saat di kampung semata sih. Lama-kelamaan, ya sudah, buka puasa ya makan seperti biasanya. Nggak yang hap-hap segala macam sembari mulut mengunyah cepat dan tangan berpindah dari satu menu ke menu makananan lainnya.

Oh, ternyata bisa juga. Buka ya makan kayak biasa aja. Nyatanya nggak senelangsa yang dibayangkan dan dirasakan di awal-awal. Bahkan yang terjadi, puasa lebih terrasa fit. Buktinya kemarin pas puasa 19 jam saat tinggal di Belanda ya kuat. Meski berbuka dengan menu makan pada umunya dan sahurnya hanya dengan pisang dan air putih. Cukup kok!

Jadi, kesibukan kita yang hanya sekadar mengurusi isi perut itu, sesekali boleh lah. Tapi jika setiap hari selama bulan puasa kita yang sibuk mengurusi urusan perut, ya sayang banget sih.

Ghina Hai, saya Ghina. Perempuan pecinta pagi, pendengar setia radio dan podcast, menulis tentang kehidupan perempuan dan hal terkait dengannya.

One Reply to “Kita yang Sibuk Berbuka”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Captcha loading...

error: Content is protected !!