Ghina Hai, saya Ghina. Perempuan pecinta pagi, pendengar setia radio dan podcast, menulis tentang kehidupan perempuan dan hal terkait dengannya.

Membangun Koneksi dengan Al-Qur’an, Dengan Cara Apa?

5 min read

ghinarahmatika.com – Tiba-tiba selintas muncul pertanyaan dalam benak saya tentang bagaimana menciptakan koneksi dengan Al-Qur’an. Koneksi dengan Al-Qur’an itu sejatinya bukanlah hal rumit jika kita sehari-hari sudah akrab dan dekat Al-Qur’an. Namun faktanya kita seringkali kelimpungan untuk membagi waktu bersama Al-Qur’an, bahkan yang masih terbata-bata membacanya, sehingga malah menyerah dan kemudian lepas begitu saja.

Sebagaimana sebuah jaringan, koneksi itu membutuhkan jaringan. Maka dalam hal ini kita perlu memanifestasikan hal tersebut dalam wujud waktu, kedekatan, dan  intensitas yang intensif. Khusus untuk koneksi dengan Al-Qur’an itu sendiri melibatkan tidak hanya hati, tapi juga seluruh anggota panca indera kita dan tentu saja ilmu. Baik itu ilmu tajwid, tahsin, maupun tafsir. 

Nah, untuk metodenya sendiri ada banyak orang-orang yang menggunakan metode seperti Qur’an Journal, yang biasanya dilakukan dengan menulis surat/ayat yang didalami, ditulis di buku sekalian di cari tafsir dan petuah ulama terkait dengan ayat tersebut. tapi saya sendiri tidak menerapkannya. Maka saya  pun mencari cara yang cocok untuk saya agar lebih bisa terkoneksi dengan Alquran. 

Baca juga : Alasan Saya Tidak Menggunakan Quran Journal

Kenapa Kita Harus Dekat dengan Al-Qur’an?

Pertanyaan yang tidak layak dipertanyakan sebenarnya. Haha. Hanya saja kita masih sering mengabaikan dan malah jauh dari Al-Qur’an. Padahal sebagaimana kita ketahui ada banyak sekali karomah dari Al-Qur’an itu sendiri. Selain sebagai mukjizat yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad SAW juga sebagai petunjuk hidup di dunia, obat hati, hingga pembawa syafa’at di akhirat kelak.

Dekat dengan Al-Qur’an secara praktikal awal berarti kita membacanya, yang seharusnya kita lakukan secara rutin. Karena bagaimana mau dekat kalau kita tidak mendekat kan?

Selanjutnya, karena Al-Qur’an bukan sekadar tulisan arab semata. Ia memiliki kandungan dalam setiap ayatnya, para ahli tafsir kemudian menafsirkan Al-Qur’an dengan keilmuan yang dimilikinya. Selain itu, karena Al-Qur’an juga belum memberikan penjelasan yang gamblang, ada hadits-hadits dan keterangan dari para ulama dalam berbagai kitab untuk melengkapinya. Harapannya dari pemahaman tersebut akan membawa kita untuk lebih mentadaburi, memahami Al-Qur’an dan menerapkan akhlaq mulia dalam kehidupan sehari-hari.

Kompleks sekali. 

Tapi kembali ke poin awal, sebagaimana ada hadits yang menyebutkan bahwa keutamaan dari membaca saja, satu huruf saja sudah memberikan satu pahala, tak terbayangkan berapa puluh pahala yang bisa kita dapatkan misal dari satu halaman pun.

Jadi kita mulai dengan bagaimana agar kita bisa rutin membaca Al-Qur’an terlebih dulu, sembari jalan sambil memahami dan menerapkan ajaranNya dalam kehidupan sehari-hari. Tentunya lewat ulama maupun guru bersanad yang sesuai dengan pilihan kita.

Cara Membangun Koneksi dengan Al-Qur’an

Desclaimer dulu ya, cara ini bisa jadi cocok dipraktekkan di saya namun tidak di kamu. Cara ini juga terbentuk dari berbagai cara yang saya coba terapkan dalam keseharian saya, yang semangatnya juga masih timbul tenggelam dan tentu saja masih jauh dari sempurna.

Menciptakan niat dengan sepenuh hati

Dalam satu momen saya bergerilya di instagram, muncullah postingan salah seorang influencer instagram yang juga seorang anak kyai tersohor di jawa timur serta seorang doktor ilmu Qur’an, Ning Nur Millah Muthohharoh dengan akunnya @meela-lalala. Beliau menuliskan tentang 40 niat yang perlu dihadirkan dalam membaca Al-Qur’an menurut Syekh Ali Syallab. 

Saya jadi teringat pada momen teman saya yang bahkan sebelum memulai mengaji, beliau akan mendahuluinya dengan mengirimkan hadiah fatihah untuk orang-orang tersayang yang sudah pergi, berdoa untuk gurunya terlebih dahulu, lalu baru mulai membaca Al-Qur’an.

Nah, saat saya membaca tulisan tesebut saya baru sadar bahwa saya selama ini ngaji ya langsung saja. Baca fatihah lalu lanjut baca juz yang sedang saya baca. Tapi setelah saya baca tulisan tersebut jadi rasanya lebih spesifik dan hal yang saya alami adalah bisa lebih fokus, bisa lebih lama, dan tidak cepat kentut. Dalam kondisi saya bersama tiga anak, alhamdulillah seringnya, meski tentu saja tidak selalu, mereka anteng dan sibuk sendiri sembari saya yang juga sibuk mengaji.

Paham sendiri kan diri kita ini mudah sekali terdistraksi dan fokusnya makin pendek, apalagi konsumsi media sosial kita belakangan ini dipenuhi oleh video-video berdurasi pendek. Maka dengan mempraktikkan untuk melafalkan niat dalam hati dengan maksud yang lebih spesifik,misal mau bermunajat, meminta hidayah, ketenangan hati, dan lainnya jadi lebih tersampaikan maksudnya.

Coba deh praktikkan!

Merutinkan dengan waktu yang sama 

Waktu yang banyak dianjurkan oleh para ulama untuk mengaji itu sebelum dan/atau setelah sholat subuh serta setelah sholat maghrib. Baiknya memang setiap setelah sholat karena itu waktu yang mustajab, tapi dengan berbagai kesibukan, dua waktu itu seharusnya bisa kita upayakan untuk bisa mendekap Al-Qur’an.

Memulai hari sebelum memulai rutinitas dan berbagai kesibukan serta menutup hari setelah bergelut dengan berbagai urusan untuk kembali mengakrabkan diri dengan ayat-ayatNya.

Kalau masa kecil dulu itu hampir bisa dipastikan bahwa seusai maghrib itu anak-anak di kampung itu tinggal di rumah dan mengaji bersama orang tua mereka. Sekarang masih pada begitu kan?

Waktu setelah maghrib itu memang waktu yang cocok ya. Situasinya tenang, isi perut sudah terisi, kesibukan seharusnya sudah berkurang, dan seluruh anggota keluarga biasanya sudah berkumpul. Sempurnanya begitu, kan? Kalau pun masih kesulitan, mungkin di tahun ini kita bisa mengusahakan untuk demikian.

 Yuk, bisa yuk!

Pastikan kondisi dalam berwudhu dan menutup aurat

Dalam kondisi menghadap Tuhan saya meyakini bahwa kita harus mengupayakan untuk hadir dengan cara yang baik.

Sebagaimana Al-Qur’an sudah menyebutkan bahwa memegang dan juga membacanya itu perlu dengan kondisi suci. Jadi kita usahakan untuk selalu berada dalam kondisi berwudhu saat mengaji.

Mungkin terdengar biasa dan memang sewajarnya begitu.

Tapi acapkali saat kita mulai males. Kita suka mencari alibi. Jujur kalau saya sendiri suka berkelit saat kondisi males dengan munculnya pikiran seperti ini : 

‘Ah, kan mau baca lewat hp saja. Al-Qur’an di hp kan bukan mushaf’

‘Ah, kan mau ngapal doank, nggak sering-sering juga lihat mushafnya’

‘Ah udah kentut tapi mager wudhu tapi tanggung ngajinya sekian halaman lagi’

‘Ah, dingiiiiiiiin banget kalau wudhu lagi’

Padahal kalau ingat keutamaan berwudhu, seharusnya kita bakal semangat sekali untuk senantiasa dalam keadaan suci, apalagi untuk mengaji.

Menutup aurat juga demikian, harus senantiasa kita usahakan.

Saya seringkali kena teguran suami saat lagi mengaji tapi kaki saya tidak tertutup. Tiba-tiba dia berucap : 

Jangan-jangan keberkahan Al-Qur’an ini terhalang dari kurang sopannya kita saat berinteraksi dengannya.

Lalu dia pun mengambil selimut untuk menutupi alas kaki saya. 

Sebenarnya bagian kaki yang biasa tertutup kaos kaki ini memang jarang sekali tertutup kalau di rumah, jadi agak kagok. Tapi terus mengupayakan sehingga saat mengaji pun aurat tertutup kecuali area muka dan tangan saja (dari pergelangan sampai jari-jari tangan)

Karena Al-Qur’an adalah kitab suci. Kita sebagai perawat tentu harus merawatnya dengan baik. Selain merawat (red: membaca) tak kalah penting juga kita perlu menghormati kitab suci tersebut. Menaruhnya di bagian teratas, tidak menumpuknya dengan buku lain, karena memang merawat Al-Qur’an pun tidak boleh sembarangan kan? 

Tak apa sedikit-sedikit tapi sering

Segala hal yang tiba-tiba langsung dilakukan dengan proporsi berlebih akan dipastikan berhenti di tengah jalan. Kondisi tubuh kita kaget dengan hal baru yang belum terbentuk tapi malah dipaksa untuk melakukan dalam waktu yang lama dan energi yang banyak. Kita tidak merasakan kenikmatan saat melakukannya.

Hal ini berlaku untuk banyak hal, termasuk urusan membaca Al-Qur’an. 

Membaca Al-Qur’an itu hal pertama yang perlu dimiliki adalah kemampuan tajwidnya. Memasangkan harokat dan huruf itu perlu ketelitian dan pembiasaan koordinasi mata dan mulut.

Sementara karena membaca Al-Qur’an itu dianjurkan bersuara maka perlu energi agar suara tetap lantang dan enak agar telinga bisa menikmati, mencerna, dan mencermati bacaan kita. 

InsyaAllah dengan sedikit demi sedikit, sebagaimana Al-Qur’an pun diturunkan secara berangsur-angsur, maka kita pelan-pelan akan mendapati kenikmatan dari membaca itu sendiri. 

Koneksi antar panca indera memiliki peran penting dalam proses kita membaca Al-Qur’an. Sehingga kemudian setelah terasa dekat dan memiliki koneksi maka akan muncul kerinduan saat jauh, nyaman saat bercengkrama dengan ayat-ayatNya, tidak cepat bosan dan malah menikmati saat membacanya.

Jadikan hal ini menjadi habit yang bisa kamu pantau dengan mencatatnya ya!

Membaca dengan tartil

Kita akan kesulitan untuk tartil saat tempo membaca kita terlalu cepat. Selain tentu akan ada banyak hak-hak huruf yang terlewat juga di telinga kita tidak terdengar enak.

Paham kan kalau kita mendengar suara/musik jelek? Kita tidak nyaman malah rasannya keberisikan dan ingin berhenti saja. Apalagi kalau kita bacanya cepat sekali, rasanya akan buru-buru lelah. 

Nikmati lantunan ayat-ayat yang sedang kita baca sembari memberi kesempatan pada indera kita untuk mencerna dan menikmati ayat-ayat tersebut. 

Sebagaimana para imam masjid Makkah-Madinah itu seringkali terasa nikmat dan senang saat membaca ayat-ayat tentang kebaikan, pahal, atau kisah-kisah kebaikan, bahkan surga. Sementara saat ayat-ayat tentang siksa kubuh, dosa, maupun kematian acapkali nadanya menjadi sedih bahkan hingga menangis dan kadang mengulang-ulang bacaannya untuk menjadi pengingat.

Penutup

Kalau merunut dari uraian di atas, ternyata poin-poin yang saya tulis tanpa saya sadari sendiri, semua bermuara pada adab. 

Tidak lain tidak bukan. Karena hal-hal itu ada keterkaitannya dengan kenikmatan kita membaca. Sementara dengan kenikmatan itu bisa membuat kita betah berinteraksi lama-lama untuk terkoneksil dengan Al-Qur’an. Dan insyaAllah mendapat keberkahan dari membacanya. Wallahu a’lam.

Oh iya, saya bikin Qur’an Tracker untuk saya pribadi dan alhamdulillah interaksi saya Al-Qur’an rasanya lebih baik, meski masih dalam artian lebih rutin membacanya, tapi semoga juga bisa mempengaruhi banyak hal dalam kehidupan saya. Aamiin.

Nah, jika teman-teman mau pakai juga, saya taruh link Qur’an Tracker di sini ya. Feel free to download and i wait for your story. Terima kasih

Groningen, 4 januari 2025

Selesai ditulis pukul 04.59 CET

Ghina Hai, saya Ghina. Perempuan pecinta pagi, pendengar setia radio dan podcast, menulis tentang kehidupan perempuan dan hal terkait dengannya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Captcha loading...

error: Content is protected !!