Ghina Hai, saya Ghina. Perempuan pecinta pagi, pendengar setia radio dan podcast, menulis tentang kehidupan perempuan dan hal terkait dengannya.

Aku Melakukan Journaling 90 Hari dan Ini Efek yang Aku Rasakan!

2 min read

Efek 90 hari journaling

ghinarahmatika.com – Menjadikan journal sebagai bagian hidup rasanya sudah aku lakukan selama bertahun-tahun. Bahkan dari sejak Mts aku sudah memulainya. Tapi sayangnya meski sudah lama, masih belum bisa mengisinya setiap hari. Tapi 90 hari kemarin aku menantang diri, dan akhirnya berhasil. 

Journaling membantu kita untuk membangun diri, buat mengubah diri, itu hal yang dikemukakan oleh Gretchen Rubin dalam bukunya ‘Better than before’ yang membahas tentang bagaimana suatu kegiatan melekat dalam keseharian kita atau biasa disebut kebiasaan.

Aku mendengar hal itu dari ringkasan buku yang disampaikan oleh Maudy Ayunda dari kanal youtubenya saat memasak untuk sarapan. Gara-gara itu juga aku jadi tergugah untuk menulis cerita pengalamanku journaling lewat blog ini.

Baca juga : Cara agar Kebiasaan Menghantuimu

Aku pun jadi berpikir, memang beda ya rasanya saat membandingkan kedua kata tersebut. Kata mengubah itu rasanya suatu hal yang besar, ada perubahan yang cukup drastis, dan terlihat cukup instan.

Padahal perubahan itu, dalam proses yang telah aku selami dan dari beberapa pakar yang aku pernah baca sependek pengetahuanku, cukup mustahil untuk terjadi secara drastis.

Yang ada dan justru perlu kita lakukan adalah membangun kebiasaan. Sehingga dengan membangun kebiasaan, yang mana berarti perlu konsistensi, kegiatan yang terus menerus dilakukan dan diupayakan sehingga menjadi bagian yang tidak terlepas. Yang orang-orang bilang ‘stick into our habits’.

Hal yang Aku Temukan Selama 90 Hari Journaling

Setelah bertahun-tahun melakukan journaling yang masih sering on-off, maka aku bertekad untuk mencoba merutinkan menulis jurnal atau journaling ini. Ternyata kalau mengumpulkan niat, kita bisa merealisasikannya. Meski soal hasil tentu tidak akan selalu sama. So, inilah beberapa hal yang aku rasakan selama merutinkan journaling tanpa skip tersebut :

Journaling ternyata bukan sekadar bercerita

Dalam satu siaran youtube Ali Abdaal saat itu kurang lebih pernah bilang begini ‘Journaling tiap orang-orang itu pasti efek dan pengalaman personalnya berbeda. Karena yang penting dari journaling itu tentang bagaimana kita mengisinya dan merefleksikannya untuk kreativitas kita ke depannya’.

Ada banyak jenis journaling, dari mulai gratitude journal, travel journal, qur’an journal, dan lain sebagainya. Terlihat jelas kan, perjalanan hidup kita lah yang kita catat di sana. Cuma perjalanan hidup yang mana. Apa yang tentang kelola emosi, produktivitas, atau kah religiusitas kita?

Makanya penting banget untuk menentukan prompt yang akan kita tuangkan dalam jurnal tersebut. Beberapa pengguna jurnal biasanya menentukan pertanyaan untuk mengevaluasi hidup mereka. Kalau aku sendiri lebih banyak mencatat tentang cerita diri dan keluarga, evaluasi harian, kondisi saat saat itu, mensyukuri hal-hal kecil, habit yg ingin dibangun, dll.

Buku dan pulpen yang terus memanggil

Kalau kata guru ngajiku, hal baik yang terus menghantuimu itu berarti sudah menjadi tanda awal kebiasaan mulai melekat. Ikat erat dengan istiqomah.

Aku pun ternyata belakangan merasa demikian. Rasanya kalau ada unek-unek, kejadian, atau rencana yang akan dijalankan, ingin segera mengambil pulpen dan buku jurnalnya. 

Harus terus mengupayakan untuk merasakan hal itu sih, karena seringkali kalah oleh jauhnya kita dari gawai.

Lebih aware dengan kondisi mental

Manfaat journaling untuk mental health

Sebagai perempuan yang sudah memasuki usia kepala tiga dengan anak tiga, aku merasa journaling sangat membantu mengenali kondisi mentalku, terutama saat menjelang menstruasi. 

Jadi kondisi mental menjadi catatan penting dalam jurnal harianku. Saat mengecek tanggalan menjelang mens, mengenali berbagai emosi negatif menjadi penting tapi juga pelik. Karena perlu dihadapi tapi tantangan dari luar, apalagi saat menghadapi anak-anak dan kondisi rumah, rasanya mudah sekali memicu emosinya untuk keluar.

Memahami kondisi ‘Kamu mau apa’

Aku si manusia yang kadang punya banyak mimpi, punya banyak mau. Tapi lewat journaling sebagai orang dewasa aku menyadari bahwa ternyata perlu realistis untuk menjawab ‘mau kamu apa?’.

Makanya kalau di journaling biasanya ada bagian goal dan system. Prosesnya terus kita pantau, sehingga kita jadi lebih realistis dan memahami progresnya dan jadi tahu penyebab misal nggak jalan kenapa bisa jalan kenapa.

Catatan kondisi anak-anak

Momen anak sakit itu ternyata sepenting itu untuk aku catat. Seperti kemarin saat Nura dan Naveed sakit flu, batuk, demam yang datang hampir bersamaan. Aku catat kondisinya setiap hari. Alhamdulillah dari situ jadi tahu kondisinya yang membaik, bisa menelusuri penyebabnya, sehingga jadi evaluasi untuk kendali emosi, menu makanan yang disajikan, kegiatan yang akan dilakukan, hingga interaksi mereka.

Terasa sekali efeknya jadi sebagai ibu aku merasa lebih siap dan tahu apa yang harus aku lakukan. Meski kadang masih meraba dan masih khawatir dengan situasi anak-anak, tapi rasanya kendali diri jadi cukup sering terkendali.

Ada yang sudah rutin journaling juga? Yuk, ceritakan pengalamanmu di kolom komentar ya.

Ghina Hai, saya Ghina. Perempuan pecinta pagi, pendengar setia radio dan podcast, menulis tentang kehidupan perempuan dan hal terkait dengannya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Captcha loading...

error: Content is protected !!