Ghina Hai, saya Ghina. Perempuan pecinta pagi, pendengar setia radio dan podcast, menulis tentang kehidupan perempuan dan hal terkait dengannya.

Mencoba Hidup Lebih Minim Sampah

4 min read

Berdasarkan riset ilmuwan mengenai terumbu karang, Asia pasifik tahun 2011-2014, Indonesia menjadi tempat dengan sampah plastik terbanyak, sebanyak 26 bagian per 100 meter persegi terumbu karang adalah sampah. – Tempo

Membaca berita tersebut, langsung miris, meringis dan sedih. apa yang akan terjadi dengan terumbu karang kita 10 tahun ke depan? Ah, kejauhan. Memang diri sendiri sudah melakukan apa untuk mengurangi sampah plastik ini?

Menjadi isteri yang lebih banyak mengurusi dapur dan segala perintilannya, tiba-tiba aku merasa sangat bermasalah dengan sampah. Tidak menemukan tempat pembuangan sampah yang dekat dengan kontrakan. Aku tidak begitu suka juga dengan cara membakar sampah, terlalu alergi dengan asap. Akhirnya yang terjadi seminggu dua kali suami membawa sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang dekat dengan kantornya. sejauh itu yaaaa…

Lalu aku teringat dengan program pada masa-masa KKN. Kita mengadakan program pengelompokkan sampah berdasarkan jenis sampahnya. organik, non-organik, dan jenis sampah lainnya. kita wira wiri mencari tempat sampah, mengemis kepada BLH yang ada di Jogja. Finally, program tersebut setidaknya berjalan dengan cukup baik selama KKN.

Tapi, ternyata ada yang baru kusadari. Tempat-tempat sampah tersebut masih tempat pembuangan awal. Semua sampah tersebut akan berkumpul dan ternyata mereka yang sudah dipilah-pilah tersebut bercampur kembali di TPA.

zero waste : sederhana dan cukup

Saat ini sudah banyak yang menjadikan zero waste sebagai gaya hidup. Diri sendiri masih dalam masa percobaan, karena masih sangat sedikit yang bisa dilakukan untuk menjadikan lingkungan lebih sehat. Hanya mencoba meyakinkan diri sendiri, bahwa dengan melakukan zero waste dari diri kita sendiri, dari hal-hal terkecil, dan dari sekarang sudah melakukannya, kita sudah melakukan perubahan. Tentu perubahan yang lebih baik, menjadikan bumi kita lestari, hijau dan makmur.

Bergaya hidup zero waste berarti kita mencoba untuk menolak, mengurangi, mendaur ulang, menggunakan kembali sesuatu yang menjadi sampah tersebut. Tidaklah mudah mengubah kebiasaan tersebut, pun kita sering tidak sadar merasa masih butuh ini dan itu yang kemudian hanya akan menjadi tumpukan sampah tak berguna di kemudian hari.

Hidup dengan sedikit sampah bagiku juga berhubungan erat dengan hidup merasa cukup, hidup sederhana. Kita sesungguhnya tidak membutuhkan banyak, tapi kita lebih menginginkan banyak hal, entah karena gaya hidup, tekanan sosial, godaan media sosial, dan lingkungan. Terngiang pelajaran akhlak zaman MTs, bahwa kita sejatinya tidak boleh berlebih-lebih, bukan? walaa tusrifuu, innallaha laa yuhibbul musrifiin. –pake sin ya bacanya buka shad-

Langkah-langkah zero waste

Sejauh ini, langkah yang sudah kulakukan masih secuil sih. Masih belum benar-benar zero waste, nol sampah. Tapi setidaknya memulai dari diri sendiri, dari hal terkecil adalah modal untuk menebarkannya ke lingkungan sekitar kita.

Hal yang pertama banget aku lakukan adalah membawa kantong belanja sendiri; ini adalah modal awal banget yang kulakukan untuk mengurangi sampah. Sangat terasa sekali berkurang plastiknya. Kalo belanja di warung, ibu penjual warung malah jadi senang sekali, karena dia nggak harus menyiapkan plastik untuk belanjaan kita. Kalo belanja ke pasar lebih berkurang lagi jumlah plastik yang kita bawa. Setidaknya kan kalo ke pasar banyak penjual yang dikunjungi jadi biasanya dapat banyak kresek dari tiap belanjaan kita. Aku suka agak sebel gitu kalo dapat plastik yang bekas daur ulang, bau banget plastiknya.

Karena ibu warung suka dengan sikap kita yang suka membawa kantong belanja sendiri, si Ibu cerita ke pengunjung warung  lainnya. Gethok tular. Alhamdulillah beberapa sudah ada yang membawa kantong belanja sendiri. Semoga sampai sekarang semakin banyak juga yang membawa kantong belanjaan sendiri.

Semenjak tinggal di eropa, membawa kantong sendiri sangat-sangat bermanfaat, manfaat buat isi kantong juga, berbayar soalnya. Melihat Mbah-mbah, bapak-bapak, ibu-ibu, mbak-mbak dan mas-mas membawa kantong juga sudah menjadi pemandangan yang sangat wajar. Jika tidak membawa kantong belanja, ya, tas mahal pun bisa menjadi tempat belanjaan.

Kantong belanja pun dijadikan bisnis bagi mereka. Ada banyak model kantong belanjaan yang unik-unik. Ada yang bisa dilipat kecil banget, ada yang diberikan hiasan lucu, bahkan beberap toko ada yang menjual tote bag untuk belanjaan mereka.

Hal kedua, selalu bawa tempat makan sendiri. Membawa bekal sendiri tentu lebih hemat, tapi terkadang males juga masak. Tinggal mlipir ke warung dekat rumah 2000 rupiah sudah cukup kenyanglah makan untuk sendiri. Tentunya membawa tempat makan sendiri, biar nggak ada sampah kertas/plastik terbuang juga. Sebisa mungkin sih kurangi makan yang takeaway gitu, karena pasti makanannya ditempatin di plastik mika atau styreofoam.

Hal ketiga, membawa tempat minum sendiri; bahkan untuk aku yang seringkali lupa minum, dan lupa sudah minum berapa gelas sehari, botol minum menjadi penting. Tentu botol minum bukan yang bekas beli minuman mineral ya, itu mah botol sekali pakai. botol minum yang sehat ialah yang ada tulisan BPA Free (dan semoga bener-bener BPA free ya bukan tulisan aja), dan yang ada angka di lima di keterangan botol yang ada dibawahnya. Kalo aku sih biasanya botol minum ya khusus untuk air putih, bukan untuk jus, apalagi untuk jamu-jamuan, soalnya susah hilang baunya.

Hal keempat, memanfaatkan jar bekas; hobi suami yang suka beli sambal terasi yang pake jar -lebih hemat bikin sambel sendiri tapi sayang selalu kurang sedap- membuat banyak jar yang nganggur. Dibuang sayang, akhirnya aku pakailah buat tempat bumbu-bumbu dapur. lumayan mempercantik ruangan dapur juga, lebih tertata pula dapurnya. Untuk jar yang ukurannya lebih besar bisa juga digunakan untuk pot bunga atau tanaman lainnya. Semenjak disini sih aku biasanya naruh sisah daun bawang atau seledri di jar tersebut, lalu dikasih air. Lumayan lah bisa nggak beli daun bawang sebulan.

Hal kelima, tidak ada sisa makanan; membuat porsi makan secukupnya adalah hal yang kulakukan semenjak menikah. Jika ada makanan yang tersisa selain membuat yang masak sedih, juga menjadikan sisa makanan tersebut menjadi sampah, pun jika dimasak ulang pasti sudah hilang gizinya. 

Hal keenam, memilah sampah; sampah-sampah organik aku buang di samping rumah.  Kebetulan ada lahan kosong yang biasa menjadi tempat berkumpul ayam dan bebek milik tetangga sebelah. Ada juga beberapa pohon pisang yang ditanam disana. Lumayan bisa ngasih makan hewan-hewan tersebut juga jadi pupuk buat si pisang, kan?

Descobrimos completamente por acaso esta conta de Instagram fantástica. Pertence a Maddie Bright, @maddieandthemoon , é uma ilustradora americana vegan e apaixonada por botânica e pelo movimento "Zero Waste". Ontem, enviámos uma mensagem à Maddie e pedimos para partilhar. Ela foi muito simpática e ainda agradeceu. <3 Nós é que agradecemos pela inspiração e pela forma criativa de partilhar os ideais em que acredita, as receitas e os conselhos para uma vida "zero desperdício". Sigam, que vale
gambar diambil dari pinterest

Hal selanjutnya yang pernah kulakukan, lalu gagal di tengah jalan ialah mengurangi pemakaian produk sekali pakai, seperti pembalut dan popok. Sempat mengganti popok sekali pakai dengan clodi (clothing diaper). Tapi sangat disayangkan gagal ditengah jalan. Apalah daya, kurang konsisten, males nyuci clodi, kepraktisan pospak, harga clodi yang agak mahal -diawal-, membuat program clodi ini menjadi gagal. Mungkin bisa dicoba untuk program anak selanjutnya yaa, hoho.

Masih segitu sih langkah-langkah ‘zero waste’ yang sudah dan sedang aku lakukan. Masih banyak hal lain yang perlu di-zero waste’-kan sebenarnya.

Semoga semakin banyak juga yang peduli dengan lingkungan, terutama perempuan. Kita yang lebih banyak mengurusi urusan domestik pasti sangat paham betul dengan keadaan demikian. bisa jadi kita juga menjadi penggerak awal gerakan bebas sampah ini dari tempat terkecil, rumah kita. Kita yang sering belanja dan sering berhubungan dengan dapur. Kita juga yang keseringan bersih-bersih rumah, mengelola rumah. Maka kita diharapkan juga mampu memulai untuk mengedukasi anggota keluarga agar hidup lebih mengurangi sampah, mengurangi plastik, dan mengurangi kemubadziran untuk setiap hal.

Ghina Hai, saya Ghina. Perempuan pecinta pagi, pendengar setia radio dan podcast, menulis tentang kehidupan perempuan dan hal terkait dengannya.

2 Replies to “Mencoba Hidup Lebih Minim Sampah”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Captcha loading...

error: Content is protected !!