Berbicara tentang cek fakta kesehatan, ada kejadian yang cukup berbekas di benak saya. Tidak perlu jauh-jauh, karena kasus ini berada dalam lingkaran keluarga saya. Tentang isu bahaya vaksin.
Tahun kemarin kan sedang hangat-hangatnya orang berbicara tentang vaksin. Namun di lain sisi, ada juga sekelompok orang-orang yang tidak percaya pada vaksin tersebut. Memang ya, dari zaman baheula pro-kontra ini tetap saja ada. Bahkan kalangan mereka semakin gencar dan berani membuat konten yang membuat orang-orang awam lebih takut divaksin daripada kena covid sendiri.
Geram banget, nggak sih?!
Grup whatsapp menjadi salah satu media yang paling banyak menjadi media dalam penyebaran berita bohong atau hoax seputar kesehatan di masa pandemi ini. Fakta itu saya rasakan di grup keluarga juga ternyata.
Mbak saya tiba-tiba mengirimkan beberapa video. Isinya ternyata seputar hasil dari orang yang divaksin. Ada video orang yang malah sakitnya makin parah. Ada bahkan yang sampai mati. Saya melihatnya langsung geram. Mau balas, udah ketik, hapus lagi, ketik hapus lagi. Eh, sama kakak saya malah langsung diserang tentang fakta pentingnya vaksin. Mereka lalu berdiskusi panas (red:berantem) di WA. Alhasil, karena saya adalah adminnya, saya coba menyudahi pertengkaran tersebut dengan mengeluarkan Mbak dari grup. Hmm, sadis juga ya saya. wkwk.
Saya lalu minta Ibu saya untuk tidak mudah terhasut dengan berita tersebut, sekalian saya juga minta beliau menasihati Mbak. Miris nggak sih, malah orang-orang terdekat kita yang lebih susah diedukasi?
Bahaya Penyebaran Informasi Hoaks
Ibu saya ternyata hampir terkena hasutan dari berita tersebut. Tidak hanya ibu saya saja mungkin, ada banyak di luaran sana orang-orang yang mudah percaya terhadap suatu informasi. Apalagi kita juga seringkali bias terhadap informasi tersebut. Kita kadang meyakini karena itu adalah panutan kita, sesuai dengan pemikiran kita, atau kita partisan dari mereka.
Bahaya lain yang muncul selain dari kebingungan kita untuk memilih info yang valid, juga bisa berujung pada ketidakpercayaan kita terhadap pemerintah, otoritas kesehatan, serta ilmu pengetahuan.
Sikap yang muncul dari ketidakpercayaan tersebut lalu berujung pada apatisme masyarakat untuk melaksanakan protokol dengan baik. Padahal jelas-jelas ini berpengaruh kepada orang lain juga. Bisa jadi karena ulah kita membawa kematian pada pihak lain.
Infodemik, Bagaimana Menyaringnya?
Di hari kedua pelatihan bersama Tempo Institute, kami kemudian diajarkan tentang cara cek fakta kesehatan bersama Mbak Siti Aisyah. Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan ternyata saat membaca artikel. Bahkan jurnal sekalipun perlu diteliti lebih dahulu validitasnya.
Cek fakta kesehatan ini penting sekali. Ada banyak informasi yang berseliweran di media sosial seputar kesehatan. Kita tidak bisa kita telan mentah-mentah. Faktanya, kasus kesalahan informasi seperti misinformasi, disinformasi yang merugikan pihak tertentu.
Menurut WHO, infodemik adalah informasi yang berlebihan tentang suatu masalah, sehingga orang-orang sulit untuk menemukan solusinya. Ya, bisa dibayangkan, ada banyak sekali portal yang memberitakan, ditambah akun-akun di media sosial, dan orang-orang yang asal membagikan informasi yang didapat.
Saya sendiri kadang pusing melihat beragam info seputar pandemi. Apalagi akhir-akhir ini, info seputar vaksin seperti berkejaran dengan kabar tentang peningkatan jumlah penderita covid, rumah sakit yang penuh sampai istilah-istilah pemerintah untuk menangani penyebaran covid ini.
Lalu bagaimana sebaiknya kita menyikapi Infodemik yang muncul? Berikut beberapa caranya :
1. Jangan mudah percaya
Saat ada teman atau saudara yang menyebarkan suatu info yang cukup bombastis dan mencurigakan di grup whatsapp atau membagikannya di media sosial, kita perlu pasang sikap tidak percaya dulu. Ini penting karena sikap ini menunjukkan kewaspadaan kita terhadap suatu informasi.
Jika ingin menyela dan mengutarakan ketidakvalidan suatu informasi, lakukan dengan benar dan mendasar. Beberapa caranya bisa dengan identifikasi foto dan video menggunakan reverse image baik google, yandex, TinEye, baidu, dan lainnya.
Lengkapnya mengenai cara mengecek sebuah fakta, silahkan baca : Cara Mengecek Informasi Hoax atau Bukan
2. Pilih akun resmi organisasi atau orang-orang yang kredibel
Memang ada begitu banyak situs maupun akun di media sosial yang memberi informasi seputar kesehatan. Banyak juga sekarang ini para ahli yang aktif memberikan informasi di media sosial personalnya sendiri. Tentunya ini menjadi salah satu pertimbangan kita untuk memfollow mereka saja ketimbang follow akun yang tidak jelas.
Dalam interaksi di media sosial, perlu diketahui bahwa ketika kita memfollow suatu akun, makanya akan ada beberapa akun yang mengikutinya, engagement. Jadi akun yang kita kasih like atau comment itu yang akan sering muncul di beranda. Maka, untuk memberikan informasi yang valid, perlu sekali kita ketahui akun-akun resmi dan kredibel untuk menginfokan suatu perkembangan seputar kesehatan.
3. Saring sebelum sharing
Please, tidak semua informasi yang bagus itu perlu kita bagikan. Jika memang dirasa perlu, saring dulu sebelum sharing. Ada beberapa kemampuan cek dasar kesehatan yang perlu kita kuasai dan penting sekali untuk mengurangi penyebaran hoaks. Saat kita membaca suatu artikel sebaiknya melakukan pengecekan sebagai berikuti :
- cek sumber aslinya.
- jangan hanya baca judul, baca juga keseluruhan artikel yang ada;
- identifikasi penulis, kredibel atau tidak.
- cek tanggal penerbitan tulisan, judul, gambar, infografis, serta kesesuaian konteks dengan isinya.
- cek bias, bisa jadi bias pribadi kita yang memengaruhi kita sikap kita untuk mempercayai atau tidak suatu informasi;
- cek organisasi pemeriksa fakta. Cek tulisan yang ada apakah sudah diverifikasi oleh organisasi pemeriksa fakta atau belum. organisasi pemeriksa fakta seperti Cek Fakta Tempo, Washington Post fact checkers, AFP factcheck, dll.
4. Kurangi waktu berselancar di media sosial
Infodemik bisa membuat mental kita bermasalah. Otak kita yang mencerna begitu banyak info tentu akan berdampak terhadap pikiran kita. Oleh karena itu, sebaiknya kurangi waktu kita untuk berselancar di media sosial. Lawan kekhawatiran dengan meningkatkan imun melalui asupan yang bergizi, pola hidup yang sehat dan pengembangan diri lewat bacaan buku berkualitas.
Bedakan Peer Review dan Pre Print dalam Mengambil Rujukan
Dalam bidang kesehatan, salah satu sumber penting untuk mengambil rujukan suatu data adalah jurnal. Kini, jurnal pun bisa diakses secara dengan mudah. Bahkan beberapa ada yang bisa diakses secara gratis (open access).
Dalam sebuah jurnal terdapat beberapa paper atau dokumen penelitian. Nah, yang perlu kita ketahui, ternyata paper juga ada klasifikasinya. Ada peer review dan pre-print.
Apa itu Peer Review?
Peer review adalah penelaahan sejawat terhadap suatu hasil penelitian sehingga paper tersebut mendapatkan keyakinan yang memadai baik secara kredibilitas, validitas maupun kuantitas.
Di Indonesia sendiri sistem yang ada adalah Blind Review. Jadi reviewer tidak mengetahui penulis makalah tersebut. Hal ini untuk memastikan objektifitas reviewer terhadap suatu paper. Prosesnya sendiri lumayan panjang, meliputi pertimbangan hal-hal baru, objetivitas, metode, dampak ilmiah, kesimpulan dan referensi. Memerlukan waktu cukup panjang agar dokumen tersebut layak cetak oleh reviewer maupun editor.
Peer review dianggap sebagai standard gold untuk menjadi rujukan.
Lalu apa itu pre-print?
Nah, pre-print ini sederhananya adalah dokumen ilmiah yang dipublikasikan sebelum dikirimkan ke suatu media jurnal untuk menjalani peer review.
Apakah pre-print tidak bisa dijadikan rujukan juga?
Secara komponen sebenarnya sama seperti paper peer review. Hanya saja, ini masih hasil olah pikir awal bisa jadi mentah atau ada yang keliru. Oleh karena itu, jika ingin merujuk pastikan kita bersikap lebih kritis terhadap paper tersebut. Kita bisa mengontak penulisnya untuk memberikan sumber, klarifikasi maupun verifikasi.
Penutup
Cara melakukan cek fakta seputar kesehatan ini penting untuk diketahui oleh kita. Karena faktanya, di luar sana orang-orang lebih mudah terombang-ambing oleh informasi daripada anjuran untuk melindungi diri sesuai protokol yang ada. Belajar lebih kritis terhadap suatu berita atau informasi adalah bentuk kehati-hatian kita dalam menjaga keselataman diri dan orang lain.
aku baru tau istilah pre print, peer review, dapet ilmu baru lagi
berita hoax ini yang bisa bikin kesehatan mental turun juga, kadang dari judul aja udah bikin orang “takut” mau baca
apalagi kondisi pandemi kayak gini, pikiran udah kemana-mana, badan harus dijaga kesehatannya, kalau konsumsi berita nggak sehat jadinya badan juga nggak sehat
Makasih mbak ainun. Aku juga baru tahu pas ikut pelatihan kemarin. Makanya aku pun merasa penting banget ini untuk dibagikan. Sebelumnya aku pun banyak cari info tentang pre print dan peer review ini biar ga misinformasi juga