Ghina Hai, saya Ghina. Perempuan pecinta pagi, pendengar setia radio dan podcast, menulis tentang kehidupan perempuan dan hal terkait dengannya.

What I Get from Reading A Novel?

2 min read

book 863418 1920

Buku bukanlah hal asing bagiku. Tapi ternyata, banyak hal yang asing yang kudapati dari berbagai macam bacaan yang kudapati. Baru kusadari, aku sangat jarang bertemu dengan berbagai buku sastra. Hmm, memang apa menariknya buku sastra?

Meraba kembali cerita masa kecilku, ternyata kenangan tentang buku memang sudah tidak jauh dari kehidupanku. Memiliki seorang ayah yang cukup gila dengan buku, menjadikan teladan untuk kami anak-anaknya agar rajin membaca buku. Sayangnya, aku tak ingat, entah tidak pernah atau pernah dilakukan di masa-masa kecilku, kenangan saat membaca buku ataupun didongengkan buku bareng-bareng.

kenangan membaca yang kuingat hanyalah aku membaca sendiri, meminjam buku-buku lusuh perpustakaan di Madrasah Ibtidaiyah, pinjam buku di perpus pribadi Pak Harjo, ataupun sesekali pinjam buku superhero milik kakak. Yang ternyata kakakku pun membaca komik tersebut diam-diam, biar nggak ketahuan Abah.

Aku merasa jauh banget sih dari kisah-kisah fiksi, dari berbagai imajinasi, dari ruang kebebasan berseni dan kerkreasi. Aku benar-benar sempit untuk meluaskan fikiran, bahkan untuk bercerita sekalipun. Oh God, padahal berimajinasi itu free , lho. GRATIS. Cukup pakai otak kita itu lho yang sudah dikasih oleh Sang Pengasih.

Cara termudah menuangkan imajinasi adalah lewat tulisan. Namun, tulisan hanyalah tulisan kosong tanpa membaca. Tentu, membaca itu sangat kerenlah. Aku suka membaca, tapi aku tidak secandu para pecinta buku untuk membaca sekian buku sekian tulisan. Hanya suka yang kadang-kadang saja. Masih anget-anget tahi ayam.

Meski hasrat membacaku sedang-sedang saja, tapi aku suka melihat orang yang sedang membaca daripada orang yang sedang pegang hp. Memang tidak dipungkiri bisa jadi kan pegang hp juga lagi baca e-book sih, tapi tetep sih tingkat kerennya beda. haha. Aku pratekkin sendiri sih bawa buku kemana-mana, ya emang keren tapi terlalu keren, kan jadi ga enak, haha. *apasih

Bacalah hingga selesai

Tapi, lagi, meski hasrat membacaku sedang-sedang saja, tiba-tiba aku serasa ditampar nih saat mendengar Najwa Shihab bilang : Suka nggak suka, coba bacalah buku sampai tamat. Sampai TAMAT. Wow, this is my biggest problem when i read a book, i’ve never finished them yet. Banyak sekali buku yang kubaca halaman depan, langsung daftar isi, lalu pinclat-pinclat ke halaman lain, tutup.

Setengah-setengah emang nggak baik. Jadi keinget ada orang yang ngomong gini nih waktu dulu, “Mending belajar satu hal dan menguasai penuh, dibanding menguasai banyak hal tapi ya semua setengah-setengah”. Terus nanya deh sama diri sendiri, “Apa yang sudah kamu kuasai sepenuhnya? NGGAK ADA, HEU!

Jadi, Februari kemarin, aku menantang diri buat baca buku yang nggak disenengi sekalipun untuk diselesaikan. Ngerti nggak ngerti pokoknya kelar. Dan ternyata, kelaaaar. terharu, huhuhu. Efek-efeknya ini nih yang bakalan aku share ya!

1. AKU BODOH, TAMBAH BODOH, SEMAKIN BODOH. Hello kemana aja kamu, bodoh kok dipelihara? Banyak hal yang masih perlu kamu ketahui di luar sana;

2. AKU SENANG MESKI TAHU SATU HAL; Gila, emang mendadak pintar tanpa kudu sekolah itu ya emang lewat baca buku salah satunya; salah duanya ya banyak, BANYAAK;

3. NGGAK PUNYA HUTANG; Punya utang emang nggak asik kan, hutang pengetahuan juga, serasa plong aja gitu kita tahu hal baru sampai selesai, atau kita tahu ending ceritanya nih. Seneng dan plong rasanya;

4. Merasa tambah keren; hahahaha

Lalu kenapa dengan baca Novel?

Seperti yang udah dibilang di awal, aku itu orang yang kuper soal buku-buku fiksi. Ajaran di rumah dulu agak ketat, disuruhnya buku-buku yang manfaat kek semacam buku-buku keagamaan gitu. Padahal ya Allah menurut yang aku alami sih buku fiksi itu juga bagus, malah lebih ngena banget pengajarannya.

Mengajarkan suatu hal lewat cerita itu akan lebih mengena nggak sih. Rasanya tidak seperti diajar, tidak seperti menghakimi pula. Kita dimintanya untuk memahami alur, memahami tokoh, tidak semua yang buruk itu harus dihindari, ada banyak kisah yang bisa diangkat dan menjadi suri tauladan di kehidupan ini.

Maka pas aku baca cerita tentang Gus Dur yang menyindir Cak Nur (Nurcholis Madjid) yang nggak punya koleksi non-fiksi, beliau bilang : orang yang tidak ada buku novel lokal-dunia di rak bukunya, berarti masih berorientasi pada buku teks atau sumbe bacaan, dengan nama lainnya itu buku model berpikir.

Eh, iya juga yaa, dari situ aku pun baru ngeh juga. *woy kemana aja woy?

Dan ternyata, dari baca novel nih kek Misalkan aku kemarin baca Magic Library karya Joestein Gerrard, gila bacanya kaya lagi diuber-uber sama Bibbi Boekken dan kawanannya. Nah, ternyata emang ada riset yang bilang gitu.

Emory University di US sana bilang nih jika kita baca buku yang bagus bisa membuat konektivitas tinggi di otak dan perubahan neurologis yang bertahan dalam cara yang mirip seperti kerja otot. Nah, neuron-neuron di wilayah otak ini dikaitkan dengan menipu pikiran, bahwa ia melakukan sesuatu yang bukan dia lakukan. Karenanya disebut juga shadow memory. Bisa terbawa suasana bahkan sampai 5 Hari setelah baca novel lho, beda sama nonton pengaruhnya.

Yaudah, pokoknya sebagai perempuan pokoknya kita kudu tambah wawasan agar semakin pintar pemikiran dan tindakannya. Happy international woman’s Day.

Ghina Hai, saya Ghina. Perempuan pecinta pagi, pendengar setia radio dan podcast, menulis tentang kehidupan perempuan dan hal terkait dengannya.

One Reply to “What I Get from Reading A Novel?”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Captcha loading...

error: Content is protected !!