Ghinarahmatika.com – Assalamu’alaikum teman-teman. Alhamdulillah ya kita sudah memasuki bulan ramadan lagi. Biasanya target yang paling sering kita buat itu adalah jumlah khatam nih. Namun pernah nggak teman-teman untuk mengoreksi bacaan Alquran kita sendiri?
Kalau saya ingat-ingat sendiri, perjalanan belajar membaca Alqur’an saya itu kayaknya template saja seperti teman–teman lainnya. Belajar di rumah dengan orang tua terutama ibu, ikut TPQ sore hari, belajar beberapa teori tajwid dan makhrijul huruf di saat MI, lalu lanjut mondok pun lebih dianggap bahwa kamu sudah bisa ngaji. Udah cukup.
Ternyata belakangan ini malah saya menemukan beberapa hal yang perlu diperbaiki atau lebih diperhatikan. Entah itu dari segi pengucapan, penerapan hukum bacaan, maupun tajwidnya yang disebut dengan tartil.
Baca juga : Hal yang harus Diperhatikan Saat Baca Alqur’an Android
Padahal ya bacaan yang tartil itu sudah diperintah berulang dalam Alquran. Bahkan kalau kita sadari, saat kita membaca Alquran secara tartil, bacaan kita pun akan terdengar enak banget. Merasuk ke dalam jiwa dan menemukan kenyamanan tersendiri.
Hal Penting yang Perlu Perbaikan saat Membaca Alqur’an
1. Ritme bacaan
Teman-teman suka sadar nggak betapa cepat atau lambatnya ritme bacaan kita saat membaca Alquran?
Bagi teman-teman yang sudah menguasai bacaan Alquran biasanya suka tanpa sadar ritme bacaan akan lebih cepat daripada umumnya. Bahkan beberapa hukum bacaan pun jadi terlewat begitu saja. Hayo ngaku, kamu gitu nggak?
Kalau dari pengalaman saya, ketika terburu-buru sekali bacaannya, terasa tidak nyaman juga, nafas ngos-ngosan, dan inginnya jadi cepat–cepat menyudahi bacaan. Padahal ya mau ngapain juga ya. haha
Baca juga : Tips Menikmati Membaca Alqur’an dengan Khusyuk
Pernah saya dengar dari tausyiahnya Ning Sheila, kecepatan membaca Alquran itu ada tiga yaitu, tahqiq (lambat dan tenang), tadrir (tartil dan perlahan), dan tadwir (pertengahan antara cepat dan lambat). Ada juga yang bilang 4, dengan menambahkan dengan hadar (cepat namun tetap memperhatikan tajwid).
Jadi pelan pun sebenarnya belum tentu benar jika tidak tartil, apalagi kalau mengutamakan lagu daripada tajwidnya. Tapi cepat pun bisa benar jika penerapan tajwidnya sudah tepat dan bacaannya tartil kok.
Nah, kamu termasuk yang mana nih?
2. Bacaan Iqlab
Saat nun mati atau tanwin bertemu dengan ba (iqlab) tanpa sadar kita suka membacanya sekelebat saja. Padahal saat hal itu terjadi maka panjang bacaannya seharusnya satu alif maupun dua harokat.
Nah lho, yuk perhatikan lagi kalau muncul bacaan yang mengharuskan dibaca dua harokat gitu, berikan haknya untuk mendapatkan bacaan dua harokat tersebut ya.
3. Bacaan Mad Wajib Muttasil
Kadang saking ngebutnya kita tuh kalau melihat garis panjang di atas huruf (〜) bacanya suka sama saja dengan bacaan biasanya, dua harokat saja. Padahal ada yang perlu dibaca 5 hingga 6 harokat yang hukum bacaannya adalah mad wajib muttashil. Yang berarti kita harus membacanya lebih panjang.
Yuk, lebih panjangkan lagi bacaannya kalau ketemu tanda begitu ya!
4. Bacaan ikhfa
Apa yang teman–teman dengar tentang hukum bacaan ikhfa? Harus dibaca dengung, bunyinya kudu di ‘ng’-kan?
Iya memang harus dibaca dengung. Tapi dengung itu seperti apa? Apakah harus bunyi ng semua ketika huruf–huruf ikhfa tersebut bertemu dengan nun?
Ternyata setelah saya mempelajari lebih lanjut, tidak semua harus bunyi ‘ng’. Ada beberapa huruf yang dengungnya kuat banget, biasanya, dan ada pula yang tidak begitu kuat. Sila teman-teman kroscek sendiri ya untuk keterangan lebih lanjut tentang hal ini.
5. Panjang Pendek Bacaan
Wah kalau ini mah PR yang sudah digarisbawahi banget semenjak baca Iqro tapi entah kenapa masih suka pada kebawa saat baca Alquran.
Memang perlu jeli banget baca Alquran itu. Matanya harus jeli memasangkan harokat-harokat dengan pasangan hurufnya. Mata juga harus selangkah lebih cepat melihat tulisan sebelum mulut mengucap. Jadi saat suatu tulisan dibaca terdengar sempurna.
6. Bacaan Gharib
Ada beberapa bacaan dalam Alquran yang tulisannya itu kalau kita nggak tahu ya dibaca seperti tulisannya. Padahal seharusnya ada teknik membaca tersendiri. Untungnya Alquran yang kita pakai di Indonesia itu sudah diberikan petunjuk sendiri. Sepertibacaan Imalah di QS. Hud 47, yang bacanya harus dimiringkan (majreeha), isymam di QS. Yusuf 11 yang mana saat baca mulut kita harus mecucu, Tashil di QS. Al fushshilat yang mana ada dua hamzah dan kita harusnya baca satu saja, dan terakhir Naql yang mana bacanya harus dipindahkan (bi’sal ismu jadi bi’salimul).
7. Berhenti saat napas tidak kuat
Ini juga jadi perkara yang sering terjadi saat kita baca Alqur’an. Kalau untuk berhenti di tempat-tempat tertentu kan sudah ada tanda waqaf yang mana memang kita diperkenan untuk berhenti. Ya meskipun ada juga tanda waqof yang lebih baik lanjut, pilih salah satu, dan sebagainya.
Yang jadi kendala saya itu saat napas sudah tidak kuat tapi tidak ada tanda waqof di barisan tersebut. How?
Saya pernah ikut menyimak secara daring saat almarhum Mbah Najib dari Pondok Al Munawwir (Allahu yarham) itu santri yang menyimak nunjukkin Alqur’annya dan di sana dia sudah punya tanda-tanda kapan berhentinya saat tidak kuat napas. Catatan itu memang diberikan juga sama Mbah Najib saat membaca Alquran.
Kapan berhenti saat tidak ada waqof ini rasanya penting juga untuk kita ketahui. Baiknya kita berhenti dan mengulangi bagian yang mana tidak merusak makna. Tapi karena kita juga banyak yang tidak memahami maknanya jadi secara umum ya saat napas tidak kuat, kita bisa berhenti dan mengulangi beberapa kata sebelumnya dari ayat tersebut sambil menuntaskan bacaan pada ayat tersebut.
Tapi menurut saya ini perlu banget kita mengatur pernapasan saat membaca Alqur’an. Suka nggak sadar kan kita berhenti tapi nggak menghela napas lalu lanjut ke ayat selanjutnya, padahal kalau begitu ya seperti disaktahkan. Atau ada juga yang berhenti baca padahal baru mulai baca beberapa kata dalam satu ayat tersebut. So, hela napaslah yang panjang sebelum memulai baca awal ayat ya.