Ghina Hai, saya Ghina. Perempuan pecinta pagi, pendengar setia radio dan podcast, menulis tentang kehidupan perempuan dan hal terkait dengannya.

Mengenal Lebih Dekat dengan Masyarakat Adat : Sang Penjaga Alam

3 min read

pasyarakat adat menjaga bumi

ghinarahmatika.com –   Seketika ketika semua mahasiswa telah duduk semua, dosen hukum pertanahan saya membuka materi hukum agraria dengan berucap lantang ‘indonesia dikenal sebagai negara Agraris karena menghasilkan produk pangan ciptaan Tuhan yang melimpah. Tapi apakah kalian tahu, siapa penjaga alam sesungguhnya?

Di kelas kami semua celingukan. Ingin menjawab bahwa itu adalah manusia, manusia yang mana? Manusia yang seperti apa? Sementara diri sendiri saja jarang menyapa tanah, apalagi memberdayakan hingga menghasilkan berbagai hasil pangan untuk disantap sendiri.

Sementara kami sedang sok sibuk mencari jawaban, sang dosen memberi kisi-kisi. ‘Ada sekelompok manusia di bumi ini yang sangat unik. Mereka dipandang primitif karena keberadaan dan tampilannya. Hidup di berbagai pelosok. Jangankan punya gawai seperti kita, pakaian saja seadanya. Seadanya yang alam memberi, tanpa ingin merusak, namun untuk merawat yang sudah Tuhan hadirkan disekitarnya. Merekalah masyarakat adat.

Hah? Kok bisa?. Dengan agak sombong, kami semua celingukan mendengar jawaban tersebut. 

Mengenal Masyarakat dan Perjalanannya Merawat Alam di Indonesia

Momen keheranan saya sepuluh tahun yang lalu kian kemari kian terkikis, alhamdulillah. Dengan berbagai cerita, tontonan, bacaan, maupun obrolan, akhirnya saya mulai memahami dan bahkan mengagumi keberadaan mereka, Masyarakat Adat. 

Semakin menarik pula ketika kemarin saya mengikuti Eco Blogger Gathering dan mengundang Kak Rukka Sombolinggi dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Pertanyaan pembuka dari Kak Rukka lagi-lagi membuat saya tercengang ‘Siapa masih suka punya kampung halaman?’

Baca juga : Peran Perempuan Menjaga Lingkungan

Saya paham, modernisasi membuat banyak orang terlena dengan perkembangan hidup yang serba cepat, instan, terlihat modern dengan berbagai hal melekat entah gawai, pakaian, tas, sepatu, dan lain sebagainya. Yakin kamu manusia modern? Apa modern hanya sebatas materi yang tampak-tampak itu?

Di luar sana, ada sekelompok manusia yang setiap harinya dekat dengan bumi. Menjejaki bumi tanpa menginjak-injak sombong namun mereka menganggap tanah yang mereka tinggali sebagai entitas dari kehidupan mereka. Kampung tempat lahir junjung tinggi. Begitu pula adat serta budayanya.

Mengenal lebih dekat mengenai masyarakat adat, rasanya kita nggak bisa hanya meraba-raba berdasarkan kira-kira semata. Nyatanya memang nggak sesempit yang kita pikirkan kok. Nah, ini dia hal penting yang perlu kita ketahui mengenai masyarakat adat tersebut : 

apa itu masyarakat adat

Nah, ternyata unik sekali kan masyarakat adat ini. Sayangnya dalam perjalanan mereka memperjuangkan entitas dan komunitasnya pun mereka kerap mendapatkan perlakuan semena-mena, pemaksaan, dan eksploitasi besar-besaran yang dilakukan oleh penguasa elit lokal dengan dukungan dari penguasa asing.

Fiuh, kesal nggak sih. Sayangnya hal kayak gitu masih juga berlangsung nih sampai sekarang. 

Padahal ya, dalam perjalanannya mereka juga punya andil yang cukup besar lho dalam menjaga kelestarian alam Indonesia dari masa ke masa. Nih ya, dari zaman sebelum muncul penjajahani sudah muncul perlawanan adat bersifat lokal seperti Sedulur Sikep, Orang Badui, maupun Orang Tengger. Apalagi sewaktu masa kolonialisme datang, ada banyak pejuang yang mencoba mempertahankan keaslian budayanya hingga tanah tempat mereka menginjakkan kaki agar tidak tergerus oleh penjajahan.

Masyarakat adat tentunya merupakan bagian dari masyarakat indonesia juga donk. Mereka juga perlu mendapatkan perlindungan dari pemerintah. Amanat konstitusi juga menyatakan demikian kok. Seperti dikutip dari pasal 18B ayat 2 dan 28i ayat 3 UUD NRI 1945 pasca amandemen.

Sayangnya nih amanat konstitusi tersebut tetap saja dilanggar dengan berbagai kepentingan. Dan yang disayangkan pula, kebijakan pun banyak yang mengakomodir kepentingan tersebut. Makanya makin ke sini malah makin banyak gerakan perlawanan yang dilakukan masyarakat adat. Lah gimana, wong entitas mereka semakin tersudutkan, tanah, hutan, laut, dan kekayaan yang mereka jaga malahan atas nama pembangunan malah dijadikan berbagai gedung, lahan investasi, dan lain sebagainya.

Berharap banget perhatian pemerintah juga memperhatikan kebutuhan masyarakat adat ya.  Semoga blogger, saya pun berharap tulisan ini bisa menggugah banyak teman untuk ikut serta menjaga alam dan masyarakat adat yang ada di sekitarnya.

Peran Masyarakat Adat dalam Menjaga Bumi

Kamu pernah nggak ambil makanan cukup dari kebun belakang rumahmu tanpa perlu beli ke pasar? Hmmm, sekarang mah jarang ya. Hampir semua pemenuhan kebutuhan kita biasanya beli. Bayangin aja, masyarakat adat itu memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan menggunakan apa saja yang ada di area tempat tinggal mereka lho.

Potensi yang dimiliki oleh wilayah adat ini sangat melimpah. Mulai dari sumber daya alam, kebudayaan, ekonomi, politik, bahkan spiritual. Jangan salah, mereka ini bahkan menganggap tanah sebagai satu kesatuan dengan mereka. Tanahnya disayang donk, menanam tanaman mereka pun nggak pakai itu pupuk–pupuk anorganik.

Ada juga perjuangan masyarakat adat yang sering kita tidak sadari. Dengan Indonesia yang polusi udaranya cukup tinggi dan aliran air makin banyak juga yang kotor, ketika kita masih bisa menghirup udara bersih dan air bersih, di situ ada peran perjuangan masyarakat adat lho yang menjaga bumi tetap lestari. Kontribusi tersebut bahkan bisa dirasakan tidak hanya di wilayah adat semata, tapi juga menyebar ke berbagai daerah lainnya. Hayuk, kita hargai dengan ikut serta berkontribusi memberi dukungan atas perjuangan dan keberadaan mereka.

Nah, tapi bukan berarti mereka benar-benar tertutup dengan dunia luar ya. Mereka tetap welcome kok pada para peneliti yang ingin melakukan studi valuasi ekonomi seperti yang pernah dilakukan oleh AMAN yang bekerja sama dengan UI, IPB, dan UNPAD.

Saat pandemi datang, masyarakat adat bersama AMAN pun membuat Gerakan Pulang Kampung (GPK). gerakan untuk mengajak para pemuda adat yang berada di kota untuk kembali ke komunitasnya dan mengurus wilayah adatnya. Ini gerakan bagus banget dan bisa banget ditiru di berbagai kampung halaman ya. Usaha–usaha tani dan kebun berbasis pangan lokal dengan kearifan tiap daerah masing–masing dengan menjunjung semangat gotong royong pastinya memberi efek besar bukan hanya soal ekonomi dan ketahanan pangan, tapi juga solidaritas masyarakatnya.

Kesimpulan

Masya Allah, luar biasa banget ya peran dan perjuangan masyarakat adat ini. Sebagai blogger, saya senang sekali mengulas tentang masyarakat adat ini, ada banyak hal bisa saya ceritakan yang semoga bisa menggugah dan menginspirasi kita untuk ikut serta menjaga alam. Yang berpendidikan tinggi maupun merasa sudah menerapkan gaya hidup ngetren seperti zero waste dan sejenisnya jangan sombong dulu ya, karena kepedulian terhadap bumi tidak melihat siapa kita. bahkan masyarakat adat sudah lebih awal menerapkannya. Ya sesiapapun kita memang harus menjaga dan melestarikan alam ini.

Ya donk, kan menjaga bumi tetap lestari adalah kewajiban kita sebagai manusia.

Saya jadi ingat ada petikan dari podcast yang mengena banget dan terus terngiang-ngiang nih soal menjaga alam ini:

 ‘Kalau kamu mengakui Ketuhanan yang Maha Esa, maka harusnya kamu juga mengakui dan turut serta menjaga ciptaan Tuhan lainnya..

Ghina Hai, saya Ghina. Perempuan pecinta pagi, pendengar setia radio dan podcast, menulis tentang kehidupan perempuan dan hal terkait dengannya.

4 Replies to “Mengenal Lebih Dekat dengan Masyarakat Adat : Sang Penjaga…”

  1. Semoga pemerintah segera dan serius memperhatikan masyarakat adat, mengingat peran penting mereka yang sangat vital untuk menjaga kelestarian alam. Selain itu, masyarakat adat adalah representasi penting akar identitas keindonesiaan kita, jadi wajib dibantu untuk terus eksis.

  2. Di desa suamiku juga masih gitu mbak. Pada nanam tanaman sendiri dan makan pakai sayuran yg dia tanam soalnya pasarnya jauh bgt. Moga aja masih bnyk desa lain yg mempertahankan hal kayak gitu ya

  3. Si tempat suamiku jg masih gitu mba pada nanem tanamanan sendiri dan mencukupi kebutuhan dr kebon sendiri. Soalnya pasarnya jauh bgt. Jadi mereka malah mandiri dan berdikari yaa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Captcha loading...

error: Content is protected !!