Ghina Hai, saya Ghina. Perempuan pecinta pagi, pendengar setia radio dan podcast, menulis tentang kehidupan perempuan dan hal terkait dengannya.

Menata Kembali Hidup Dimulai dari Lemari

2 min read

menata kembali hidup dimulai dari lemari

Lemari menjadi penanda hadirnya seorang anak manusia. Semakin manusia bertambah umur, isi lemari semakin penuh, penuh, penuh dan menumpuk. Ia menjadi saksi bisu dalam hidup kita yang seakan dihinggapi begitu saja tanpa diulas dari berbagai sisi, bahwa lemari itu ada karena kita ada.

Maka, dari itu saya ingin mengulas tentang lemari.

menata kembali hidup dimulai dari lemari

Buka Lemari, nikmati prosesnya!

Kemarin dalam senggangnya kondisi di siang hari, seusai semua kerjaan rumah telah dianggap selesai dikerjakan, saya mencoba melirik pada lemari. Ia yang yang hanya disentuh saat akan mengambil dan menyimpan baju. Dipindahkan pun hanya sesekali saat ingin berpindah suasana kamar.

Lemari yang berisi baju tersebut mengingatkan kembali pada kenangan di setiap baju yang dipakai, namun lemari itu sendiri dianggap seperti tak berkenangan. Itu yang saya rasakan saat menyentuhnya. Ah, mungkin saya terlalu mengabaikan lemari yang justeru sangat berjasa untuk menyimpan kenangan dari masa ke masa.

Membincang tentang lemari, tetiba saya teringat pada suatu film pendek yang dibuat oleh Mas Bregas dan kawan-kawan, yang berjudul ‘Lemantun‘ yang berarti lemari dalam bahasa Jawa. Dalam kisah yang diambil dari kisah nyata, masing-masing anak memiliki satu lemari yang ia miliki sedari lahir hingga ia mentas meninggalkan rumah orangtuanya ketika dewasa.

Hingga, ketika anak-anaknya sudah dewasa, Sang Ibu yang tinggal bersama anak terakhirnya meminta semua anak untuk datang dan mereka diminta untuk membawa masing-masing lemari mereka.

Dalem banget itu isi film pendeknya. Ada berbagai kesan dan pesan yang bisa diambil. Ada yang bilang bahwa lemari adalah rahim, ada juga yang fokus sama kehidupan ibu yang hanya ditemani oleh anak terakhirnya, ada yang berbicara tentang kesuksesan anak dan kaitannya dengan bakti kepada orangtua, lain sebagainya.

Saya mau membahas tentang lemari dan unek-uneknya aja ya. Karena kemarin tetiba ada keidean untuk berbenah lemari, dan melipat serta menyusunnya ala ala Marie Kondo gitu. Tapi malah saya jadi keingetan pas di pondok dulu. Bersaing sama teman seasrama agar bisa menata lemari serapih mungkin dengan space yang emang cuma satu lorong. Jadi kita udah praktekkin lipatan Marie Kondo duluan ternyata. haha

Lemari sebagai sebuah ruang untuk ditinggali oleh barang. Jika mendapati lemari yang kecil seperti di asrama misalnya, memang kita harus menata pakaian kita seoptimal mungkin. Tapi, Jika kita mendapati space yang lebih luas. Gimana hayo?

Baca juga : 3 Langkah Mudah Memulai Hidup Minimalis

Kamu akan mengisinya hingga penuhkah? Berapa pasang celana? Berapa pasang baju? Yakin semuanya kepake?

Jika bukan karena hidup terus berpindah-pindah terus, yes we are still a nomaden family, mungkin pengalaman mengenal pakaian tidak akan saya temukan. Karena nomaden ini pula, memperhitungkan barang untuk mengisi rumah menjadi pembelajaran buat saya.

Nah, ketika saya memulai untuk mengeluarkan baju dari lemari satu per satu, saya sudah malas duluan. Kok ternyata banyak ya. Padahal satu lemari ini dipakai untuk kami bertiga. Saya pun kedapatan hanya dua lorong.

Jadilah saya menghitung jumlaha pakaian yang saya miliki. Ternyata saya memiliki 7 kerudung, 3 rok, 4 celana, 2 legging, 3 longdress, 5 kaos, 8 baju formal (tunik dan blouse) 2 sweater, dan 1 sarung. Totalnya 35 ya.

Banyak banget nggak segitu tuh?

Baca juga : 6 Hal penting untuk Membangun Kebiasaan Sehat Perempuan

Saya nggak memisahkan baju tidur dan baju rumah ya. Karena memang semuanya dipakai asal pakai aja, tidak ada kekhususan. Kecuali baju keluar kayak tunik dan gamis gitu nggak nyaman aja dipakai ke dapur, saya juga bukan tim ibu-ibu berdaster sih.

Yang saya khususkan dari pakaian itu adalah pakaian untuk sholat. Sebagai seorang muslim, memang kita baiknya berhati-hati banget untuk urusan kesucian pakaian terutama. Makanya kalau di pondok-pondok lebih nyaman pakai sarung, termasuk saya. Tapi sekarang saya pun mengkhususkan pakaian bersih yang dipakai untuk sholat saja.

Memilah dan menata kembali isi lemari itu seru juga ya. Seperti menata kembali hidup, haha.

Eh, tapi serius lho, ini kan hal kecil yang berarti dan berpengaruh juga buat hidup kita. Isi lemari kita menunjukkan gaya hidup, lingkungan, dan pekerjaan kita. Semua kembali pada kebutuhan kita masing-masing yaa.

Nah, melalui tulisan ini, saya mau menantang diri saya nih, semoga jumlah 35 itu akan ajeg untuk waktu yang cukup lama ya. Bismillah.

So, kamu sudah obrak-abrik isi lemari belum guys? Berapa baju yang kamu miliki sekarang?


Ghina Hai, saya Ghina. Perempuan pecinta pagi, pendengar setia radio dan podcast, menulis tentang kehidupan perempuan dan hal terkait dengannya.

13 Replies to “Menata Kembali Hidup Dimulai dari Lemari”

  1. Pengalamannya sama mbaaa karena nomaden jadi aja males punya banyak barang di rumah terutama baju toh setelah ditelaah yang dipake itu-itu aja. Sepatu juga gitu… memang beli mungkin sekali mahal tapi kepake diatas 5 tahun. Jatohnya hemat kan… Memang rezeki itu sesuatu yang dipakai hingga usang

    1. Suka sekali sama kata-kata terakhirnya Mbak Yangie, rezeki itu sesuatu yang dipakai hingga usang. Semoga saya dimampukan utk menerapannya dlm kehidupan saya

  2. Saya juga bukan tim buibu berdaster, punya sih daster, tapi ya custom tidur sih itu, bukan gamis model daster yg dipake hari-hari, hihi..
    Alhamdulillah, saya sih bukan tipe orang yang tiap bulan beli baju, atau harus pake baju baru tiap kali lebaran. Mau kondangan juga nggak masalah pake yg itutu aja, yang penting sopan dan masih nyaman dipakai. ah, jadi curhatkan, haha.. monmaap ya kak Ghin :))

    1. Kurang nyaman pake daster nih soalnya kalo keluar mesti ndadak harus cari outer dan pakai celana panjang. Malah nambah waktu jadi nggak kekejar kalo ada paman sayur lewat.

      Wah, kerenlah mbak rizki nih, udah sangat sederhana dalam berpakaian, saya masih harus berlatih banyak nih.

  3. malu jadinya baca ini, baju saya kayaknya juga lumayan banyak, masalahnya saya buang baju, abis itu beli lagi, ckckckck.
    Dan saya pecinta baju nyaman, tapi suka model yang lucu, jadinya suka kegoda beli baju, ujung-ujungnya nggak dipake πŸ˜€

    Apalagi sekarang banyak di rumah, palingan ngabisin baju kaos dan celana pendek, dipake terus sampai bolong sana sini πŸ˜€

    1. Saya juga berani-beranikan mbak. Biar nanti kalo baca tulisan ini lagi, saya jadi keinget dan nggak kepengen buat nambah-nambah lagi, hehe

      Itu penyakit saya juga sih, bajunya yg nggak disukai dibuang atau dikasihkan, tapi merasa senang malah karena ada kesempatan buat beli baju lagi, huhuhaha. Padahal sekarang di rumah aja, kaos oblong mulu yang dipakai. toos lah!

  4. Baju saya nggak banyak mba, sudah dari beberapa tahun terakhir memang nggak tumpuk baju di rumah πŸ˜€ sebabnya saya lebih sering biztrip jadi hidup hanya sebatas baju di koper kabin saja, terus pasangan saya tipe yang bajunya juga nggak banyak (dia punya baju under 10 lembar untuk atasan) dan itu dirotasi sama dia setiap harinya hahahahaha. Baru setelah sudah nggak layak, dia akan beli yang baru ~ dari situ saya mulai hidup lebih minimalis untuk urusan baju dan terbiasa sampai sekarang πŸ˜€

    Saya sama seperti mba Ghina, suka sekali menata lemari, baik itu lemari pakaian atau lemari es untuk menyimpan makanan hihihi ~ pokoknya urusan tata menata lemari ini bisa jadi healing untuk saya meski isi lemari pakaian dan isi kulkas saya sebenarnya nggak banyak πŸ˜› terus dari baca tulisan mba Ghina di atas, saya jadi memahami betul esensi lemari adalah bagian dari kelahiran, dan jadi ingat lemari pertama saya yang dibelikan orang tua dan saya gunakan hingga saya beranjak dewasa. Hati mendadak terasa hangat πŸ˜€

    Thanks for sharing tulisan ini yah, mbaaa. Lavvvv <3

    1. Waah,ternyata jauh banget selisih jumlahnya sama punya saya. jadi malu,.. (tutup muka)

      Memang hidup berpindah itu mengajarkan banyak hal, salah satunya ya terbiasa dengan hal yang seadanya,termasuk pakaian dan kebutuhan sehari-hari.
      Menata lemari ini bahkan kalo sekarang banyak orang yang menganggapnya ribet dan malah bikin kesempatan buat menumpuk saking seringnya nggak kelihatan. Makanya pada banyak yg sekarang pakenya clothes storage ala konmari atau yg lebih ekstrim lagi pake gantungan doank, jadi baju-bajunya kelihatan semua.

      Saya juga mbak lemarinya masih ada di rumah orangtua tuh sekarang. Isinya masih utuh sampe ga tersentuh, huhu.

  5. Huaaa dari kemarin mau ninggalin comment tapi captcha-nya error terus. Eh hari ini balik ke sini, comment box-nya udah berubah 🀭

    Kak Ghina hebat banget bisa punya total pakaian hanya 35 pieces. Itu udah terbilang sedikit menurutku. Kalau total pakaianku ada 50, udah termasuk sama baju tidur juga. Ini aku ngitung karena temanku suruh waktu bulan lalu karena dia pengin mulai hidup minimalis juga dan pas dia tahu bajuku cuma segitu, dia kaget dan bilang baju dia lebih banyak lagi padahal udah dibuang-buangin πŸ˜‚

    Aku pun ngerasa dari 50 baju itu, nggak semua baju mendapat perlakuan sama. Ada yang jarang banget dipakai semenjak terakhir kali aku declutter dan sepertinya baju-baju ini akan siap masuk keranjang donasi ketika aku declutter lagi nanti.

    Declutter lemari pakaian itu susah-susah gampang menurutku. Gampang untuk menyingkirkan baju yang emang kita udah nggak cocok dan nggak pernah pakai lagi. Susah untuk menyingkirkan baju yang kita nggak pernah pakai tapi masih suka, dilema deh jadinya 🀣
    Kalau udah kayak gini, aku biasanya masih simpen tapi ujung-ujungnya bakal aku singkirkan juga sih.
    Terus lihat kak Ghina punya baju cuma 35 pieces, aku jadi pengin bongkar isi lemari lagi. Wkwk.
    Apalagi semenjak covid, jadi nggak bisa kemana-mana juga. Jadi makin ketahuan, baju mana yang sering dipakai dan tidak.

    Eh jadi panjang kan curhatnya 🀣

    1. Ini box commentnya diganti soalnya aku bingung ini kok kotak komentarnya ga berurutan. Harusnya kan komen orang terus komen author, inipun masih begitu ternyata.. masih harus otak atik lagi

      Eh, kirain komentarku tadi nggak masuk lho, soalnya pas aku tadi klik publish, suamiku matiin internetnya, hoho

      eniwey, kalo ngomongin baju nih menurutku ga ada kuantiti tertentu kok. Asal semuanya dipakai dengan baik dan kebagian jatah pakai semuanya.

      Yang susah itu utk menggunakannya sampai rusak. Kita kan seringnya pakai sampai lupa kalo ada barang tsb karena udah punya yang baru.

      Makanya declutter itu ternyata healing bgt. Selain saying thank you sma lemari, juga menata kembali pakaian yang sudah menemani hidup kita.

  6. Huah saya semakin kesini (lagi masa kayak gini) jarang banget buka lemari, pakaian yang pakai itu-itu aja alias cuci-kering-pakai. sampai-sampai pada waktu-waktu tertentu nemu baju yang terlupa β€œlah ini baju siapa” saking lamanya gak dipake. Jadinya semakin kesini berusaha buat mikir panjang dulu sebelum beli apa-apa, meskipun masih sering kalap 😦

    1. Waaah udah saatnya buka lemari mbak. Kali aja ada isi lemari yg bisa didonasikan, kan mayan. Hihi

      Saya pun masih kok kadangan kalap gitu, nulis ini jg gegara abis kalap terus ngerasa dosa tp kalap mulu kalap lagi. Makanya dicatet gini biar jdi pengingat. 😁

  7. dari beberapa minggu lalu udah pengen aja beresin isi lemari tapi ga sempet.
    lemari aku kecil alias yang ukuran standart, cuman 1 sisi untuk baju lipat dan bagian lain yang untuk baju gantung. dan sekarang udah pasti ga cukup mba buat nyimpen baju. padahal aku ada tambahan lemari plastik susun itu, tetep ga muat, mungkin kalau lemari plastiknya satu tempat aku pakai buat nyimpen barang printilan.
    lemari kayu nya terlihat full banget, padahal beberapa udah dilungsurin ke orang orang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Captcha loading...

error: Content is protected !!