Alhamdulillah, akhirnya setelah melalui wara-wiri dan urusan yang lumayan menguras waktu dan kantong, tanggal 19 Januari kemarin kita cus berangkat ke Groningen, Belanda.
Seperti saya ceritakan di post sebelumnya, bahwa kita kembali ke Groningen dalam misi untuk menyelesaikan perkuliahannya pak suami. Alhamdulillah, setelah mengurus MVV, kami pun langsung beli tiket berangkat.
Baca juga : Mengurus Visa Belanda saat Pandemi
Nah, seperti apa ya perjalanan ke luar negeri saat pandemi gini ya?
Seru? Banyak syarat? Ribet? Atau gimana?
Saying Good Bye di Bandara Soekarno
Dengan kondisi yang cukup menegangkan di tengah Om Icron yang makin menggeliat, kami pun memutuskan untuk berangkat ke Groningen, Belanda, lewat Jakarta. Senangnya kali ini keberangkatan kami diantar oleh Mbak dan juga ibu saya yang alhamdulillah masih bisa wara-wiri mengunjungi ketujuh anaknya yang tercecer di berbagai kota. Sehat selalu, Mih.
Nah, saya cukup kaget lho, di bandara itu ternyata ada banyak banget antrian dengan pemberangkatan pesawat ke negaranya paman Erdogan. Kaaan jadi teringat meme viral dari filmnya Reza Rahadian dan Putri Malino, hoho.
Saat kita mau check in malah rombongan sebelah lebih ramai lagi. Mereka ini juga yang nantinya bakalan satu pesawat sama kita nantinya. Mereka adalah segerombolan calon mahasiswa baru yang akan kuliah di Cairo University. Ketahuan soalnya mereka semua pada jaket dengan tulisan Cairo University gitu.
Jadi syarat apa saja yang perlu dibawa saat akan melakukan perjalanan ke luar negeri? Secara umum, syaratnya cukup sederhana kok teman-teman, yang petugas minta adalah :
- Hasil test PCR negatif dari instansi yang sudah masuk di aplikasi PeduliLindungi
- Passport
- Sertifikat vaksin yang ada di aplikasi PeduliLindungi
- Tiket pemberangkatan
Sebagai tambahan, karena tujuan kita ke Belanda, Negara Belanda menambahkan satu form lagi yang perlu diisi, yaitu Health Declaration for Travellers yang perlu kita tandatangani, Nggak perlu dicetak kok, kita tunjukkan file yang sudah kita tanda tangani secara digital juga boleh.
Oh ya, jadwal keberangkatan kita kemarin itu pukul 22.10 wib. Ke bandara 3 jam sebelum kebreangkatan masih aman kok. Tapi kita berangkat jam 17.00 dari Tangerang Selatan. Biar lebih tenang saja. Sekalian bisa sholat Maghrib dan Isya di sana, sih. Sempat ketemu juga alhamdulillah dengan teman kampus di sana. Nggak kerasa lho, ngobrol melepas kangen dalam 3 jam berlalu begitu saja. Jam 20.00 saya check in dan nggak lama kemudian Ibu dan Mbak saya pun pulang.
Pengecekan Naik Pesawat ke Luar Negeri
Setelah check in, kita masuk ke area bersih di mana hanya ada orang-orang yang akan naik pesawat yang akan berangkat, persyaratan pun diminta lagi. Kali ini hanya passport dan hasil test PCR saja. Antriannya cukup mengular juga, sih.
Lalu kita pun menunggu sekitar satu jam di rest area bandara. Sambil lihat-lihat cinderamata yang di jual di sana. Saya pun coba berkunjung ke bootnya dan beli oleh-oleh buat teman yang nanti akan menyambut kami di bandara Schipol.
Tepat sebelum naik pesawat, kita pun melakukan pengecekan lagi. Well, saat petugas mengecek mata saya malah salah fokus ke beberapa foto orang yang terpampang di sana. Ada yang bisa nebak, kenapa foto mereka terpampang di samping desk petugas? Yup, mereka adalah para buronan, gais.
Di pesawat, tidak ada pengecekan lagi. Hampir semua kursi terisi. Ya tidak ada jaga jarak, sih. Tapi petugas mengingatkan terus untuk tetap memakai masker. Meski, pas makan jelas semua buka masker sih, huhu.
Transit di Dubai saat Pandemi
Saat pandemi, tempat transit sepertinya tidak begitu banyak berubah. Hmm, saya tidak tahu ini karena berbeda bandaranya saja atau gimana, tapi kebetulan sekali kemarin saat transit di Abu Dhabi saya tidak menemukan toko yang buka.
Selama 8 jam transit, kami hanya menghabisan waktu untuk istirahat dan sholat subuh saja. Sengaja banget mencari tempat yang agak sepi untuk beristirahat. Untungnya tepat dekat Prayer Room sepi sekali.
Kita pun sholat subuh dulu di sana sebelum leyeh-leyeh. Nahla alhamdulillah lumayan anteng selama di pesawat maupun di tempat transit. Sementara saya dan suami rebahan, dia malah antusias untuk mewarnai. Kebetulan dapat gift dari maskapai berupa kertas mewarnai dan beberapa mainan.
Baca juga : Groninger Forum, Tempat Asyik Membaca dan Bermain di Groningen
Saat rebahan inilah, tiba-tiba ada orang Indonesia bertanya soal tempat sholat. Setelah saya menunjukkan tempatnya, sekilas saya pun melihat jam. Waktu itu saya lihat jam sudah sekitar pukul enam. Lho, saya terperanjat. Langsung saya cek jadwal sholat. Wkwk, tadi saya sholat subuh saat masih waktunya tahajudan. Langsung deh habis itu saya pun sholat lagi.
Ketika kita sudah bergegas ke tempat check in untuk naik pesawat lagi, eh akhirnya kita menemukan semacam playground gitu. Baru ngeh, pas lihat ada satu anak laki-laki sedang loncat-loncat di sana. Padahal tadi pun pas mau turun kita melewatinya juga. Setengah jam pun kita habiskan di playground sana.
Tiba di Belanda dengan Selo
Pukul delapan sudah hampir tiba. Kami pun sudah mengantri untuk masuk pesawat lagi. Untungnya bawa anak itu, kita akan didahulukan. Itu trik yang bikin suami agak santai untuk ngantri. Wkwk. Pengecekannya pun santai. Kita hanya diminta menunjukkan pasport saja.
Di pesawat, tiba-tiba para pramugari memberikan kertas yang perlu kita ceklist. Isinya kurang lebih menanyakan kondisi kita. Apakah flu, batuk, demam, dan sebagainya. Hampir sama dengan Health Declaration, sih.
Detik-detik mendarat pun kita bergegas untuk menyiapkan beberapa persyaratan yang kemungkinan nanti akan diminta. Passport, hasil test PCR, dan kertas yang tadipun sudah saya siapkan. Agak deg-degan donk, ada banyak petugas cyin yang menyambut kita di tiap gerbang.
Gerbang pertama, di mana antrian mengular, orang-orang heboh untuk mengisi form yang tadi disebar di pesawat. Saya pun sudah cukup santai karena sudah menyiapkan semuanya. Eh,.. pas dapat antrian, jebule cuma diminta menunjukkan passport saja. Surat-surat lainnya mah loss aja.
Iya sepanjang gerbang memang ada banyak petugas, tapi mereka nggak ngapa-ngapain kita kok. Kalau ada yang butuh bantuan mungkin akan mereka bantuan. Tapi yang saya lihat ya mereka cuma berdiri sembari mensedakapkan tangannya dan memperhatikan kita lewat saja.
Hai, Schipol dan Winter
Alhamdulillah, tiba di bandara Schipol kami disambut oleh cuaca yang sangat dingin. Delapan derajat celcius membuat kami yang baru tiba benar-benar merasa tidak kuat berjalan. Sialnya, kami pun tidak membawa jaket winter.
Eh, kalau saya sih sudah pakai longjohn dan sweater, denk. Nahla juga udah pakai jaketnya, tapi udah kekecilan, dan suami masih pakai satu lapis baju dan jaket tipis saja. Suami pun sudah minta tolong teman di Amsterdam untuk membawakannya jaket musim dingin. Ngerepotin ancene.
Perjalanan selanjutnya masih menunggu. Semoga senantiasa Ia lancarkan, berikan kemudahan, dan kuatkan kami, ya. Aamiin.
Aamiiin semoga lancar sampai selesai tugasnya di sana ya mbaaa.
Ya ampuuuun baca ini, aku jadi Bener2 kangen Ama Eropa.. kangen traveling sih intinya. Tapi ntah kenapa masih belum tertarik jalan, walo bbrp negara udah buka border, lebih karena aku masih mau nunggu karantina ini berakhir. Apalagi aturannya masih beda2, ntr udah nyiapin budget karantina 4 jari, eh berubah lagi jadi 10 :(. Makanya yo wislah tunggu sampe aman dan karantina dicabut aja :(. Padahal Malaysia yg bakal buka border akhir Feb ini , ga mensyaratkan karantina asal udh vaksin komplit . Semoga Indonesia juga gitu…
Xiix, pengaruh jetlag kayaknya solat Subuh pas masih waktu Tahajud. Tapi kadang nggak di bandara juga alias di kehidupan sehari-hari, saya juga sering kecele solat Subuh sebelum waktunya. Dikira udah masuk waktunya tahunya masih adzan awal.
By the way, transit di Dubai nya lumayan lama juga ya 8 jam.
Wkwkwk, beda negara harus langsung cek jadwal sholat emang, jadi lgsg download aplikasi pengingat juga, soalnya nggak ada adzan kan..
Saya tahunya Wageningen, soalnya banyak banget senior saya di kampus lanjut S3 dan S3 di sana. Doen2 saya juga banyak lulusan Wageningen. Groningen dan Wageningen seberapa jauh mba? Sepupu suami saya tinggal dan menikah dengan orang Belanda. Itu di belakang rumahnya punya speed boat pribadi. Aduuuuh, lihat foto-fotonya kok kayaknya seruuu ya tinggal di Belanda.
Iya mbak, saya pun ketemu banyak llusan itb dan ipb di Wageningen, karena memang jurusannya banyak juga yang samaan gitu mbak. Mayan jauh sih, pakai kereta sekitar dua jam gitu.
Wah punya speed boat pribadi, seru banget pastinya tuh dipake pas musim panas ya.. Haha, seru nggak seru teh, yg penting harus ada biaya hidup
Seru juga ya mendadak harus travelling ke Belanda pas lagi sikon begini. Ternyata nggak terlalu ketat juga pengecekan kesehatannya? Semoga sehat terus Mbak dan keluarga
ternyata seru juga yaa melakukan perjalanan di masa pandemi ini. Sehat sellau yaa, Mba, dan keluarga agar bisa melakukan perjalanan berikutnya
Wahhh keren nih bisa liburan satu keluarga bareng, impian banget. Semoga setelah mamah sembuh bisa liburan juga seperti ini dan menikmati alam dan suasananya bersama-sama. huhu kangen banget!
Aku pikir jaket adik Nahla bagian dari fashion.
Rasanya adaptasi dengan lingkungan baru ini kudu cepat ya..agar gak jetlag, apalagi adaptasi dengan waktu-waktu sholat.
Ini bakalan karantina dulu kah?
wah selamat menjalani kehidupan baru lagi di groningen, mbak. jadi ingat nih pernah baca buku penulis yang juga ambil s2-nya di groningen.
hihi, jangan -jangan itu bukunya mba monika oktora ya mbak, dia blogger juga sih. sering ketemu kalau ada pengajian anak di sini
wahh aku ketinggalan cerita
alhamdulilah udah sampe di Belanda dengan selamat, sukses buat kuliah paksum mbak
dan ga sabar mau baca baca cerita pas disana
pas banget nih lagi nyoba ikutan tridop isb nih mba nun, pantengin ya postingan seputar belandanya, hihi..
Wah, Mba Ghina dan keluarga skrng udah balik lagi ke Belanda yaaa.. ^^ Semoga lancar2 untuk kuliah paksu yaa. have fun juga di sana ya mbaa 🙂 langsung disambut winter nih, semoga sehat2 selaluuu yaaa..
iya mba thesss… makasih yaa.
ga kuat banget ini badan disambut dengan flu, batuk, demam, hmmm udah parno aja kita. langnsung tes covid deh. alhamdulillahnya negatif. memang butuh adaptasi ya ini badannya