Ghina Hai, saya Ghina. Perempuan pecinta pagi, pendengar setia radio dan podcast, menulis tentang kehidupan perempuan dan hal terkait dengannya.

Sebuah Target Puasa Ramadan, Belajar Beribadah Lebih Berkesadaran

4 min read

cara menjalani puasa ramadan mindful

Setelah sekian banyak target Ramadan yang mencoba saya uraikan dalam selembar kertas sehari jelang Ramadan, lalu saya coba baca-baca ulang. Ah, semua ini kok kebanyakan berupa ibadah mahdhoh. Semua ini berdasarkan pada kuantitas. Yakin kuantitas bisa membuat pahala kita bertumpuk?

Iya, memang kehadiran Ramadan memberikan nuansa dan makna ‘berlomba dalam kebaikan’ lebih menyasar pada kuantitas, kok. Kita mengupayakan diri untuk melakukan hal yang lebih dari biasanya. 

Biasanya tidak melakukan sunnah tertentu, sekarang mulai coba dilakukan. Tadinya ngaji cuma selembar – dua lembar sehari, selama Ramadan kita buat target khatam sebulan. Menghitung proporsi ibadah pun jadi terlihat mudah dengan cara demikian, bukan?

Tak ada yang salah, sebagai manusia awam, memang kita lebih suka dan lebih mudah menilai suatu hal berdasarkan jumlah. Apalagi ini jelas-jelas terpampang nyata. Bisa kita ketahui.

Tapi, bagaimana dengan proses kita melakukannya? Bagaimana hubungan kita dengan sesamanya? Bagaimana hati kita menjalaninya? Sikap-sikap kita merespon suatu hal, seperti apa? 

Belajar Berkesadaran dalam Menjalani Puasa Ramadan

Di suatu sore menjelang Ramadan, saya dan suami tetiba membicarakan tentang suatu postingan yang membicarakan goal ramadan, i’tikaf, target-target dan capaian yang bisa kita lakukan selama Ramadan.

mengejar target ramadan

Di satu sisi, pastinya senang sekali melihat banyak kaum muslim yang berbondong-bondong meningkatkan ibadahnya. Tak dipungkiri, saya sendiri biasanya baru cukup terpecut untuk lebih memperbanyak ibadah mahdhoh saat Ramadan. Meski saya akui sendiri bahwa hal itu tidak sepenuhnya bagus. Karena akan lebih bagus kalau hal itu dilakukan berkelanjutan, bukan?

Kita harus bergembira menyambut Ramadan. Bulan bertabur pahala, berlimpah kasih sayang, dan yang sering kita lupa, bulan ini juga bulan di mana kebathilan yang kita lakukan pun diganjar dosa yang berlipat juga.

Tapi, pahala itu urusan Tuhan, kan? 

ya, maka biarkanlah Tuhan memperhitungkan kelayakan pahala pada masing-masing ibadah kita. Tugas kita adalah taat dan menjalaninya dengan penuh kesadaran.

Biasanya yang tak jauh dari target kita selama Ramadan itu terkait dengan sholat, puasa, tadarus, dan melakukan ibadah sunah dan lain sebagainya. Lalu, bagaimana kita melakukan hal-hal tersebut secara berkesadaran?

1. Saat sholat dan pasca sholat

Shalat itu perlu khusyuk ya. Maka selama sholat, ingin sekali rasanya untuk mengupayakan diri hadir menyelami apa pun yang saya baca, menyedikitkan lupa pada posisi sholat, mengurangi salah bacaan sholat karena tidak sadar, tidak menjadi makmum masbuq, dan membaca Fatihah dan surat-surat dengan tartil. 

Sementara setelah sholat, inginnya itu duduk lebih lama. Saya inginnya tidak terburu-buru untuk bergegas bangun dari tempat duduk setelah sholat usai. Wiridan rutin tidak hanya saat jadi makmum. Memperbanyak jumlah doa yang dipanjatkan, merapal doa dengan sadar dan tartil, serta melakukannya dengan tidak terburu-buru.

Mengupayakan hal-hal tersebut ternyata butuh niat yang kuat. Perlu melihat kondisi, niat yang kuat, tasbih sudah dekat, dan hati terlah terikat untuk mendekat kepada Ilahi.

2. Momen tadarus Alquran

Adab-adab membaca Alquran perlu lagi rasanya untuk kita ingat dan praktikkan lebih sadar. Entah wudlunya, kondisinya diri, pakaian yang digunakan, posisi duduk, memposisikan Alquran-nya, serta tentu saja momen membacanya.

Baca juga : Menikmati Membaca Alquran dengan Khusyuk

Seringkali kita lupa dan terburu-buru, mengejar target bacaan seperti dikejar-kejar anjing jalanan. Mengebut tak karuan. Oke, itu bisa kita dikoreksi. Namun yang sering kita tidak sadari, kita kadang tidak mengistimewakan Alquran itu sendiri. Seperti melewatkan adab-adab terhadap Alquran.

Saya sendiri berkali-kali dapat teguran dari suami. Ia seringkali mengingatkan untuk menutup kaki saat mengaji, meletakkan Alquran dengan posisi tertinggi, membaca lebih memperhatikan hak-hak huruf serta panjang pendek bacaan dengan benar, dan jangan sampai ada rambut yang terlihat saat mengaji. 

3. Makanan saat buka puasa dan sahur

Belakangan semboyan ‘berbukalah dengan yang manis’ mulai banyak dikritik oleh para ahli gizi. Pasalnya itu hanyalah semboyan iklan sebuah produk minuman. Tapi budaya masyarakat Indonesia memang kebanyakan terbiasa dengan yang manis-manis sebagai takjil berbuka.

Saya sendiri kalau sedang teringat masa kenangan masa kecil, inginnya berbuka dengan bubur sumsum, kolak, sagu mutiara dan semacamnya. 

Kita memang harus mengurangi proporsi gula apalagi saat berbuka. Tidak bagus untuk tubuh kita. 

Baca juga : Mindful Eating saat Ramadan

Mengupayakan untuk menyederhanakan menu berbuka dan sahur pun perlu secara sadar dan berkelanjutan ya. 

Menyederhanakan menu buka dan sahur itu perlu penerimaan dan pemahaman sendiri, lho. Tidak jarang, keinginan untuk buka puasa dengan menu aneh-aneh muncul. Seperti saya sendiri misalnya, lebih terbawa pada menu yang sederhana karena memang pasangan tidak minta neko-neko dan dulu sempat menjalani puasa daud, jadi rasanya makan malam dengan menu tanpa takjil pun biasa. Sahur pun jadinya cukup buah dan roti dan minuman saja.

Alhamdulillah, nyatanya tubuh terasa lebih ringan dan puasa tetap bisa kita jalani meski menunya sederhana.

4. Evaluasi ibadah ghairu mahdhoh

Selain ibadah mahdhoh, kita memang sebaiknya memperbaiki ibadah ghairu mahdhoh kita. 

Ibadah ghairu mahdhoh adalah apa-apa yang kita lakukan, perbuatan, ucapan, pendengaran, pikiran, penglihatan, langkah kaki, dan segala yang dilakukan diiringi dengan niat. Nyatanya kita tidak bisa dengan kasat mata melihat kebaikan orang sebagai sebuah kebaikan akhirat, jika niat si orang tersebut adalah untuk yang lain.

Niat bisa mengubah suatu perbuatan jadi bersifat duniawi dan ukhrawi.

Makanya, berkesadaran saat melakukan sesuatu dengan niat yang diiringi itu dua hal yang perlu banget dilakukan. Tentunya ini PR banget sih, di tengah kita yang sering lupa melafalkan niat dan godaan mendapatkan pujian lebih berat.

5. Berhusnudzon

Jujur saja, kembali sering bertemu dengan orang-orang itu kembali melatih prasangka, lho.

Dengan di sini jadi sering bertemu dengan orang-orang lagi (karena protokol sudah bebas) meski awalnya agak kikuk tapi mulai terasa lagi bahwa melihat orang, mengobrol dengan orang, membicarakan sesuatu/orang dan mengomentarinya perlu sekali kehati-hatian. Dan kita seringkali terjebak, terbawa perasaan, mulai berprasangka yang seringnya prasangka itu buruk.

Memang meski tidak ada niatan, seringkali prasangka itu muncul tak sadarkan diri. Makanya kalau udah ada rasa gatal untuk berprasangka, baiknya lakukan kegiatan untuk mengalihkannya. Lebih baik memang fokus mengurusi diri sendiri saja.

6. Pengasuhan

Poin utama yang saya coba kenalkan kepada anak tentang puasa Ramadan instead of pahala adalah kasih sayang dan menekankan kebaikan. 

‘Di bulan Ramadan ini, Allah sedang sayang banget sama kita sebagai umatnya. Kalau berbuat banyak kebaikan, Allah makin sayang sama kita. Mamah Ayah juga sayang sama kakak kalau kakak berbuat baik dan mau belajar mengikuti/melaksanakan apa yang diperintahkanNya’.

Maka hal yang kami lakukan untuk menerapkan pengasuhan penuh kasih sayang itu adalah memberi contoh melakukan ibadah mahdhoh dengan belajar lebih mindful dan menceritakan tentang perbuatan baik dan cerita-cerita kebaikan, apapun. 

Dua hal ini lebih kami tekankan karena anak akan meniru dan memperhatikan apa yang dilakukan orang tuanya, dan kebaikan-kebaikan yang dihantarkan lewat cerita juga akan lebih berbekas pada anak-anak. Ya, meski pada praktiknya,  kami pun tentunya masih kadang-kadang malas dan kadang tidak menunjukkan hal baik, sih. Tapi semoga yang berbekas di benaknya itu hal yang baik-baik saja, ya.

Penutup

Sudah sebulan puasa Ramadan, lalu bagaimana pelaksanaan ibadah berkesedarannya dan target puasa Ramadannya?

Yaaa, masih harus diupayakan, berlatih, belajar, dan  diasah terus tentunya meski Ramadan telah usai. Semoga selama sebulan ini jadi awal proses yang baik dan tentunya dipayakan untuk terus dilakukan hingga menjadi habit. Memang manusia tempatnya khilaf dan lupa, maka lewat tulisan ini semoga menjadi pengingat saya untuk terus berusaha lebih sadar dalam melakukan kebaikan. Aamiin. 

Semoga segala upaya kebaikan yang kita lakukan di bulan Ramadan ini diterima olehNya ya. Aamiin.

Mohon maaf lahir bathin ya teman-teman blogger semuanya.

Ghina Hai, saya Ghina. Perempuan pecinta pagi, pendengar setia radio dan podcast, menulis tentang kehidupan perempuan dan hal terkait dengannya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!