Ghina Hai, saya Ghina. Perempuan pecinta pagi, pendengar setia radio dan podcast, menulis tentang kehidupan perempuan dan hal terkait dengannya.

2023 dan Pelajaran Tentang Hidup Yang Kudapati

4 min read

perjalanan menjadi ibu ayah 3 anak

Ghinarahmatika.com ~ Pelajaran dari kehidupan kadang hadir untuk menampar, memberi pelajaran, melihat kembali yang lalu-lalu untuk jadi bekal, atau malah bangkit lalu terjungkal. Tentunya ada campur Tuhan juga yang membuat kita mampu memahami bahwa hal-hal yang kita lewati adalah sebuah ‘pelajaran’.

2023 sendiri bagi saya memberi banyak cerita. Sebagian besar hidup saya tidak jauh-jauh dari dan untuk anak. Apalagi di tahun itu saya dikaruniai anak ketiga. Kembali lagi bergelut dengan diri dan proses menjadi dewasa yang memang perlu untuk terus ditempa. Sementara bermimpi yang gratis pun saya kadang takut untuk menyusunnya. Padahal tentu perjalanan membersamai anak-anak pun terasa menyenangkan. Jenuh dan lelah pasti menghampiri. Tapi semua perjalanan pasti ada jenuh dan lelah toh!

Baca juga : Pelajaran dari 2022

Tentu tak mengapa dan memang ada saatnya kita merasakan hal tersebut. Terpuruk, pause, dan rencana tidak sesuai. Tak mengapa. Ayok, bangkit kembali!

Perjalanan 2023 : Antara 3 Anak, Diri Sendiri, dan Waktu yang Harus Diatur

1. Mengatur Ritme Ibu Ayah 3 Anak

Bayangan saya saat hamil memasuki minggu 38, antar jemput anak pertama sekolah semakin menghantui. Malam malam setelah jama’ah isya, aku menangis sesenggukan waktu mulai ngomong tentang keresahanku. Resah pada hal yang belum aku lewati padahal.

Ya gapapa. Wajar takut karena memang belum dilewati. Tapi insyaAllah, minta bantuan sama Allah, nyatanya dua minggu setelah melahirkan sudah memberanikan diri untuk antar jemput anak sekolah. Bayinya? Ditinggal.

Seperti pernah ada ibunya teman anak saya bertanya : mana bayinya? Saya jawab, tinggal di rumah lagi tidur. Bukannya jawab ‘ya ampun kasihan, kok tega, dan iba’ lainnya. Tapi si ibu ini malah memberikan jawaban yang realistis : yes, sometimes we have to do it!

Ritme pagi kami kadang terasa sangat berat untuk dibayangkan meski akhirnya bisa terlewati juga. Semua ini terjadi karena suami kerja part time sedari subuh sampai pukul 9 pagi. Padahal anak sulung sekolah 8.30 jadi otomatis saya yang harus mengantarnya.

Selama ditemani Kraamzorg (perawat persalinan) alhamdulillah anak sulung diantar sekolah sama dia. Seminggu setelahnya kami minta tetangga untuk antar sekolah. Baru di minggu ketiga saya beranikan diri untuk antar jemput lagi. Masya Allah ternyata kok bisa meski kadang masih ada nyeri yang terasa.

Sepekan setelah ditinggal Kraamzorg kerasa banget hidup yang sesungguhnya baru dimulai. Kembali mengatur ritme kehidupan, belajar menghandle dua bayi saat yang sulung sekolah ternyata perlu keteraturan.

Selama sepekan akhirnya suami banyak tinggal di rumah untuk memastikan segalanya teratasi. Keteraturan dimulai dengan memastikan jam tidur bayi kecil lanjut jam tidur bayi besar. Bagaimana menghadapi kondisi saat keduanya minta menyusui secara bersamaan, dan cara membesarkan hati Nura saat adiknya menyusui.

Selain keteraturan, sounding juga jadi sering kami sampaikan. Mimiknya perlu dibagi dengan baby, begitu kami sering ucapkan. Meski kadang ada juga satu kondisi yang menjadikan mereka harus menyusui secara bersamaan tapi jarang terjadi. 

Untuk mengatur ritme berjalan dengan lancar. Saya pun selalu memastikan persiapan pagi lebih cepat siap agar tidak terburu. Bayi disusui setengah jam atau 1 jam sebelum berangkat agar ketika kami antar sekolah bayi bobo nyenyak. Tentu saya pun seringnya sounding sambil merapal doa dan ayat kursi agar si bayi anteng ditinggal untuk menganter sekolah.

Masya Allah ya… tiada daya dan upaya melainkan atas bantuan Allah semata sehingga bisa berjalan seperti sekarang ini. 😣

2. Ucapkan dan Tuliskan Impian Impianmu

Dalam satu momen, tiba tiba obrolan di grup teman blogger, yang suka cerita kemana mana aja saking akrabnya, kita ngobrolin tentang impian. 

Satu teman bilang, ‘aku pingin ini yuk’, teman yang lainnya menimpali ‘ayo aminkan.’ lainnya langsung balas ‘catet donk biar semesta mendukung’. Lalu aku ikut meramaikan ‘gimana kalau kita tidak hanya menulis atau merapalkan doanya dalam senyap. Masa blogger cuma di mulut doank kepengennya. Yuk biasakan juga dengan mengucapkannya dengan bersuara atau menuliskannya.’

Lalu teman yang lain bercerita tentang bagaimana keinginannya ada terwujud karena ia berdoa tidak hanya lirih tapi ia ucapkan dengan suara yang lantang. Em, ibu saya sering menyebutnya ‘ngedalkeun’ dalam bahasa sunda yang artinya bersuara. 

Baca juga : Yang Bisa Kita Lakukan saat Menemani Pasangan ke Luar Negeri

Sebagaimana niat yang akan lebih kuat jika menyuarakannya begitu pula untuk mimpi mimpi kita. Kalau bisa malah lebih spesifik lebih bagus.

Setelah tak selami, beberapa impian saya pun ternyata sebelumnya saya pernah tuliskan di diary. Ya termasuk berangkatnya ke Belanda pun dulu karena saya suka sekali menaruh kata ‘Netherlands’ atau Belanda gitu di diary.

Mari merapal mimpi mimpi dan meramunya dengan doa, usaha, dan berbagai jalan kebaikan yang mengantarkannya. Bismillah untuk 2024 yang lebih baik ya.

3. Tentang Memaafkan dan Meridhoi Sebelum Tidur

Rasanya sering sekali terjadi jika seharian habis marah marah sama anak, malamnya kita akan menyesali perbuatan tersebut. Kadang mau minta maaf tapi anak sudah tidur, atau jadi kesal lagi karena anak berulah lagi.

Hal demikian memang wajar terjadi terutama pada ibu ya. Desember kemarin saya menonton video wawancara dengan ibunya Najwa Shihab alias istrinya ustadz Quraish. Pesan beliau membuat pengingat buat saya yang sering mengalami kejadian kelewat minta maaf pada anak. 

‘Setiap sebelum tidur, saya berucap Ya Allah, saya meridhoi dan memaafkan kesalahan anak (sebutkan nama anaknya) yang sengaja maupun tidak sengaja. Saya ridho sepenuhnya. Tidak ada dosa apapun anak anak dengan saya’. Lebih menenangkan lagi kadang sambil mengucapkan hal itu lalu mendoakan dan meniupkan ke ubun ubun si bayi. Deep banget rasanya!

Jadi ingat kan sama hadits yang bertutur ‘ridho Allah itu ada pada ridho kedua orang tua’. 

Tapi ini pun tidak hanya berlaku pada hubungan orang tua – anak saja sih. Sama suami juga sih. Atau kadang hubungan sosial kita juga kan menyisakan luka luka yang mungkin tanpa sengaja atau mungkin kesal sama orang bahkan ngeghibahin orang lain kan. Pernah kan mau tidur susah? nah itu. momen memaafkan dan minta maaf bisa juga diterapakn dalam hal itu.

4. Birrul Aulad

Lagi lagi, gara gara menjadi orang tua, saya belajar bahwa berucap menjadi hal yang benar benar perlu kehati hatian. Karena ucapan kita bisa jadi doa. Cara kita berucap pun menjadi contoh bagi mereka.

tips menghadapi anak toddler jarak dekat

Ada momen ketika ingin berkata kasar maupun marah marah, sebagai orang tua mulut saya ingin sekali berkata : kamu nggak boleh gitu sama mamah.

Tapi saya menahannya. Saya menyimpan dan mengupayakan sekeras kerasnya agar tidak terucapkan.

Siapa saya kok ingin dihormati mentang mentang sudah jadi orang tua?! Karena selain birrul walidain (berbuat baik/berbakti kepada kedua orang tua) kita juga seharusnya melakukan birrul aulad (berbuat baik kepada anak-anak) juga tentu saja kepada orang lain pun harus berbuat baik.

Akhirnya yang kemudian keluar dari mulut saya ‘ kamu nggak boleh begitu sama mamah, ayah, adek, dan teman teman, dan orang sekitarmu’.

Semoga ya selalu diingatkatkan bahwa mengasuh anak itu harus penuh welas asih, kasih sayang, lemah lembut. 

5. Niatkan dengan kuat

Menjadi seorang muslim memang seharusnya ingat bahwa untuk melakukan suatu hal itu sebaiknya meletakkan niat untuk segala hal hal yang baik. Karena niat, hal yang biasa kita sebut urusan duniawi, ternyata bisa berpahala karena pengucapan niat tersebut.

Nah, sebagai seorang istri dan ibu. Urusan niat ini juga ternyata memiliki berpengaruh dalam kelancaran urusan. Sesederhana saja, inginnya ngerjain banyak hal tapi udah khawatir aja nanti karena anak anak ngereog atau tidak terkendali atau banyak hal jadi malah nggak bisa dikerjakan. 

Dengan menyaringkan niat dan menyusun rencana secara tertulis, buat saya ternyata sangat membantu untuk dapat menyelesaikan pekerjaan tersebut. 

6. Sekarang waktunya bersama anak anak

Ketika orang orang bercerita tentang me time, situasi menyendiri ini tentunya sering juga saat dambakan. Tapi tentunya bukan sekarang. Saya coba menyamankan diri. Nanti ada waktunya, sekarang waktunya melakukan banyak hal ditemani oleh anak anak.

Saya selalu mengingatkan diri bahwa sekarang ini memang masanya begini. Segala hal ditemani anak. Mereka mengikuti kegiatan saya memasak, mengaji, beberes, belanja, bahkan ikut berkumpul dengan teman teman saya. Masanya memang begini. 

Dan semoga ini menjadi momen berharga buat anak. Begitu pun saya. Semoga momen dibuntuti ini menjadikan saya lebih belajar ikhlas menjalani peran sebagai ibu. 

Alhamdulillahilladzi bini’matihi tatimmush shoolihaat..

Ghina Hai, saya Ghina. Perempuan pecinta pagi, pendengar setia radio dan podcast, menulis tentang kehidupan perempuan dan hal terkait dengannya.

One Reply to “2023 dan Pelajaran Tentang Hidup Yang Kudapati”

  1. apa yang diucapkan orang tua kalau pas ngomongnya deket sama anak bisa bener-bener ditiru, apalagi kalau lingkungannya misalnya sering ngomong kotor, bahaya ini. Kecil-kecil malah nantinya bisa ngomong kasar.
    Penuh pelajaran ya mbak untuk bener bener survive di negara asing sama anak-anak, bisa aja waktu me time jadi terbuang, tapi selama bisa mengatur waktu dengan baik, semua bisa diatasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Captcha loading...

error: Content is protected !!