Konsep pemberian nama pada sebuah ruangan memberi maksud sebuah aktivitas dapat kita lakukan di ruangan tersebut. Makanya, biasanya dalam sebuah rumah itu ada yang namanya ruang tidur, ruang keluarga, ruang dapur, dan ruangan lainnya.
Ruang keluarga sendiri jadi ruang favorit saya di rumah. Ruang di mana kehidupan seluruh anggota keluarga muncul di situ. Tempat ini juga kelak jadi kenangan kehidupan di kemudian hari.
Dalam perjalanannya ternyata ruang tidak sekadar penamaan semata. Tapi cara kita mengisi dan menghidupkannya juga.
Ruang Keluarga dan Masa Kecil bersama Lampu Damar
Berbicara tentang ruang keluarga mengingatkan saya pada masa kecil dulu. Di rumah kayu simbah, yang sekarang sudah dibongkar jadi rumah bertembok, ada ruang keluarga yang kita sebut ruang tengah. Masa kecil saya dulu kebetulan listrik belum masuk desa. Ruang tengah yang merupakan tempat menaruh damar maupun lilin menjadi strategis karena bisa menerangi ke semua ruangan.
Baca juga : Ibu Belajar Sadar Diri
Karena posisi demikian pula, akhirnya orang-orang rumah lebih suka tinggal di ruang tengah tersebut. Kebetulan ada meja yang lumayan panjang dan kursinya juga banyak.
Kenangan yang paling saya ingat, tempat itu jadi tempat saya untuk mengerjakan berbagai tugas dari sekolah. Sampai nggak sadar kalau hidung jadi hitam-hitam kena asap dari damar, hohoho.
Momen tersebut menjadi kenangan indah tersendiri buat saya. Hmm, dulu jadi rajin nongkrong di ruang keluarga tersebut tiap malam buat belajar bareng. Setelah listrik masuk desa, kenangan tersebut pun jadi hilang. Kita sibuk sendiri-sendiri di kamar masing-masing.
Pengalaman Nomaden dan Definisi Ruang Keluarga yang Berubah

Selama tujuh tahun hidup nomaden, otomatis kami juga terus berganti-ganti rumah alias kontraktor. Dari empat rumah yang pernah kami tempati, yang paling nyaman adalah rumah yang kami singgahi saat di Belanda.
Ya gimana, kalau di rumah kontrakan di Indonesia kami lebih banyak memilih rumah kosongan. Simpel saja alasannya, lebih murah. Kami pun mengisi rumah tersebut seadanya. Paling utama tentu saja bagian dapur dan kamar. Lainnya biasanya sengaja dikosongkan saja.
Kadang saya membayangkan, duduk di kursi yang ada mejanya itu nyaman banget. Nyatanya, dalam perjalanan keluarga kami, hal itu cukup mahal dicapai. Bukan apa-apa sih. Malas saja buat belanja printilan banyak. Toh kami masih akan berpindah tempat dan rumah lagi.
Alhasil, kami pun seringnya lesehan saja. Cukup ditemani meja lipat. Kadang beralaskan tikar, tapi kadang langsung duduk di atas lantai langsung saja sudah lumayan nyaman.
Kadang bukan penamaan tempat yang dibutuhkan, tapi keberadaan kita lah yang kemudian mengubah perspektif sebuah ruangan, iya kan? *eh
Bisa saja ada meja dan kursi di rumah, tapi orang-orangnya lebih sibuk sendiri di kamar masing-masing. Sementara kalau keadaan begini kita kadang mau nggak mau sih menjadi ruangan tersebut jadi ruang makan, ruang keluarga, ruang aktivitas anak. Yaaaa, karena adanya itu sih. Kadang kamar juga bisa jadi tempat untuk melakukan berbagai kegiatan juga.
Meja Bundar di apartemen Blekerstraat

Selama sebulan pertama di Groningen pun, kami menjadikan kamar sebagai ruang keluarga juga. Maklum, kami kemarin jadi anak kosan yang numpang di rumah orang. Pengen sih kadang punya ruang terpisah, biar kalau anak dan suami masih tidur saya yang suka terbangun duluan bisa ke tempat terpisah buat sekadar nulis maupun scrolling gitu.
Soalnya, kita biasa tidur dengan kondisi gelap. Jadi otomatis kalau saya melek pun nggak bisa ngapa-ngapain.
Alhamdulillah, hanya sebulan saja jadi anak kosannya. Sekarang kami sudah menempati rumah mungkin di Jl. Blekerstraat, Groningen.
Iya mungil banget. Cuma ada tiga kamar. Satu buat kamar tidur, satu buat kamar mandi, dan satunya buat ruang tamu sekaligus ruang keluarga. Dapurnya nyempil di lorong saja.
Tapi yang membuat kami bahagia, selain kami nggak lagi jadi anak kosan, kami juga sekarang punya ruangan keluarga yang sudah ada meja dan kurisnya pula. (PENTING).
Berbeda cerita dengan pengalaman cari rumah dulu pas pertama kali ke Groningen, kami mendapati rumah bekas di tempati orang Indonesia, jadi lungsuran semua dan lengkap. Sementara sekarang ini untungnya dari landlordnya sudah menyediakan meja, kursi, peralatan dapur, dan kasur. Sisanya pun kami dengan mudah mendapatkannya dari sisa peninggalan orang Indonesia juga. (Coba di Indonesia ada model lungsuran beginian ya).
Di ruangan berukuran sekitar 3×4 meter ini, saya membuat Pojok Nahla buat dia menaruh semua barang-barang mainannya. Dia pun jadi hanya boleh untuk berantakin mainannya di Pojok Nahla saja. Sebelahnya ada kasur (harusnya sofa ya) untuk leha-leha dan menemaninya bermain. Di tengah-tengahnya, antara kasur dan meja kursi kami jadikan tempat untuk sholat.
Pas banget, ya. Ruangan depan ini pun jadi ruangan yang benar-benar hidup. Ya untuk main, sholat, makan, nulis, untuk lihat-lihat pemandangan luar bahkan tiduran pun bisa.
Masak juga jadi nggak terasa sendiri karena dapur tepat berada di lorongnya. Tepat samping ruang makan.
Baca juga : Mengisi Rumah Kosong dengan Konsep Minim Sampah
Selama 5 bulan ke depan tempat ini akan jadi tempat favorit kami. Insya Allah nanti jadi tempat awal baby R bertumbuh. Ah, semoga nanti-nanti kalau ganti rumah lagi tetap dapat ruangan yang nyaman seperti ini ya. Semoga dimudahkan juga untuk perjalanan pencarian rumahnya, nih.
Nah, ini ceritaku tentang sudut ruangan favorit. Kalau kamu ruangan favorit dan ceritanya bagaimana nih? Yuk, cerita di kolom komentar.
Kalo aku ruang perpustakaan pribadi di rumah mba. Kebetulan keluargaku memang pecinta buku, jadi dari dulu rumah pasti ada perpustakaan pribadi. Gitu juga rumahku di Jakarta. Ruang tamu boleh ga ada, toh aku males Nerima tamu, tapi perpustakaan wajib ada, apalagi buku ku banyak banget 😄. Jadi memang itu tempat di mana aku paling betah kalo di rumah :).
Di rumah aku juga ada beberapa sudut favorit (khususnya dipake buat baca sambil rebahan, ops). Cuma kadang-kadang ada gangguan eksternal haha, ya nyamuk misalnya. Jadi, ujung-ujungnya balik lagi ke kamar dan di sanalah berbagai aktfitas dilakukan.
Kalau punya rumah sendiri, pinginnya aku punya ruang baca khusus untuk tarok buku-buku dan untuk nonton.
hihi, di kamar nggak ada nyamuk tah mas?
iya nih pengen banget punya tempat khusus kayak pak bj habibie gitu yaa, jadi pewe buat me time
Kalau di Indonesia dapat model lungsuran furniture biasanya udah jelek-jelek, emang sengaja dibuang. Enaknya di luar negri itu kalau kita sewa rumah adalah biasanya furniture sudah include. Btw, sudah dapat bagian dapur juga ya? Di Jerman, kalau mau termasuk dapur ya harus bayar lagi.
Masing-masing kita punya sudut favorit dalam ruangan sendiri ya. Kalau aku sukanya di sudut kamarku yang sudah ku sulap jadi semacam tempat kerja. Nggak ada kursi sih. Cuma ada meja lipat. Jadi masih lesehan aja gitu. Tapi, kalau sudah ada di pojokan itu, aku bisa betah sambil ngeblog. Asyik banget dah.
Ah memang penuh tantangan jadi kontraktor itu. Sekarang udah nyaman di rumah Baru ya. Saya paling suka ruang keluarga sih, soalnya segala kegiatan bisa dilakukan disana.
Kehidupan nomaden memang ada keseruan tersendiri, tapi seiring bertambahnya waktu dan juga keadaan keluarga memang lebih enak menetap. Kalau saya sendiri ruangan favorit tetap kamar pribadi sih, karena sekaligus dijadikan studio kecil buat ngonten/ngerjain kerjaan.
Alhamdulillah.
Jadi terbawa bahagia dengan rumah mungil yang baru. Meski ruangannya sedikit, fungsinya malah jadi maksimal karena sesuai peruntukannya masing-masing.
Kebayang juga hangatnya saat menyiapkan menu di setiap jam makan. Tetap dapat saling berinteraksi ya.
Aiih~
Ruang keluarga itu memang ter-daBEST yaah.. Aku jadi ingat pertama kali pindah ke Bandung juga masih kontraktor, hihii… Dan beberapa kali sering tertidur kruntelan di ruang tengah. Ruang tengahnya sengaja diberi sofa kasur yang bisa buat berkumpul bersama, nonton bersama dan terakhir ketiduran bareng. Walau dini hari kami kudu pindah ke kamar saking dinginnya udara di daerah Dago atas.
Alhamdulillah~
Kini di rumah, ruang kruntelannya ganti di kamar. Hehhee~
Karena uda gak musim nonton di tipi yaa..
Benar sekali mba, yang terpenting bukan soal penamaan ruangannya namun seberapa penting keberadaan kita di ruangan tersebut…
Wahh kalau dikeluargaku cuma lesehan di depan rumah kalau mau kumpul” atau ngobrol.. Biasanya sore hari sambil bercerita satu sama lain. Kalau untuk ruangannya sendiri lebih di ruang tamu sih.. Soalnya gak banyak ruang yang dimiliki, dimana aja tetap terasa nyaman hhi